Sekelumit Tantangan Perbankan Syariah Global yang Mirip-Mirip

Pangsa pasar perbankan syariah Indonesia berada di angka 7,31 persen.

Republika/Dian Fath Risalah
Bendera nasional Turki tampak berkibar setengah tiang di pusat kota Istanbul, Turki, Jumat (20/10/2023).
Rep: Dian Fath Risalah Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perbankan syariah memiliki berbagai tantangan pertumbuhan di berbagai belahan dunia. Beberapa menghadapi masalah yang sama.

Di Turki, lebih dari 95 persen dari sekitar 83 juta populasi adalah Muslim tetapi penetrasi keuangan Islam di negara itu disebut masih sangat rendah.

Padahal porsi bank partisipasi atau umumnya dikenal sebagai bank Islam di Turki telah melampaui pertumbuhan bank konvensional dalam beberapa tahun terakhir seiring volatilitas pasar keuangan meskipun masih kecil dalam sisi aset

Baca Juga

Salah satu warga Istanbul yang ditemui Republika, Ufuk Turan mengaku belum tertarik menggunakan bank yang berdasarkan asas syariah. Saat ini, ia masih menabung di salah satu bank konvensional milik Pemerintah Turki.

"Karena hukum dan ketentuannya sama saja, jadi saya masih menggunakan bank umum," ujarnya kepada Republika.

Dikonfirmasi terpisah, Gokhan pria asal Antalya pun menyampaikan hal yang sama. Ia dan keluarga besarnya pun masih menggunakan bank konvensional. Menurutnya, lebih mudah menggunakan layanan bank konvensional. Ia bahkan mengaku kurang begitu suka dengan segala hal yang disangkutpautkan dengan agama.

"Lebih mudah saja sebenarnya, saya lebih memilih menggunakan bank umum," ucap Gokhan.

Sebenarnya, alasan kedua warga Turki yang lebih nyaman menggunakan bank umum tersebut lantaran Turki merupakan negara yang menerapkan konsep sekulerisme, di mana negara menjadi netral menyangkut soal agama. Negara tidak mendukung orang beragama maupun orang yang tidak beragama.

Paham sekuler pertama kali dikenalkan pemerintahan Ataturk pada 1928. Konstitusi masa ini menghapus ketentuan yang menyatakan bahwa agama negara adalah Islam. Pada saat yang sama, Turki juga mengganti struktur hukum Islam.

Kebijakan sekuler progresif Turki adalah mengubah penulisan nasional yang semula menggunakan huruf Arab menjadi alfabet latin, menghapus pengadilan dan sekolah agama, hingga mengubah sistem kalender Islam menjadi masehi.  Sekulerisme ala Turki adalah sekulerisme pasif yang berjalan dengan modernisasi agama.

Sekulerisme pasif di Turki diartikan sebagai paham di mana negara memposisiskan secara adil agama yang ada. Hal ini dilakukan untuk menghormati kepercayaan dan keyakinan beragama di negara tersebut. Akan tetapi, bukan berarti agama harus absen di ruang publik, tetapi negara menjaga netralitas terhadap agama dan memberi kesempatan yang sama kepada agama-agama yang ada untuk berpartisipasi dalam urusan publik.

Terkini, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang sudah memimpin Turki dalam tiga dekade telah menumbuhkan loyalitas yang mendalam dari para pendukung konservatif dan religius dengan mengangkat nilai-nilai Islam di negara yang dipimpin oleh sekularisme selama hampir satu abad.

Dalam sektor perbankan bahkan diprediksi aset perbankan syariah di Turki akan berlipat ganda dalam 10 tahun karena inisiatif pemerintah mendorong pertumbuhan sektor ini. Pemerintah Turki mendirikan tiga bank syariah milik negara baru sejak 2015 hingga 2019 guna memperluas akses dan meningkatkan persaingan.

Bahkan pada 2020 Badan Regulasi dan Pengawasan Perbankan negara (BDDK) memberikan lisensi perbankan kepada Turkiye Emlak Katilim Bankası (Emlak Bank), menjadikan jumlah bank syariah sebagai bank partisipasi lokal. Ada lima bank syariah lainnya adalah Ziraat Bankasi dan Vakif Bank yang dikendalikan oleh negara bersama dengan Albaraka Turk, Kuveyt Turk, yang mayoritas dimiliki oleh Kuwait Finance House dan Turkiye Finans.

Di Indonesia, kondisi literasinya juga masih terus perlu ditingkatkan. Pertumbuhan bisnis perbankan syariah di Indonesia  terus menunjukkan pertumbuhan yang positif. Bahkan, secara perlahan dan pasti ekonomi syariah makin dikenal masyarakat.

Muhammad (32), ia mengaku masih belum tertarik berhijrah menjadi nasabah bank syariah lantara..

Pertumbuhan bisnis perbankan syariah di Indonesia  terus menunjukkan pertumbuhan yang positif. Bahkan, secara perlahan dan pasti ekonomi syariah makin dikenal masyarakat.

Per Juni 2023, pangsa pasar perbankan syariah Indonesia berada di angka 7,31 persen dari total industri perbankan nasional. Namun, bila mengingat Indonesia yang merupakan negara dengan penduduk beragama Islam terbesar di dunia angka 7,31 persen masih sangatlah ironi.

Pada pekan lalu, Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin meminta agar pelaku ekonomi syariah dapat meningkatkan serta memperluas pemanfaatan digitalisasi dan inovasi digital. Karena tanpa pengembangan digitalisasi, akan sukar bagi sektor ekonomi dan keuangan syariah nasional untuk berkompetisi di skala global. Melalui teknologi digital, produksi layanan atau produk halal akan terakselerasi secara lebih efisien dan produktif.

Pernyataan Wapres tersebut diaminkan warga Tangerang, Muhammad (32). Ia mengaku masih belum tertarik berhijrah menjadi nasabah bank syariah lantaran inovasi dan adaptasi bank konvensional yang terus berkembang dengan cepat.

"Sebenarnya soal kepercayaan ya, saya sudah biasa menggunakan bank konvensional, terutama inovasi digital bank konvensional yang lebih update daripada bank syariah. Kebetulan saya juga sering berpergian ke luar negeri, adaptasi bank konvensional ini lebih cepat dan membantu saya sekali saat berpergian ke luar negeri," ungkapnya kepada Republika, Kamis (2/11/2023).

Berbeda dengan Muhammad, Siti Hadiah (63) mengaku sangat percaya dan lebih nyaman menggunakan bank syariah. Salah satu alasannya adalah karena produk bank syariah yang bebas dari riba dan sudah berdasarkan prinsip agama Islam. Bahkan, dalam inovasi digital pun bank syariah tidak jauh tertinggal dari bank konvensional. Ia juga mengaku mendapatkan kemudahan dari layanan bank syariah saat sedang menjalankan ibadah umrah di Tanah Suci pada awal tahun ini.

"Meskipun bank syariah beberapa kali ada masalah, saya tetap percaya untuk menabung di bank syariah. Saya bahkan tidak kesulitan saat melakukan transaksi saat sedang umrah," tuturnya.

Pernyataan Siti ini menunjukan potensi emas industri keuangan syariah Indonesia  yang bisa digali lagi. Karena, utamanya, potensi keuangan syariah terletak pada struktur demografi yang didominasi oleh masyarakat Muslim.

Jumlah mayoritas populasi Muslim akan berbuntut pada permintaan (demand) produk dan layanan keuangan syariah yang cukup tinggi. Semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan kepatuhan syariah dalam aktivitas keuangan akan berujung pada melonjaknya permintaan produk dan layanan keuangan syariah. Kemudian, potensi lainnya dapat dilihat dari peran pemerintah selama ini dalam memacu pertumbuhan industri keuangan syariah.

Deputi Direktur Perbankan Syariah KNEKS Yosita Nur Widayanti menjelaskan, sejauh ini pemerintah telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam memajukan industri tersebut. Dukungan kebijakan, peningkatan kesadaran masyarakat terhadap produk keuangan syariah serta meningkatnya permintaan dari sektor korporasi dan ritel, semuanya berkontribusi pada potensi pertumbuhan yang lebih lanjut.

“Selain itu, Indonesia memiliki populasi Muslim terbesar di dunia, yang menciptakan pangsa pasar yang besar bagi industri keuangan syariah. Dengan terus diperkuatnya ekosistem keuangan syariah di Indonesia, potensi sektor ini diharapkan dapat terus berkembang,” kata Yosita, beberapa waktu lalu.

Hal senada diungkapkan Ketua Umum Perkumpulan Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Hery Gunardi menyatakan industri perbankan telah memasuki era bank 4.0, di mana digitalisasi mengubah cara, pola hidup, serta cara bekerja dan berinteraksi masyarakat.

“Memasuki era 4.0 ini, industri perbankan syariah dihadapkan dengan berbagai macam tantangan, misalnya, uncertainty due to economic instability, concern tentang risk environment, rising complexity and regulation, business performance, sustainability, stakeholder demand, dan yang terakhir ada integrated approach support decision making,” ujarnya.

Saat ini, perbankan dituntut dapat bersaing serta beradaptasi dengan cepat untuk dapat mencapai hasil optimal dan mampu menghadapi segala tantangan di lingkungan yang senantiasa berubah atau tidak menentu.

Dalam upaya mencapai hasil optimal seiring tetap patuh terhadap kebijakan yang ada, perbankan syariah dinilai perlu menerapkan konsep GRC (Governance, Risk, dan Compliance) terintegrasi. GRC terintegrasi mensinergikan antara governance structure, risk management, compliance, serta environment dan social (ES-GRC).

Framework yang kita sebut ES-GRC ini menjadi salah satu langkah strategis dalam menciptakan sustainability performance. At the end of the day, memang kita diharapkan untuk menjaga sustainability dari kinerja atau performance yang dimiliki oleh masing-masing unit yang kita kelola atau juga kita miliki,” ucap Hery.

Saat ini, pertumbuhan  perbankan syariah  di Indonesia ditopang oleh 13 bank umum syariah, 20 unit usaha syariah dan 171 bank perekonomian rakyat (BPR) syariah dengan sebaran porsi aset 65,7 persen bank umum syariah, 31,7 persen unit usaha syariah, dan BPR syariah sebesar 2,5 persen.

 
Berita Terpopuler