WHO Gelar Pertemuan Istimewa Bahas Varian Botswana

Varian Botswana dikenal juga dengan varian B.1.1.529.

EPA
Salah seorang pejabat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Maria Van Kerkhove menyebut pihaknya belum mengetahui banyak informasi mengenai varian baru virus penyebab Covid-19 yang muncul di Botswana.
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggelar pertemuan istimewa menyusul kemunculan varian SARS-CoV-2 baru, B.1.1.529, sebagai virus penyebab Covid-19. Banyaknya mutasi pada spike protein B.1.1.529 dikhawatirkan dapat memengaruhi efektivitas vaksin dan pengobatan Covid-19 saat ini.

Varian B.1.1.529 pertama kali ditemukan di negara Afrika Selatan, Botswana, dengan jumlah kasus yang kecil. Meski begitu, varian B.1.1.529 memiliki potensi mengkhawatirkan karena ada 32 mutasi pada spike protein virus, yaitu bagian yang akan membuat virus menempel dengan sel di dalam tubuh manusia.

Berkenaan dengan ini, WHO menggelar sebuah pertemuan istimewa pada Jumat (26/11). Dalam pertemuan ini, WHO akan berdiskusi mengenai potensi dampak varian B.1.1.529 terhadap vaksin dan terapi pengobatan Covid-19 yang sudah ada saat ini.

"Kami belum mengetahui banyak (informasi) mengenai varian ini,," jelas Technical Lead untuk Covid-19 WHO Dr Maria Van Kerkhove, seperti dilansir CNBC, Jumat.

Dr Kerkhove mengatakan satu hal yang sudah diketahui dari varian baru ini adalah jumlah mutasi pada bagian spike protein-nya. Menurut Dr Kerkhove, jumlah varian yang sangat banyak ini bisa memengaruhi perilaku atau sifat virus.

Sejauh ini, varian B.1.1.529 diketahui memiliki beberapa mutasi yang berkaitan dengan peningkatan resistensi antibodi, sehingga berpotensi dapat menurunkan efektivitas vaksin Covid-19. Varian ini juga memiliki mutasi yang secara umum dapat membuat virus menjadi lebih mudah menular.

Mutasi-mutasi lain yang ada pada varian B.1.1.529 belum pernah terlihat sebelumnya. Oleh karena itu, peneliti belum bisa mengetahui apakah mutasi-mutasi lain yang juga dimiliki varian ini memiliki pengaruh signifikan dan dapat memicu perubahan perilaku virus atau tidak.

Berdasarkan data yang ada saat ini, varian B.1.1.529 menyebar dengan cepat di Provinsi Gauteng, Afrika Selatan. Penyebaran yang cepat ini "didukung" oleh tingginya mobilitas warga dari dan ke wiayah Gauteng.

"Hanya tinggal menghitung hari atau pekan sampai kita melihat (peningkatan kasus Covid-19)," ujar Menteri Kesehatan Afrika Selatan Joe Phaahla.

Baca Juga

Saat ini, varian B.1.1.529 juga sudah terdeteksi di Botswana. Ada pula satu kasus yang terdeteksi di Hong Kong, melibatkan pasien yang baru saja melakukan perjalanan ke Afrika Selatan.

"Saat ini, peneliti sedang bekerja sama untuk memahami di mana mutasi ini berada pada spike protein dan situs pembelahan furin, dan apa kemungkinan maknanya bagi diagnosis, terapi, atau vaksin kita," ujar Dr Kerkhove.

Virus Evolution Working Group dari WHO akan menentukan apakah varian B.1.1.529 akan menjadi variant of interest atau variant of concern. Setelah itu, WHO akan memberikan nama baru untuk varian tersebut menggunakan nama Yunani.

Pemantauan terhadap varian B.1.1.529 dilakukan seiring mulai kembali meningkatnya kasus Covid-19 di berbagai negara menjelang momen libur panjang. WHO mengatakan saat ini hot spot Covid-19 tersebar di berbagai wilayah, khususnya Eropa.

Menyusul temuan varian baru ini, Inggris mengambil tindakan untuk melarang penerbangan dari enam negara Afrika. Keenam negara tersebut adalah Afrika Selatan, Namibia, Lesotho, Eswatini, Zimbabwe, dan Botswana.

Alami 32 mutasi

Berdasarkan penelitian, varian B.1.1.529 memiliki 32 mutasi pada bagian spike protein. Mutasi-mutasi ini dapat memengaruhi kemampuan virus untuk menginfeksi sel, menyebar, dan menghindari sel imun.

"Mutasi spike yang sangat amat tinggi mengindikasikan bahwa ini dapat menjadi kekhawatiran nyata," jelas ahli virologi Dr Tom Peacock dari Imperial College London, seperti dilansir The Guardian.

Menurut Dr Peacock, karena memiliki banyak mutasi, varian B.1.1.529 perlu dipantau dengan ketat. Terlepas dari itu, Dr Peacock berharap varian ini tidak memicu timbulnya klaster baru yang menular dengan mudah.

"Saya harap seperti itu kasusnya," ungkap Dr Peacock.

 
Berita Terpopuler