Suami dan Istri Tidur di Kamar Terpisah, Apa Plus-Minusnya?

Keputusan ayah-ibu tidur terpisah akan berdampak pada keluarga secara keseluruhan.

www.freepik.com
Tidur (ilustrasi). Sejumlah pasangan suami-istri memilih untuk tidur di kamar yang berbeda.
Rep: Shelbi Asrianti Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, NEW HAVEN -- Semakin banyak pasangan suami istri (pasutri) di Amerika Serikat (AS) yang memilih tidur di kamar terpisah. Survei 2012 oleh Better Sleep Council dan survei 2017 dari National Sleep Foundation mengungkap bahwa satu dari empat pasangan AS punya kamar tidur berlainan.

"Bagi banyak pasangan, tidur terpisah bisa menjadi pilihan terbaik untuk hubungan mereka," kata profesor kedokteran di Yale's School of Medicine, Meir Kryger, dikutip dari laman USA Today, Rabu (23/6).

Baca Juga

Itu merupakan kebebasan tiap pasangan, tapi tentu ada konsekuensinya. Banyak ahli sepakat bahwa keputusan ayah dan ibu tidur secara terpisah akan berdampak pada keluarga secara keseluruhan.

Tidak menutup kemungkinan anak bisa merasa malu melihat kondisi itu, tidak aman, atau khawatir atas pengaturan tidur orang tua. Beberapa anak bahkan bertanya-tanya apakah keputusan orang tua mereka untuk tidur terpisah berarti tidak lagi saling cinta.

Karena itu, penting bagi orang tua untuk mendiskusikan mengenai pengaturan tidur yang mereka buat dengan anak. Orang tua tidak perlu berbasa-basi atau mengirim pesan ambigu kepada buah hatinya. Sampaikan dengan lugas jika memang itu berasal dari pemutusan hubungan romantis atau masalah perkawinan, atau salah satu pihak terganggu dengan masalah tidur yang dialami pasangannya.

Apabila keputusan tidur terpisah bukan soal ikatan cinta yang rusak, orang tua dapat menunjukkan cinta dengan cara lain di depan anak. Misalnya, saling menggenggam tangan, saling memuji, atau meringkuk bersama di sofa saat waktu senggang.

"Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa pasangan yang tidur terpisah untuk tujuan kualitas tidur yang lebih baik memiliki hubungan romantis yang lebih rendah daripada pasangan yang berbagi tempat tidur," ungkap Kryger yang menulis buku The Principles and Practice of Sleep Medicine.

Psikolog asal Manhattan, Joseph Cilona, ​​berpendapat, tidur terpisah dengan pasangan bisa memberikan efek sangat positif atau sangat negatif untuk suatu hubungan. Pada dasarnya, semua bermuara pada alasan bahwa kedua belah pihak ingin tidur nyenyak.

Beberapa alasan umum pasangan tidur terpisah termasuk mendengkur, gelisah, parasomnia, sering ke kamar mandi, atau jadwal tidur yang tidak sesuai. Dalam sejumlah kasus, tidur secara terpisah jadi pertanda sesuatu yang salah dalam hubungan atau menunjukkan hilangnya koneksi.

"Setiap pasangan harus memeriksa dan mendiskusikan dengan jelas dan spesifik tentang pikiran, perasaan, serta kebutuhan mereka seputar masalah ini untuk menemukan kompromi yang saling memuaskan," ujar Cilona.

Pakar perilaku senior di RAND Corp, Wendy Troxel, mengatakan, saat ini jumlah penelitian tentang pengaruh pengaturan tidur orang tua terhadap kondisi psikis anak masih relatif sedikit. Tren itu nyatanya meningkat, menunjukkan bahwa masalah tidur terpisah mungkin perlu ditangani oleh lebih banyak keluarga.

Troxel berpendapat, percakapan mengenai topik tersebut harus terbuka, jujur, apa adanya, dan sesuai usia. Anak yang lebih kecil bisa diajak memahami pentingnya istirahat malam yang baik dan anak yang lebih besar dapat diberi pengertian tentang pengaturan tidur yang tak biasa.

"Jelaskan kepada anak bahwa tiap keluarga berbeda dalam banyak hal. Barang kali orang tua tidur lebih nyenyak ketika mereka tidur terpisah, dan mendapatkan tidur yang sehat sangat penting," ucap penulis buku Sharing the Covers: Every Couple's Guide to Better Sleep itu.

 
Berita Terpopuler