Ditantang Tes DNA, Bagaimana Metode Pencatatan Nasab Keturunan Nabi di Indonesia?

Maktab Daimi lembaga otonom untuk memelihara silsilah keturunan Rasulullah.

istimewa
Rabithah Alawiyah menggelar acara halal bi halal menyambut hari raya Idul Fitri 1443 H
Rep: Fuji Eka Permana Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Polemik antara nasab habaib Pendiri Pondok Pesantren Tajul Alawiyin Bogor Habib Bahar bin Smith dengan Rhoma Irama kembali bergulir. Habib Bahar mengecam Rhoma Irama yang menceritakan pengalamannya ceramah bersama seorang habib. Di mana, menurut Rhoma Irama, habib itu menyampaikan tidak mengapa ada habib yang maksiat karena kemuliaan nasab atau keturunannya yang bersambung ke Rasulullah.

Baca Juga

Terkait hal itu, Habib Bahar meminta Rhoma Irama untuk tidak membuat fitnah. Saat berbicara di depan masyarakat, Habib Bahar mengajak jamaahnya untuk tidak percaya dengan pernyataan Rhoma Irama.

Dalam video podcastnya, Rhoma Irama juga mengaku setuju perlu diadakan tes DNA kepada kelompok Ba'awali untuk membuktikan mereka benar-benar keturunan Nabi Muhammad. Sayangnya, ujar Rhoma, sekelompok habaib menolak ide tes itu. Terlepas dari polemik kedua tokoh tersebut, bagaimana sebenarnya pencatatan nasab alawiyyin bermula? 

Penyanyi dangdut Rhoma Irama menggunakan hak suaranya di TPS 069, yang berlokasi di SMP Negeri 141 Jakarta Selatan, Jl. Pondok Jaya VIII No.15B, RT.8/RW.6, Pela Mampang, Kec. Mampang Prpt., Kota Jakarta Selatan, Rabu (14/2/2024). - (Republika/Umi Nur Fadhilah)

Sejarah pencatatan nasab alawiyyin telah dimulai oleh Syekh Ali bin Abubakar Al-Sakran pada abad ke-15 Masehi. Pencatatan nasab alawiyyin juga dilakukan Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad dengan bantuan pendanaan dari raja-raja India. Beliau memerintahkan untuk melakukan pencatatan alawiyyin di Hadramaut pada abad ke-17 masehi.

Pada akhir abad ke-18, Sayyid Ali bin Syekh bin Muhammad bin Ali bin Shihab juga melakukan pencatatan alawiyyin. Sehingga terkompilasi dalam buku nasab sebanyak 18 jilid. Pencatatan nasab paling akhir dilakukan oleh mufti Hadramaut, Habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur pada akhir abad ke-19 masehi. Kemudian, dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Sayyid Ali bin Abdurrahman Al-Masyhur. Hasilnya terkumpul dalam tujuh buku nasab dari Hadramaut.

Ketika Habib Alwi bin Thahir Al-Haddad mendirikan Rabithah Alawiyah, beliau berinisiatif untuk melakukan pencatatan alawiyyin yang ada di Indonesia. Kemudian, Rabithah Alawiyah resmi membentuk Maktab Daimi pada 10 Maret 1932. Maktab Daimi merupakan lembaga otonom yang mempunyai tugas memelihara sejarah dan silsilah keturunan Nabi Muhammad SAW.

Tujuan Maktab Daimi dibentuk untuk mencatat sejarah dan silsilah alawiyyin yang tersebar di Indonesia. Sehingga, sejarah dan silsilah alawiyyin tetap lestari dan terjaga. Maktab Daimi sendiri mempunyai metode untuk mengetahui nasab seseorang. Apakah orang tersebut masih garis keturunan Nabi Muhammad SAW atau bukan.

Baca di halaman selanjutnya...

Ketua Maktab Daimi Rabithah Alawiyah (Tahun 2017), Ustaz Ahmad bin Muhammad Alatas mengatakan, setiap orang yang ingin mengetahui silsilah nasabnya harus mengajukan permohonan kepada Maktab Daimi. Nantinya, pemohon akan mengisi formulir yang sudah tersedia. Pemohon juga harus menyebutkan silsilah nasabnya sampai kakek kelimanya.

"Setelah dicatat dengan benar (nama kakeknya), kita akan mengecek pada buku-buku besar (buku silsilah nasab) yang kita miliki," kata Ustaz Ahmad saat diwawancarai Republika di Gedung Rabithah Alawiyah, Jakarta tahun 2017 silam.

Ia menerangkan, jika nama-nama kakek si pemohon ada di dalam buku silsilah nasab, maka pihak Maktab Daimi akan meminta saksi yang menyatakan si pemohon benar-benar berasal dari suku atau marga alawiyyin. Apabila nama kakek yang dituliskan si pemohon tidak ada di buku silsilah nasab yang dipakai rujukan Maktab Daimi, Maktab Daimi mempunyai metode lain.

Pimpinan Majelis Rasulullah Habib Nabiel Al Musawa menerima kunjungan Tim Republika yang dipimpin Wapemred Nur Hasan Murtiaji di Markas Majelis Rasulullah, Jakarta, Kamis (21/10) - (Republika/Achmad Syalaby Ichsan)

Maktab Daimi akan meminta data-data silsilah kakek si pemohon yang berurutan dan valid. Sampai kakek dari si pemohon ada di buku silsilah nasab. Ia mencontohkan, misalkan si pemohon menuliskan silsilah kakeknya sampai kakek kelimanya. Tapi, ada empat nama kakeknya yang tidak terdaftar di buku silsilah nasab di Maktab Daimi. 

Maka empat nama kakenya tersebut harus dibuktikan dengan data yang valid. Seperti dengan kartu keluarga, surat pernikahan, paspor dan surat jual beli. "Yang mana nantinya semuanya itu akan menyebutkan nama ayahnya, sehingga akan berkesinambungan kepada silsilah yang ada di buku ini (silsilah nasab)," ujar Ustaz Ahmad.

Dibuat metode seperti ini, menurut Ustaz Ahmad, guna menghindari orang-orang yang ingin mamalsukan nasabnya. Dengan metode seperti ini, orang-orang yang ingin memalsukan nasab tidak akan bisa sanggup untuk menyempurnakan atau memenuhi permintaan metode yang dibuat Maktab Daimi. Akhirnya yang berniat memalsukan nasab pasti tidak akan bisa diproses.

Baca di halaman selanjutnya...

 

Ia menerangkan, buku silsilah nasab yang dipakai acuan di Maktab Daimi awalnya berasal dari dua buku. Pertama, buku Hadramaut yang dibuat oleh Habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur pada akhir abad-19. Buku itu kemudian diserahkan kepada Habib Alwi bin Thahir Al-Haddad di Indonesia. Namun, buku itu hanya memuat nama-nama alawiyyin yang lahir di Yaman. 

Kemudian, Ketua Maktab Daimi yang pertama, Alhabib Ali bin Ja'far Assegaf mengembangkan buku pertama yang berasal dari Hadramaut tersebut. Maka, dimulailah pendataan para sayyid di seluruh Indonesia pada tahun 1930-1940. Hasilnya, terkumpul data nasab sebanyak tujuh jilid buku yang dihimpun oleh Alhabib Ali bin Ja'far Assegaf. 

"Jadi Alhabib Ali bin Ja'far Assegaf meneruskan nasab yang ditulis oleh Habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur yang dari Hadramaut," jelas Ustaz Ahmad.

Kemudian, buku nasab hasil pendataan Alhabib Ali bin Ja'far Assegaf dipadukan dengan buku nasab dari Hadramaut. Hasilnya jadi 15 jilid buku nasab, buku ini sekarang menjadi rujukan Maktab Daimi untuk memeriksa nasab seseorang. 

Dijelaskan Ustaz Ahmad, jadi di dunia hanya ada 15 jilid buku yang memuat nasab Nabi Muhammad SAW dari garis keturunan Husein bin Ali bin Abi Thalib. Bahkan, orang-orang dari Yaman untuk mempertanyakan nasab diproses di Maktab Daimi Rabithah Alawiyah.

Buku silsilah nasab yang ada 15 jilid ini, selanjutnya dibagikan ke Surabaya, Pekalongan dan Palembang karena di sana banyak alawiyyin. Dari 15 jilid buku tersebut, ada juga yang dipinjam sampai di Madinah dan digunakan di Jeddah. Boleh dikatakan buku nasab hasil perpaduan buku nasab dari Hadramaut dan Indonesia lebih lengkap secara keseluruhan dibanding buku nasab yang lain.

Jejak sayyid di Indonesia...

Ustaz Ahmad mengatakan, menurut catatan yang ada saat ini, keturunan Nabi Muhammad SAW atau para sayyid datang ke Indonesia sejak abad ke-14 masehi. Wali Songo juga menyebarkan Islam di Indonesia sejak abad ke-14 masehi. 

Ia menerangkan, jadi sejak abad ke-14 Masehi sudah banyak para sayyid yang hijrah ke Indonesia. Kemudian, para sayyid secara berangsur datang ke Indonesia, mereka ada yang ke Aceh, Kalimantan, Sulawesi dan daerah-daerah lainnya yang ada di Indonesia. Di antara para sayyid itu, ada yang sekarang dikenal sebagai Wali Songo. 

"Tujuan para sayyid datang ke Indonesia untuk berdakwah melalui perdagangan. Dengan cara berdagang bisa membaur dengan masyarakat, setelah itu berdakwah," ujar Ustaz Ahmad.

Ketua Maktab Daimi Rabithah Alawiyah (Tahun 2017) ini menyampaikan, para sayyid memang banyak yang berasal dari Yaman, setelah itu mereka berhijrah ke India. Kemudian, dari India ada yang hijrah ke Kamboja, Thailand dan Indonesia. 

"Itu yang disebut dari Gujarat, jadi Gujarat adalah wilayah besar di India, mereka itu berasal dari keturunan di Yaman, bukan keturunan orang India," jelasnya.

Ustaz Ahmad menambahkan, di India memang banyak sayyid tapi paling banyak tersebar di wilayah Hyderabad dan Kerala. Di wilayah Hyderabad kurang lebih ada sekitar 38 marga yang bertalian dengan garis keturunan Nabi Muhammad SAW. Di Kerala ada juga 20 marga, sementara di Indonesia ada 68 marga yang bertalian dengan garis keturunan dari Sayyidina Husein cucu Nabi Muhammad SAW.

Ustaz Ahmad juga menjelaskan manfaat dari mengenal nasab. Menurutnya, manfaat untuk kalangan sayyid agar mereka mengetahui asal usul silsilah keluarga mereka. Tujuannya agar dapat mencontoh dan mengikut kepribadian Nabi Muhammad SAW. Jadi, untuk apa kalau nasabnya bagus, tapi perilaku dan akhlaknya tidak sesuai maka akan sangat disayangkan sekali.

"Manfaatnya itu, supaya kita lebih kenal jati diri kita, kita mempunyai keturunan pertalian kepada nabi sehingga kita dapat mengikuti kepribadian, akhlak, sifat beliau yang sangat mulia," ujar Ustaz Ahmad.

Menurutnya, manfaat secara umum, bagi Muslim yang menisbahkan dirinya kepada agama Islam tapi tidak mengikuti ajaran Islam, maka alangkah sangat disayangkan. Bahkan, kalau melakukan hal-hal yang buruk justru akan mencoreng nama baik Islam. 

 
Berita Terpopuler