Koalisi Ibukota Minta DPRD Tegur Pj Heru karena tak Serius Tangani Masalah Polusi Jakarta

DPRD DKI Jakarta sepakat akan membentuk pansus masalah polusi udara.

Republika/Haura Hafizhah
Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono. Heru dinilai Koalisi Ibukota tak serius tangani masalah polusi udara. (ilustrasi)
Rep: Eva Rianti Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Kota dan Semesta (Ibukota) melakukan audiensi bersama dengan legislator di gedung DPRD DKI Jakarta, seusai melakukan demonstrasi mengenai polusi udara di Balai Kota DKI Jakarta. Pihak Koalisi Ibukota yang terdiri dari sejumlah warga peduli kualitas udara meminta anggota dewan untuk menegur Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono karena dinilai kurang serius tangani permasalahan polusi udara.

Baca Juga

Hal itu disampaikan oleh Adhito Harinugroho, salah satu warga yang tergabung dalam Koalisi Ibukota yang melakukan gugatan citizen law suit (CLS) mengenai Hak Udara Bersih di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Koalisi Ibukota diketahui memenangkan gugatan yang ditetapkan pada 16 September 2021 yang lalu terhadap yang tergugat, mulai dari Presiden, Menteri LHK, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat, dan Gubernur Banten.

Meskipun Pemprov DKI Jakarta tidak melakukan kasasi, seperti yang dilakukan Presiden dan Menteri LHK, Pemprov DKI Jakarta dinilai belum melakukan upaya yang intensif dalam melakukan pengendalian pencemaran udara. Koalisi Ibukota pun pada Rabu (16/8/2023) melakukan aksi demonstrasi di Balai Kota DKI Jakarta. Aksi itu tidak mendapatkan respons sama sekali dari pihak Pemprov DKI Jakarta

“Saya meminta Bapak menegur Pj give away (sebutan untuk Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono)” kata Dito kepada anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Nasdem, Wibi Andrino, yang memimpin audiensi di Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu.

Lebih lanjut, Dito mengungkit-ungkit sikap Heru selama ini yang dinilai meremehkan permasalahan krusial sekaliber polusi udara yang saban hari dihirup masyarakat. Dia mencontohkan pernyataan yang keluar dari Heru justru kelakar.

“Setidaknya janganlah mengeluarkan kalimat yang meremehkan polusi udara. Seperti ‘saya tiup saja’, itu kan meremehkan. Dia kan bukan Avatar yang bisa meniup awan. Jadi tolong, tegur etika publik pejabat Pj give away. Jangan sembarangan, setiap hari warga menghirup PM2.5,” tutur Dito.

Dia mencontohkan hal lainnya dari Pj Heru adalah pembongkaran pedestrian dan jalur sepeda di Jalan Santa, Jakarta Selatan, yang dilakukan pada masa kepemimpinannya. Dito menyebut dirinya telah menggunakan sepeda untuk mobilitas sejak 2017 yang lalu, dan dia pun mengaku kecewa atas kebijakan itu.

 

 

Dalam audensi bersama Koalisi Ibukota, DPRD DKI Jakarta sepakat akan membentuk panitia khusus (pansus) tentang masalah polusi udara di Jakarta. Hal itu sejalan dengan masalah pencemaran udara di Jakarta yang kian krusial dan bahkan dianggap darurat.

“Kami sepakat segera mengajukan pansus untuk bicara khusus masalah polusi di DKI Jakarta,” kata Ketua Fraksi Nasdem DPRD DKI Jakarta, Wibi Andrino.

Wibi mengaku mewakili para anggota DPRD DKI Jakarta dari kalangan muda. Selain dirinya, ada Farazandi Fidinansyah dari Partai Amanat Nasional (PAN), Dimaz Raditya Nazar Soesatyo dari Partai Golkar, dan Viani Limardi dari fraksi rakyat yang turut hadir dalam audiensi tersebut.

“Itu adalah salah satu hal konkret yang DPRD bisa lakukan dari kami koalisi muda DPRD DKI Jakarta meminta untuk mengusulkan pansus terkait udara di Jakarta,” ujar dia.

Lebih lanjut, Wibi menjelaskan usulan pembentukan pansus itu seiring dengan masalah pencemaran udara di Jakarta yang belum serius untuk diatasi oleh Pemprov DKI Jakarta. Hal itu dilihat dari berbagai rencana kebijakan yang bakal dijalankan.

“Terkait dengan pembatasan kerja, WFH tidak relevan karena kita perlu percepatan dalam hal perekonomian paska Covid-19 kemarin, sehingga butuh cara-cara konkret lain daripada kita hanya melakukan pembatasan untuk orang kerja di kantor,” tutur Wibi.

Selain itu, masalah transportasi umum dinilai seharusnya diiringi dengan fasilitas infrastruktur yang prima yang diseriusi oleh eksekutif. Alih-alih melakukan itu, pemerintah justru mengurangi fasilitas bagi pejalan kaki atau pesepeda dengan diantaranya jalan santa di Jakarta Selatan yang awalnya pedestrian dan jalur sepeda diubah menjadi jalan untuk kendaraan bermotor.

“Terkait uji emisi dan faktor penegakan hukum, ini hak vital yang harus kita lakukan bersama. hari ini sudah sampai mana data-data yang sudah dimiliki Pemprov DKI Jakarta kita meminta untuk adanya audit jelas seberapa banyak kendaraan bermotor yang hari ini belum uji emisi, seberapa banyak industri, PLTU, dan lain-lain yang adalah sumber dari polutan,” jelas dia.

Menanggapi usulan itu, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi mengatakan bahwa dirinya akan berdiskusi terlebih dahulu dengan para pimpinan legislatif.

“Nanti setelah saya rapat dengan pimpinan ya. Secepatnya (rapatnya),” ujar Politisi PDI Perjuangan itu.

Prasetyo pun mengungkapkan kekhawatirannya atas masalah pencemaran udara yang makin parah di DKI Jakarta. Bahkan anggota keluarganya menjalani perawatan medis di rumah sakit lantaran masalah polusi udara.  

"Itu memang sudah parah. Saya juga agak 'ser-ser', takut juga ini. Terus terang cucu saya sekarang masuk ke (RS) Bintaro dari semalam gara gara persoalan asap debu ini," kata Prasetyo dalam acara audiensi itu.

Prasetyo bercerita mengenai pengamatannya terhadap kondisi udara di jalanan yang ia lewati dari kediamannya ke Gedung DPRD DKI Jakarta. Dia mengaku kondisi udaranya memang berkabut alias berpolusi parah, bahkan hingga menutupi gedung-gedung. 

"Saya melihat juga barusan, sampai hadir ke sini, dari arah Budi Kemuliaan menuju Bundaran HI gedung-gedung  sudah tidak terlihat lagi ada kabut tebal, saya takutnya saya juga sudah berumur, tiba-tiba kena. Kita di luar apalagi besok (17 Agustus) kita banyak kegiatan di luar, kegiatan upacara bisa terdampak," jelas dia. 

Komik Si Calus : Polusi Udara - (Republika/Daan Yahya)

 

Lewat konferensi pers di Kantor Dinkes DKI Jakarta, Rabu (16/8/2023), pihak Dinkes DKI Jakarta menyatakan, bahwa masalah polusi udara atas dampaknya terhadap kesehatan masyarakat dinilai belum darurat saat ini. Hal itu dilihat dari tren kasus penyakit yang dialami warga atas dampak polusi udara yang tidak mengalami peningkatan.  

"Terkait penyakit yang timbul akibat polusi udara, kalau lihat data sih sejauh ini belum masuk kategori darurat, karena tren jumlah penyakit enggak naik drastis tapi naik turun," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinkes DKI Jakarta Ani Ruspitawati.

Ani mengungkapkan, berdasarkan data yang dimilikinya, jumlah penyakit yang berkaitan dengan masalah polusi udara mencapai seratusan ribu per bulan. Angka itu dinilai bergerak fluktuatif, namun dinilai tidak ada lonjakan.  

"Kalau dari data, untuk ISPA (infeksi saluran pernafasan akut) sendiri di DKI Jakarta tahun 2023 ini rata-rata kasus ISPA sekitar 146 ribu kasus per bulan. Pola ini kurang lebih sama dengan kondisi sebelum Covid-19 tahun 2018-2019," jelas dia. 

Penyakit itu, lanjut Ani, tidak hanya dipengaruhi oleh masalah polusi udara, tetapi juga perubahan iklim. Sehingga perubahan cuaca yang terbilang terjadi rutin tiap tahun menguatkan nilai ketidakdaruratan masalah polusi udara terhadap kesehatan. 

Kendati menilai tidak darurat, Ani mengatakan bahwa pihaknya melakukan sejumlah upaya antisipasi atau pencegahan atas peningkatan penyakit yang berhubungan dengan polusi udara. 

"Pemantauan data kita tindaklanjuti dengan terus memberikan edukasi kepada masyarakat. Jadi tetap tidak dibiarkan meskipun secara kasus kami tidak menganggap itu sebagai suatu kedaruratan," tutur dia.

Guna mengatasi masalah buruknya kualitas udara Jakarta, Pj Gubernur Heru Budi Hartono, sebelumnya mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengkaji efektivitas sistem "4 in 1". 

 

"Iya, (usulan 4 in 1) nanti dibahas, sekitar dua minggu lagi (pembahasan itu digelar)," kata Heru di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Selasa (15/8/2023).

Heru juga mengaku belum mengetahui pasti apakah penerapan sistem "4 in 1" ini akan efektif dalam rangka mengurangi polusi di Jabodetabek, terkhusus DKI Jakarta. Pembahasan tersebut mengingat 50 persen penyumbang terbesar, kata Heru yang mengakibatkan kualitas udara di Jakarta buruk adalah polusi dari transportasi. 

"Masih dibahas, saya belum bisa (memberikan keterangan) detail seperti itu," ujar Heru.

Polusi sebabkan lebih banyak kematian dibanding covid-19. - (republika)

 

 
Berita Terpopuler