Beda dengan Kapolda, Ini Kejanggalan Kematian Anak 13 Tahun di Padang Versi LBH

LBH mengaku menemukan adanya tanda-tanda luka dan kekerasan terhadap korban AM.

Antara/Jafkhairi
Garis Polisi (ilustrasi)
Rep: Bambang Noroyono Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang membantah pernyataan Kapolda Sumatera Barat (Sumbar) Irjen Suharyono tentang anak AM (laki-laki 13 tahun) tewas lantaran nekat melompat ke sungai.

Direktur LBH Padang Indira Suryani menegaskan, timnya memiliki bukti-bukti dokumentasi, hasil autopsi, dan kesaksian korban hidup yang ditangkap oleh Sabhara Polda Sumbar saat subuh nahas pada Ahad (9/6/2024).

Indira mengatakan, pernyataan Kapolda tentang tak ada penyiksaan terhadap korban AM, tak sesuai dengan temuan fakta ragam luka-luka pada jenazah.

“Kami menolak tegas penyampaian Kapolda itu. Kami menemukan adanya tanda-tanda luka-luka dari kekerasan dan penyiksaan yang dilakukan terhadap korban AM, dan anak-anak lainnya,”  kata Indira melalui pernyataan resmi LBH Padang yang diterima wartawan di Jakarta, Senin (24/6/2024).

LBH Padang, kata Indira akan terus melakukan advokasi terhadap keluarga korban anak AM, dan anak-anak korban penyiksaan lainnya. Pun dikatakan Indira, jika disebut oleh Kapolda tak ada penyiksaan, maka tanda tanya paling umum atas kasus tersebut, tentang dari mana asalnya luka-luka lebam, dan luka-luka bakar yang dialami oleh para korban anak-anak yang selamat tersebu?

Karena, menurut Indira, jika pun para korban tersebut ada melakukan dugaan tindak pidana, dan dilakukan penangkapan, tak semestinya otoritas kepolisian melampiaskan penyiksaan.

“Bagaimana kami, dan masyarakat bisa percaya apa yang disampaikan Kapolda bahwa tidak ada penyiksaan. Karena dokumentasi foto-foto korban, dan keterangan anak-anak korban lainnya mereka mengalami penyiksaan? Dan setahu kami (LBH) dalam penegakan hukum, tidak ada prosedur yang melegalkan penyiksaan. Hukum yang berlaku di Indonesia, mengharamkan adanya tindakan-tindakan penyiksaan terhadap siapapun,” kata Indira.

Menurut Indira, alih-alih melakukan pengusutan di internal anggotanya atas perbuatan penyiksaan tersebut, Kapolda Sumbar malah menyampaikan hal-hal yang ironi. Di antaranya, kata Indira, pernyataan Kapolda  akan mengambil tindakan terhadap pelaku-pelaku yang memviralkan di media sosial (medsos) tentang kasus kematian anak AM tersebut.

Menurut Indira, penyampaian, serta tindakan otoritas tertinggi kepolisian di Sumbar itu, malah semakin membuat kasus kematian anak AM tersebut semakin ditutup-tutupi. “Dalam keterangan Kapolda itu juga semakin menguatkan kecurigaan kami, bahwa ada yang salah dan ditutup-tutupi oleh pihak kepolisian dalam kasus ini,” begitu kata Indira.

Baca Juga

“Bukannya fokus pada permasalahan utama meninggalnya korban anak AM dengan mengusut pelaku yang diduga dari internal anak buahnya sendiri, Kapolda malah sibuk mencari-cari kesalahan pihak lain dengan upaya mengkriminalisasi pihak-pihak yang ingin kasus ini terungkap,” ujar Indira.

Bahkan kata Indira, dari pihak keluarga korban anak AM, sudah mendapatkan intimidasi dengan adanya pihak yang mendatangi untuk memeriksa HP. “Kami juga mendapatkan informasi bahwa malam tadi (23/6/2024) paman korban didatangi oleh orang yang mengaku wartawan, dan memaksa untuk melihat isi HP paman korban untuk mengecek video, dan mengatakan ‘jangan coba-coba melawan polisi, karena susah melawan polisi’,” kata Indira.

Atas situasi tersebut, kata Indira, LBH Padang, dan pihak keluarga meminta agar otoritas pusat turut ambil bagian melakukan investigasi, serta pengawasan terkait pengusutan kasus penyebab kematian anak AM tersebut. “Kami mendesak agar Bapak Kapolri memberikan atensi atas kasus ini. Berikanlah keadilan untuk korban,” kata Indira.

Anggota LBH Padang Diki menambahkan, tim advokasi keluarga korban, pada Selasa (25/6/2024) dijadwalkan akan melakukan audiensi dan pelaporan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait kasus kematian anak AM tersebut.

“Selain akan ke Komnas HAM, kami juga akan melaporkan kasus ini ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), karena ada korban-korban anak lainnya yang juga diduga mengalami penyiksaan,” kata Diki kepada Republika.

Ia mengatakan, LBH Padang, juga saat ini sedang mencari peluang untuk bisa melaporkan kasus tersebut langsung ke Mabes Polri dan Divisi Propam Mabes Polri. Pelaporan ke Mabes Polri dan Divisi Propam Polri itu dengan melihat konstruksi kasus tersebut yang melibatkan anggota serta personel kepolisian yang diduga menjadi pelaku penyiksaan.

“Kami rencananya hari Kamis, atau Jumat bisa bertemu dengan Pak Kadiv Propam di Mabes Polri. Tetapi kami belum dapat memastikan, karena sedang mencari akses untuk bisa bertemu langsung,” begitu kata Diki.

Anak AM ditemukan tewas di bawah Jembatan Kuranji, di Kota Padang, pada Ahad (9/6/2024) siang. Sebelum ditemukan meninggal dunia, disebutkan korban AM diduga sempat mengalami penyiksaan oleh anggota kepolisian setempat.

Pada Ahad (9/6/2024) subuh personel kepolisian dari Sabhara Polda Sumbar melakukan patroli dan mendapati korban anak AM yang berboncengan dengan A. Patroli tersebut dikatakan terkait dengan adanya aksi tawuran pelajar.

Sebanyak 18 pelajar, dikatakan akan melakukan aksi tawuran tersebut. Dan dari 17 yang ditangkap, dikembalikan kepolisian ke pihak keluarga dengan kondisi luka-luka.

Kapolda Sumbar Irjen Suharyono dalam penyampaian ke media kemarin (23/6/2024) membantah personelnya melakukan penyiksaan terhadap korban anak AM, dan anak-anak yang ditangkap lainnya. Kapolda menduga, AM mengalami luka-luka lebam akibat terjun ke sungai saat dikejar oleh satuan Sabhara.

“Saat terjadi pengejaran, ada upaya korban melompat dari motor ke sungai. Dan itu berdasarkan kesaksian dari Aditia (A) saat kita periksa,” kata Kapolda.

“Bahwa kesaksian Aditia, bahwa memang almarhum Afif Maulana (AM) berencana masuk ke sungai, menceburkan diri ke sungai,” kata Irjen Suharyono.

Dalam pernyataan sebelumnya, Kapolda mengaku bertanggungjawab atas penyelidikan kematian korban anak AM tersebut. Ia berjanji untuk melakukan pengusutan. Dari proses pengungkapan, kata Suharyono internal Polda Sumbar sudah memeriksa sebanyak 40 orang saksi.

Termasuk 30 saksi di antaranya, adalah para personel satuan Sabhara Polda Sumbar yang melakukan patroli dalam usaha pencegahan aksi tawuran antara pelajar di Kota Padang. Dan dari patroli tersebut, kata Suharyono, tim Sabhara memang menemukan bukti-bukti akan dilakukan tawuran tersebut.

 
Berita Terpopuler