DPR Optimistis Judicial Review UU Pilkada Sia-Sia

Jumat , 03 Jun 2016, 18:05 WIB
Ketua DPR Ade Komarudin (kanan)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua DPR Ade Komarudin (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR RI optimistis pengajuan judicial review atas Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) akan sia-sia. Meski begitu, Ketua DPR RI Ade Komaruddin mengatakan, siapa pun berhak mengajukan judicial review atas UU Pilkada jika merasa dirugikan.

Beberapa pasal memang masih mendapat perdebatan. Salah satu yang menjadi perdebatan adalah pasal yang mewajibkan anggota DPR, DPD, dan DPRD mundur sejak ditetapkan menjadi calon kepala daerah.

Menurut pria yang akrab disapa Akom itu, Mahkamah Konstitusi (MK) pasti tidak akan meladeni pengajuan judicial review terkait pasal harus mundur tersebut. Sebab, MK memiliki dasar yurisprudensi pada putusan MK sebelumnya.

"MK tidak akan meladeni judicial review karena itu referensinya yurisprudensi putusan MK yang dulu," ujarnya, di Kompleks Parlemen Senayan, Jumat (3/6).

Akom menambahkan, hal yang sama juga terjadi dengan sistem pemilihan yang menganut proporsional terbuka. Kalau ada pihak yang ingin mengajukan judicial review atas sistem proporsional terbuka untuk dikembalikan menjadi sistem proporsional tertutup, hal itu juga sia-sia. Sama seperti judicial review untuk pasal anggota DPR, DPD, dan DPRD harus mundur.

Politikus Partai Golkar ini mengatakan, banyak guru besar bidang hukum mengeluh soal putusan MK. Guru besar tersebut banyak yang menjadi tim penyusun undang-undang, tetapi hasil UU yang mereka buat dibatalkan MK akibat judicial review.

Dalam hal ini, kata Akom, bukan bicara soal kompetensi personal, tetapi berbicara dengan dasar konstitusi bernegara. Judicial review dibolehkan untuk memberi ruang kepada pihak yang merasa dirugikan akibat diberlakukannya suatu UU. "Sepanjang konstitusi belum berubah, kita tidak boleh protes pada konstitusi yang mengatur itu," tegasnya.