Banyak Hoaks Nyamuk Wolbachia, Peneliti Ungkap Bukti Keberhasilan Tekan Kasus DBD

Pelepasan nyamuk wolbachia sebagai pelengkap upaya mengatasi DBD.

REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Jentik nyamuk yang sudah disuntikkan bakteri Wolbachia di Kantor Dinkes Kota Bandung, Bandung, Jawa Barat, Senin (13/11/2023).
Rep: Santi Sopia Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta berencana melakukan penyebaran telur nyamuk Wolbachia di beberapa wilayah di Indoneisa. Hal ini sebagai bentuk intervensi menekan angka kasus demam derdarah dengue (DBD).

Baca Juga

Namun, muncul pro dan kontra di masyarakat, bahkan banyak informasi yang merupakan hoaks. Menurut Peneliti riset nyamuk berwolbachia di Yogyarakta, dari Universitas Gadjah Mada sekaligus anggota WMP dr Riris Andono Ahmad MPH PhD, saat ini muncul disinformasi atau informasi salah yang sistematik terkait nyamuk wolbachia.

“Yang beredar saat ini banyak disinformasi yang sangat sistematik. Soal nyamuk bionik, penyakit itu tidak terkait sama sekali dengan nyamuk wolbachia,” kata dr Riris dalam acara bersama Ikatak Dokter Indonesia (IDI), Senin (20/11/2023).

Upaya pelepasan nyamuk wolbachia ini hanya sebagai pelengkap dari berbagai langkah lain dalam upaya mengatasi DBD. Ini tentunya sudah dipastikan aman bagi manusia, hewan maupun lingkungan.

Penelitian yang dilakukan di Yogyakarta, menurut dr Riris, juga melibatkan daftar ahli top ilmuwan di Indonesia. Kemudian penelitian di Indonesia juga ditetapkan sebagai gold standard atau bukti ilmiah terbaik rekomendasi AIPI dan WHO VCAG.

“Ada reduksi 77 persen jauh lebih tinggi dibandingkan hipotesis kami 50 persen, reduksi mampu menurunkan kebutuhan rawata rumah sakit sampai 86 persen,” kata dia.

Bahkan dari hasil studi tersebut dan hasil di beberapa negara lain yang menerapkan teknologi WMP, teknologi Wolbachia untuk pengendalian Dengue telah direkomendasikan oleh WHO Vector Control Advisory Group sejak 2021.

Penelitian di negara lain soal wolbachia ini juga memberikan gambaran yang sama, bahwa intervensi pelepasan nyamuk wolbachia mampu menekan kasus dengue, misalnya di atas 90 persen.

Peneliti melihat sebelum dilakukan....

 

Sementara di Yopgyakarta, peneliti melihat bahwa sebelum dilakukan intervensi dengan wolbachia, fluktuasi angka kejadian dengue setempat sangat tinggi dengan angka 50 per 100 ribu penduduk. Tetapi pada 2017 ketika pelepasan nyamuk wolbachia di seluruh kota dilakukan, maka fluktuasinya jauh lebih rendah atau relatif lebih datar, meski ada fluktuasi, tapi secara rata-rata angka kasus demam berdarah jauh lebih rendah dibandingkan 30 tahun sebelumnya,

“Jadi dampaknya signifikan karena sekarang kasusnya jauh leih rendah dibanding melihat seluruh kasus selama 30 tahun. Memang akan tetap ada kasus dengue karn bisa saja ada orang tertular di wilayah lain datang ke kota Yogya, bisa ada kasus 1-2 penularan lokal tapi kalau meluhat jumlah kasusnya jauh lebih kecil. Dan ini memberikan harapan mencapai eliminasi dengue di kota Yogyakarta,” ujar dia.

Kebutuhan fogging dari Dinas Kesehatan juga jauh lebih rendah setelah adanya intervensi. Sehingga tentu intervensi wolbachia bisa membuat penghematan anggaran.

Saat nyamuk jantan dengan wolbachia kawin dengan nyamuk betina tanpa wolbachia maka telurnya tidak akan menetas, namun bila nyamuk betina ber-Wolbachia kawin dengan jantan tidak dengan wolbachia seluruh telurnya akan menetas. Selanjutnya bila nyamuk betina dengan wolbachia kawin dengan nyamuk jantan dengan Wolbachia maka keturunannya semua akan menetas dan mengandung wolbachia.

 

Soal kekhawatiran sebagian masyarakat yang menyebut bahwa wolbachia bisa menginfeksi ke tubuh manusia dengan tegas Riris mengatakan bahwa Wolbachia tidak menginfeksi manusia dan tidak terjadi transmisi horizontal terhadap spesies lain bahkan Wolbachia tidak mencemari lingkungan biotik dan abiotik. Kesimpulannya bahwa pelepasan nyamuk Aedes aegypti mengandung wolbachia masuk pada risiko sangat rendah, dimana dalam 30 tahun ke depan peluang peningkatan bahaya dapat diabaikan.

 
Berita Terpopuler