Varian Botswana: Efektivitas Vaksin Bisa Turun 40 Persen

Varian Botswana diprediksi bisa turunkan efektivitas vaksin hingga 40 persen.

Pixabay
Ilustrasi Covid-19. Varian Botswana alias varian B.1.1.529 memiliki 32 mutasi yang dinilai mengkhawatirkan dan bisa menurunkan efektivitas vaksin Covid-19.
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Varian SARS-CoV-2 baru memiliki banyak mutasi pada bagian spike protein-nya. Ahli menilai, mutasi membuat virus penyebab Covid-19 ini lebih mudah menginfeksi orang yang sudah divaksinasi dan berpotensi menurunkan proteksi vaksin hingga 40 persen.

Varian yang disebut sebagai B.1.1.529 itu merupakan varian yang paling berkembang dengan total 50 mutasi. Sebanyak 32 mutasi di antaranya dinilai mengkhawatirkan.

Beberapa ahli membandingkan varian B.1.1.529 dengan varian beta yang ditemukan pertama kali di Afrika Selatan pada 2020 akhir. Varian beta diketahui dapat menurunkan efikasi vaksin Covid-19 sebanyak 30-40 persen.

Direktur Rosalind Franklin Institute, Prof James Naismith, menilai varian B.1.1.529 hampir pasti akan membuat vaksin menjadi kurang efektif. Alasannya, varian ini tampak mirip dengan varian lain bernama B.1.1.

"Tampaknya varian ini menyebar lebih cepat, tapi kita belum mengetahui itu," jelas Prof Naismith.

Baca Juga

Varian B.1.1.529 pertama kali ditemukan di Botswana. Setelah itu, varian baru itu juga ditemukan di Afrika Selatan, Hong Kong, dan yang terbaru di Israel.

Dalam beberapa hari terakhir, Afrika Selatan telah mengalami peningkatan kasus yang signifikan. Kasus Covid-19 akibat varian B.1.1.529 telah meningkat tiga kali lipat dibandingkan saat pertama kali ditemukan.

Kasus varian B.1.1.529 di Hong Kong ditemukan pada seorang warga yang baru saja berkunjung dari Afrika Selatan. Sedangkan kasus di Israel ditemukan pada warga yang telah melakukan perjalanan ke Malawi. Temuan di Israel ini mengindikasikan bahwa varian B.1.1.529 mungkin sudah menyebar di sepanjang Afrika.

Sudah divaksinasi, orang masih bisa kena Covid-19. - (Republika)

Penasihat medis UK Health Security Agency, Dr Susan Hopkins, mengatakan angka reproduksi Covid-19 (R rate) di Provinsi Gauteng, Afrika Selatan, sudah menyentuh angka 2. Gauteng merupakan wilayah di mana terbentuknya klaster varian B.1.1.529.

Sekitar 80 persen dari hasil positif tes Covid-19 di Provinsi Gauteng berkaitan dengan varian B.1.1.529. Temuan tersebut dinilai dapat menjelaskan pertumbuhan infeksi yang eksponensial.

Angka reproduksi tersebut dinilai cukup tinggi. Dr Hopkins mengatakan, angka reproduksi tersebut sama dengan angka reproduksi yang dimiliki Inggris sesaat sebelum menjalani lockdown pertama pada 2020.

"Varian ini memiliki beragam mutasi berbeda, ada sekitar 30 mutasi berbeda yang tampak relevan, itu dua kali lebih ebsar dibandingkan yang dimiliki Delta," ungkap Dr Hopkins, seperti dilansir The Sun, Jumat.

Dr Hopkins mengatakan, sebagian mutasi yang dimiliki varian B.1.1.529 sudah pernah terlihat sebelumnya. Akan tetapi, sebagian lainnya merupakan mutasi baru yang belum pernah diketahui peneliti.

"Jadi kami tidak tahu bagaimana mereka berinteraksi secara umum," timpal Dr Hopkins.

Total kasus varian B.1.1.529 saat ini masih di bawah 100 kasus. Akan tetapi , karena mutasinya yang kompleks, banyak ahli merasa khawatir terhadap kemunculan B.1.1.529.

"Para ilmuwan kami sangat mengkhawatirkan varian ini," ungkap Menteri Kesehatan Inggris Sajid Javid.

Menurut Javid, varian B.1.1.529 memiliki risiko bagi kesehatan masyarakat. Selain itu, dia juga menyebut varian baru ini memiliki kemungkinan besar untuk menyebar ke negara-negara lain.

"Kami belum mendeteksi varian baru ini di Inggris saat ini, tapi kami pastikan bahwa kami akan mengambil tindakan untuk melindungi kemajuan (penanggulangan Covid-19) yang sudah kami buat," ungkap Javid.

Sejauh ini, varian B.1.1.529 baru ditemukan di empat negara. Meski begitu, Inggris telah menerbitkan aturan pelarangan penerbangan baru dari enam negara, yaitu Afrika Selatan, Namibia, Lesotho, Eswatini, Zimbabwe, dan Botswana.

 
Berita Terpopuler