Kematian Bocah 13 Tahun di Padang, Komnas HAM: Ada Dugaan Pelanggaran HAM oleh Polisi

Komnas HAM menerima langsung pengaduan dari LBH Padang yang mewakili korban.

Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah massa aksi menggelar unjuk rasa di Jakarta, Senin (17/9/2023), terkait dugaan pelanggaran HAM dan intimidasi yang dilakukan pihak kepolisian kepada warga Air Bangis, Pasaman Barat.
Rep: Bambang Noroyono Red: Mas Alamil Huda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menduga ada pelangggaran HAM dalam kasus kematian korban anak AM (laki-laki 13 tahun) di Padang, Sumatra Barat (Sumbar). Komnas HAM menilai adanya perilaku brutal dan tindakan tak proporsional yang diduga dilakukan oleh satuan Sabhara Polda Sumbar dalam melakukan kegiatan patroli, pencegahan, ataupun usaha mengantisipasi aksi tawuran yang berujung pada tewasnya anak AM dan melukai belasan anak lainnya.

Baca Juga

“Kalau melihat dari pengaduan oleh LBH Padang ini, kami melihat memang ada dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh kepolisian. Terutama dalam memberikan akses keadilan terhadap korban,” begitu kata Komisioner Komnas HAM Hari Kurniawan di Kantor Komnas HAM, di Jakarta, Selasa (25/6/2024).

Komnas HAM, pada Selasa (25/6/2024), menerima langsung pengaduan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang sebagai tim advokasi keluarga korban anak AM. Dalam pengaduan tersebut, semula LBH Padang akan membawa serta kedua orang tua dan anggota keluarga korban anak AM. Akan tetapi untuk keamanan, LBH Padang datang sendiri mewakili keluarga korban anak AM, serta korban anak lainnya, inisial W (13) yang juga turut ditangkap kepolisian dan mendapatkan penyiksaan.

Hari menerangkan, dari pengaduan yang diterima Komnas HAM, aksi brutal Sabhara Polda Sumbar berawal dari kegiatan patroli yang dilakukan pada Ahad (9/6/2024) malam sampai subuh di Kota Padang. Kegiatan rutin kepolisian tersebut sebetulnya mengantisipasi atau pencegahan pada aksi-aksi anarkistis.

Dari patroli tersebut, pihak kepolisian dikatakan mendapatkan informasi adanya rencana sejumlah pelajar yang akan melakukan aksi tawuran. Selanjutnya, kata Hari, terjadi peristiwa nahas tersebut. “Disinyalir terjadi tawuran. Tetapi ini (tawurannya) kan tidak terjadi. Artinya kepolisian tidak boleh melakukan kekerasan terhadap korban,” begitu kata Hari.

Menurut dia, karena kabar tawuran tersebut memang terbukti tak terjadi, maka semestinya, menurut Komnas HAM, kepolisian seharusnya melakukan pembubaran dengan cara-cara yang lebih humanis dan proporsional. Apalagi, kata Hari, dalam pengaduan LBH Padang, yang diduga akan melakukan aksi tawuran tersebut berjumlah 42 orang yang semuanya adalah dalam kategori hukum anak-anak.

Akan tetapi, kata dia, yang dilakukan oleh satuan Sabhara Polda Sumbar malah melakukan pembubaran dengan cara-cara yang brutal dan sadis, serta tak proporsional. Yaitu dengan melakukan ragam kekerasan, seperti pemukulan-penendangan, sampai dengan penangkapan terhadap 18 anak-anak yang berlanjut dengan aneka penyiksaan, berupa jalan jongkok, penyetruman, sundutan api rokok yang berujung pada dugaan penyebab kematian tak wajar dialami korban anak AM, serta luka-luka pada korban lainnya. “Ada tindakan ketidaksewenang-wenangan dari pihak kepolisian,” begitu sambung Hari.

Dari penjelasan LBH Padang, kata Hari, dengan menyertakan bukti-bukti hasil autopsi juga teridentifikasi kematian tak wajar korban anak AM yang mengalami luka-luka lebam pada bagian pipi, serta patahnya tulang di bagian paru-paru. “Kami (Komnas HAM) sangat menyesalkan dan menyayangkan kejadian ini dilakukan oleh polisi. Maka, kami minta Polda Sumatra Barat maupun Polri harus mengusut tuntas secara seadil-adilnya kasus ini. Dan Komnas HAM akan memantau, mengawasi kasus ini,” ujar Hari.

Polisi tidak kooperatif. Baca di halaman selanjutnya.

 

Komnas HAM, kata Hari, melalui Perwakilan Komnas HAM Sumbar sudah mengirimkan surat permintaan keterangan kepada pihak Polda Sumbar dan Polresta Padang sebagai pembanding atas laporan LBH Padang. Akan tetapi, kata Hari, dua otoritas aparat keamanan wilayah tersebut tak memberikan respons yang kooperatif.

“Kami berharap pihak Polda Sumatra Barat dan juga Polrestabes Kota Padang, bisa transparan dan terbuka, serta lebih mendahulukan prinsip-prinsip keadilan dalam penyelidikan maupun penyidikan atas kematian korban anak AM ini, dan juga penyiksaan terhadap korban-korban lainnya,” begitu ujar Hari.

Komisioner Komnas HAM Putu Elvina menambahkan, tewasnya korban anak AM, serta korban penyiksaan anak-anak lainnya yang diduga dilakukan oleh pihak kepolisian di Kota Padang kali ini semestinya menjadi bahan introspeksi serius dan evaluasi menyeluruh bagi institusi Polri. Terutama dikatakan dia, dalam Polri menyikapi situasi yang tak terbukti memunculkan kekerasan seperti tawuran yang dilakukan sekelompok anak-anak pelajar. Menurut Elvina, memang menjadi tugasnya pihak kepolisian dalam mencegah terjadinya aksi-aksi kenakalan remaja seperti tawuran.

Akan tetapi dalam upaya pencegahan tersebut, tak semestinya dilakukan dengan cara-cara yang malah memicu terjadinya kekerasan, apalagi sampai memunculkan kematian. “Sayangnya ini terjadi. Yang terjadi ketika mereka (anak-anak) ditangkap secara sewenang-wenang, dan proses-proses penangkapannya oleh kepolisian juga dilakukan dengan cara-cara kekerasan. Bahkan ada indikasi kekerasan yang dilakukan oleh kepolisian yang diduga menyebabkan korban kematian,” begitu ujar Elvina.

“Kalau belum ada indikasi, maka pembubaran yang dilakukan oleh kepolisian, seharusnya dilakukan secara tertib, dan humanis. Itu harus diprioritaskan. Apalagi ini menyangkut anak-anak,” begitu sambung Elvina.

Koordinator LBH Padang Diki Rafiqi yang menyampaikan langsung laporannya kepada Komnas HAM, mengatakan, terkait dengan tawuran tersebut, hanya penilaian sepihak dari kepolisian. Kata dia, di Kota Padang tak ada tradisi tawuran. “Sebulan sekali itu belum tentu ada,” begitu kata dia.

Pun, kata Diki, terkait dengan korban anak AM, tak sekalipun punya riwayat terlibat dalam aksi-aksi baku hantam antarpelajar maupun antarsekolah. “Dari keterangan saksi A, bahwa dia bersama AM ini memang berboncengan menggunakan motor. Lalu ditendang oleh patroli polisi karena dituduh akan melakukan tawuran,” begitu ujar Diki.

Anak AM ditemukan tewas di bawah Jembatan Kuranji, di Kota Padang, pada Ahad (9/6/2024) siang. Sebelum ditemukan meninggal dunia, disebutkan korban AM diduga sempat mengalami penyiksaan oleh anggota kepolisian setempat.

Pada Ahad (9/6/2024) subuh, personel kepolisian dari Sabhara Polda Sumbar melakukan patroli dan mendapati korban anak AM yang berboncengan dengan A. Patroli tersebut dikatakan terkait dengan adanya aksi tawuran pelajar. Sebanyak 42 pelajar, disebut akan melakukan aksi tawuran tersebut. Dan dari patroli itu kepolisian menangkap 18 anak-anak. Sebanyak 17 yang ditangkap dikembalikan kepolisian ke pihak keluarga dengan kondisi luka-luka.

 
Berita Terpopuler