Jokowi Sebut Udara Jakarta Sangat Buruk, Dinkes DKI Nilai Polusi Saat Ini Belum Darurat

Menurut Dinkes DKI tidak ada lonjakan penyakit yang berkaitan dengan polusi udara.

Prayogi/Republika
Suasana gedung-gedung bertingkat yang tertutup oleh kabut polusi di Jakarta, Selasa (25/7/2023).
Rep: Eva Rianti, Dessy Suciati Saputri Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta menyatakan bahwa masalah polusi udara atas dampaknya terhadap kesehatan masyarakat dinilai belum darurat saat ini. Hal itu dilihat dari tren kasus penyakit yang dialami warga atas dampak polusi udara yang tidak mengalami peningkatan. 

Baca Juga

"Terkait penyakit yang timbul akibat polusi udara, kalau lihat data sih sejauh ini belum masuk kategori darurat, karena tren jumlah penyakit enggak naik drastis tapi naik turun," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinkes DKI Jakarta Ani Ruspitawati dalam konferensi pers di Kantor Dinkes DKI Jakarta, Rabu (16/8/2023).

Ani mengungkapkan, berdasarkan data yang dimilikinya, jumlah penyakit yang berkaitan dengan masalah polusi udara mencapai seratusan ribu per bulan. Angka itu dinilai bergerak fluktuatif, namun dinilai tidak ada lonjakan. 

"Kalau dari data, untuk ISPA (infeksi saluran pernafasan akut) sendiri di DKI Jakarta tahun 2023 ini rata-rata kasus ISPA sekitar 146 ribu kasus per bulan. Pola ini kurang lebih sama dengan kondisi sebelum Covid-19 tahun 2018-2019," jelas dia. 

Penyakit itu, lanjut Ani, tidak hanya dipengaruhi oleh masalah polusi udara, tetapi juga perubahan iklim. Sehingga perubahan cuaca yang terbilang terjadi rutin tiap tahun menguatkan nilai ketidakdaruratan masalah polusi udara terhadap kesehatan. 

Kendati menilai tidak darurat, Ani mengatakan bahwa pihaknya melakukan sejumlah upaya antisipasi atau pencegahan atas peningkatan penyakit yang berhubungan dengan polusi udara. 

"Pemantauan data kita tindaklanjuti dengan terus memberikan edukasi kepada masyarakat. Jadi tetap tidak dibiarkan meskipun secara kasus kami tidak menganggap itu sebagai suatu kedaruratan," tutur dia. 

 

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut kualitas udara di Jabodetabek selama satu pekan terakhir ini sangat buruk. Hal itu disampaikannya dalam sambutannya di rapat terbatas terkait peningkatan kualitas udara kawasan Jabodetabek di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (14/8/2023).

"Pagi ini kita rapat terkait kualitas udara di Jabodetabek yang selama 1 pekan terakhir kulitas udara di Jabodetabek sangat-sangat buruk. Dan tanggal 12 Agustus 2023 yang kemaren kualitas udara di DKI Jakarta di angka 156 dengan keterangan tidak sehat," ujar Jokowi.

Jokowi mengatakan sejumlah faktor menjadi penyebab semakin memburuknya kualitas udara di Jabodetabek. Antara lain yakni terjadinya kemarau panjang selama tiga bulan terakhir yang menyebabkan peningkatan konsentrasi polutan tinggi serta pembuangan emisi dari transportasi.

Selain itu, Jokowi juga mengatakan aktivitas industri di Jabodetabek, terutama yang menggunakan batu bara di sektor industri manufaktur turut berkontribusi terhadap memburuknya kualitas udara. Jokowi pun meminta jajarannya untuk menindaklanjuti sejumlah catatan yang menjadi perhatiannya.

Dalam jangka pendek, pemerintah diminta untuk segera melakukan intervensi agar bisa memperbaiki kualitas udara di Jabodetabek. Selain itu, ia juga meminta agar dilakukan rekayasa cuaca untuk memancing hujan di kawasan Jabodetabek serta menerapkan regulasi untuk percepatan penerapan batas emisi khususnya di Jabodetabek. 

"Kemudian memperbanyak ruang terbuka hijau dan tentu saja ini memerlukan anggaran, siapkan anggaran," ujarnya. 

Jokowi juga mendorong agar perkantoran menerapkan hybrid working, yakni bekerja dari kantor dan juga dari rumah. "Dan jika diperlukan kita harus berani mendorong banyak kantor melaksanakan hybrid working, work from office, work from home mungkin saya gak tau nanti dari kesepakatan di rapat terbatas ini apakah 7-5 2-5 atau angka yang lain," kata Jokowi.

Sementara dalam jangka menengah, pemerintah diminta untuk konsisten menerapkan kebijakan mengurangi penggunaan kendaraan berbasis fosil dan segera beralih ke transportasi massal. Pengoperasian transportasi massal seperti LRT, MRT, dan juga kereta cepat, serta kendaraan listrik untuk publik diharapkan bisa membantu mengurangi polusi udara. 

Dalam jangka panjang, Jokowi juga meminta agar diperkuat aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Ia menekankan perlunya melakukan pengawasan terhadap sektor industri dan pembangkit listrik terutama di sekitar Jabodetabek. 

"Dan yang terakhir mengedukasi publik yang seluas-luasnya," tambah dia.

Polusi sebabkan lebih banyak kematian dibanding covid-19. - (republika)

 
Berita Terpopuler