Meneladan Kesabaran Siti Hajar

Istri Nabi Ibrahim AS, Siti Hajar merupakan contoh teladan kesabaran dan ketakwaan.

AP Photo/Rafiq Maqbool
ILUSTRASI Meneladan kesabaran Siti Hajar. Foto - Umat Muslim berkumpul saat melakukan wukuf di Arafah saat pelaksanaan puncak ibadah haji di Makkah, Arab Saudi, Sabtu (15/6/2024).
Red: Hasanul Rizqa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Momen Idul Adha 1445 H menjadi saat-saat yang tepat untuk kita kembali mengingat keteladanan orang-orang terdahulu, khususnya dari keluarga Nabi Ibrahim AS. Seperti diketahui, amalan kurban pada hari raya ini mengambil teladan dari sang Khalilullah, yang begitu taat melaksanakan perintah Allah yakni menyembelih putranya, Ismail AS.

Ketika pedang hampir mengenai leher anaknya itu, Ibrahim AS dihentikan oleh malaikat, yang memberitahukannya bahwa Allah telah meridhai perbuatannya, yakni membenarkan wahyu. Akhirnya, seekor domba menjadi ganti Ismail AS untuk dikorbankan.

Selain bapak dan anak itu, sosok Siti Hajar juga menampilkan keteladanan, terutama dalam hal kesabaran dan ketaatan. Istri kedua Nabi Ibrahim AS itu juga memiliki jiwa tauhid yang kokoh.

Sebelum peristiwa penyembelihan tersebut, Ibrahim AS dan Siti Hajar mengalami ujian lain. Sebuah ujian yang pada akhirnya membuka jalan bagi hidupnya lagi Kota Bakkah (Makkah) dan pembangunan Ka'bah di atas fondasi yang telah Allah tentukan.

Allah menyuruh Ibrahim AS untuk membawa Hajar dan putranya, Ismail AS, yang masih bayi. Keluarga kecil ini pun berangkat dari Negeri Palestina ke arah selatan, demi melaksanakan perintah Illahi.

Ketika itu, Hajar "hanya" mengetahui bahwa suaminya diperintahkan oleh Allah untuk membawanya dan Ismail keluar dari Palestina. Wanita yang juga madu Siti Sarah ini pun taat pada keputusan itu.

Perjalanan panjang mereka lalui dengan penuh kesabaran. Beberapa pekan kemudian, tibalah rombongan kecil ini di sebuah lembah yang tidak ada apa-apa di sana, kecuali hamparan gurun pasir dan terik pancaran sinar matahari yang panas.

Awalnya, Siti Hajar merasa heran tatkala sang suami tiba-tiba berbalik arah. Dari arah langkah kaki Ibrahim, mengertilah Hajar bahwa lelaki itu sedang berjalan pulang, sedangkan ia dan bayinya dibiarkan tetap di lembah nan tandus itu.

Siti Hajar menyeru suaminya, tetapi yang-diseru tetap meneruskan langkah kakinya--tanpa menoleh sedikit pun. Sang istri pun memanggil lagi, sambil berusaha menyusulnya.

"Apakah engkau akan meninggalkan kami berdua di padang pasir yang tandus ini?" katanya.

Ibrahim AS diam, membisu, tak bergeming. Beliau lalu meneruskan langkah kakinya. Akhirnya, Hajar mendapatkan ilham dan mengubah kalimat pertanyaannya.

Baca Juga

"Duhai suamiku, apakah keputusanmu ini datang dari perintah Allah SWT?" katanya.

Mendengar pertanyaan itu, Nabi Ibrahim AS diam, dan mengangguk.

"Kalau begitu," ujar Hajar, "Allah pasti akan mengurus kami. Allah pasti tidak akan menyia-nyiakan kami. Berangkatlah, wahai suamiku! Semoga engkau dalam lindungan-Nya."

Nabi Ibrahim AS pun hanya bisa pasrah kepada Allah. Beberapa waktu kemudian, sang Khalilullah memanjatkan doa.

Munajat ini diabadikan dalam Alquran surah Ibrahim ayat ke-37. Artinya, “Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan salat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.”

Ada rahasia besar di balik ujian dahsyat yang dialami Ibrahim AS, Siti Hajar, dan bayi mereka itu. Allah SWT menakdirkan, lembah Bakkah yang saat itu kering kerontang dan sepi akhirnya kembali dihuni oleh manusia. Itu bermula dari keluarnya mata air di dekat bayi Ismail AS.

Hajar sudah bolak-balik mendaki dua bukit di sekitar titik tempatnya berada. Ia cemas, sebab anak bayinya sudah kehausan, sedangkan perbekalan habis sama sekali.

Allah kemudian mengutus Jibril. Sang malaikat dengan sayapnya menghentakkan tanah berpasir. Seketika, keluarlah air dari titik di dekat kaki Ismail itu dengan amat derasnya.

Terkejut dan sekaligus berbahagia, Siti Hajar berseru, “zam, zam” agar air itu tidak menggenangi tanah tempat bayinya berada. Sementara, di atas mereka sekawanan burung terbang berputar-putar.

Fasilitas minum yang menyediakan air zamzam di dalam Masjid Quba, Madinah, Arab Saudi, Sabtu (15/7/2023) - (Republika/Fuji Eka Permana)


Hewan-hewan inilah yang dilihat para pengungsi Arab Yaman yang hendak hijrah dari negerinya di Jazirah Arab selatan ke Syam. Begitu bertemu, mereka lalu meminta izin kepada Hajar agar dibolehkan mengambil air dari sumur Zamzam.

Hajar membolehkan, asalkan ia diakui sebagai pemilik mata air itu. Orang-orang Arab ini mematuhi persyaratan tersebut.

Maka, jadilah sebuah masyarakat Arab baru di sana dengan Siti Hajar dan putranya sebagai sosok “tuan rumah” yang amat dihormati. Bakkah kemudian menjadi Kota Makkah, tempat Ka’bah dibangun oleh Ibrahim AS dan Ismail AS.

 
Berita Terpopuler