Gambaran Kehidupan Rakyat Palestina dari Byzantium Hingga Zionis Israel (Bagian 1)

Ottoman memerintah di Palestina selama 401 tahun.

EPA-EFE/MOHAMMED SABER
Pekerja mengerjakan penelitian sebuah buku di Kota Gaza, Senin (10/7/2023). Buku-buku dan manuskrip kuno di perpustakaan yang dilakukan penelitian oleh Eyes on Heritage yang terancam punah dari British Library dan Hill Museum dan Manuscript Library di Gaza. Koleksi Eyes on Heritage berisi manuskrip langka, buku serta dokumen arsip berharga dan catatan sejarah yang meneliti sejarah Palestina hingga abad ke-20.
Rep: Imas Damayanti Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarah mencatat dari masa ke masa, tanah Palestina kerap diduduki oleh sejumlah kekuatan politik tertentu. Namun, dari era Byzantium, Usmaniyah, hingga Zionis saat ini, kehidupan Palestina naik turun.

Misalnya, kehidupan sosial di wilayah Kristen Byzantium sangat memprihatinkan. Penindasan terhadap kaum lemah, adanya upeti kepada penguasa, dan kekacauan lainnya marak terjadi di mana-mana.

Pakar Ilmu Tafsir Prof Quraish Shihab dalam buku Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW menjelaskan, kendati para penduduk mengakui agama Kristen sebagai agama kepercayaan mereka, namun kehidupan keseharian mereka sangat jauh dari ajaran agama. Sebagaimana diketahui, agama Kristen menekankan dalam ajaran spiritualismenya tentang moral yang tinggi dan juga kesederhanaan hidup.

Namun, yang terjadi di masyarakat Kristen Byzantium sebaliknya. Di mana-mana terdapat kemegahan yang digunakan untuk berfoya-foya. Sekian banyak tempat yang dibangun untuk mempertunjukkan keganasan yang memperhadapkan manusia melawan manusia, bahkan manusia melawan binatang buas.

Dijelaskan bahwa kehidupan mereka penuh dengan kontradiksi. Mereka mencintai seni dan keindahan yang seharusnya mengantarkan mereka kepada keluhuran budi, tetapi dalam saat yang sama mereka gemar dengan kekerasan dan kekejaman.

Imperium Romawi Timur (Byzantium) ini dalam sejarahnya menguasai Yunani, Balkan, Asia kecil, Suriah, Palestina, sebagian wilayah Laut Putih (Rusia bagian utara), Mesir, dan seluruh Afrika Utara. Ibu kotanya adalah Konstantine. Imperium ini berdiri pada 395 Masehi dan berakhir dengan kekalahannya oleh Usmaniyah yang berpusat di Turki pada 1453 Masehi.

Di era Dinasti Usmaniyah atau di bawah kekuasaan Ottoman pada abad ke-16, yakni ketika Yavuz Sultan Selim mengalahkan penguasa Mamluk Kansu Gavri dalam Pertempuran Marj Dabiq pada tahun 1516, Suriah dan Palestina bergabung ke tanah Ottoman.

Adapun Yavuz Sultan Selim memasuki Yerusalem...

Baca Juga

Adapun Yavuz Sultan Selim memasuki Yerusalem pada 29 Desember 1516. Dilansir di Daily Sabah, di bawah pemerintahan Ottoman, wilayah Palestina dipecah menjadi tiga negara; Yerusalem, Gaza, dan Nablus. Semuanya terkait dengan Provinsi Damaskus.

Palestina, pada periode terakhir Kesultanan Utsmaniyah, pertama kali dikaitkan dengan negara Sidon, kemudian dengan Suriah. Kemudian, dengan Beirut yang didirikan pada periode terakhir.

Ottoman memerintah di Palestina selama 401 tahun dan rakyat Palestina tidak merasa terancam atau terjajah. Adapun Palestina dulu dan sekarang masih merupakan wilayah yang sangat penting bagi umat Islam, Kristen, dan Yahudi. Secara khusus, tempat-tempat suci di Yerusalem tidak dapat dibagi. Bahkan berbagai denominasi Kristen pun saling berkonflik.

Di bawah penjajahan Israel

Akar mula jatuhnya Palestina ke tangan Israel merupakan sebuah catatan sejarah yang suram, penuh intrik, dan kerap manipulatif dalam realita yang dikonstruksi Israel. Bersama sekutu-sekutunya, kekuasaan Israel di Palestina kian tak terbendung.

Benang merah konflik Timur Tengah bertali-temali dengan cita-cita awal gerakan zionisme yang didirikan Theodore Herzl pada 1896. Dari sana, peristiwa demi peristiwa kian menyulitkan bagi Palestina, terutama dua peristiwa petaka yang boleh dibilang menjadi cikal bakal berdirinya negara Israel di Palestina.

Sebelum jauh ke dua peristiwa petaka yang membuat rakyat Palestina perlahan-lahan terusir dari tanahnya sendiri, kongres pertama gerakan zionis di Basle, Swiss, tahun 1897 merekomendasikan berdirinya sebuah negara khusus bagi kaum Yahudi yang tercerai-berai di seluruh dunia.

 
Berita Terpopuler