Lebih Berisiko Kena Alzheimer, Gen Z Perlu Kelola Stres, Jauhi Depresi, Banyak Bersyukur

Dokter ingatkan untuk tidak melakukan diagnosis mandiri kesehatan mental.

Republika.co.id
Alzheimer (Ilustrasi). Gen Z memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami Alzheimer.
Rep: Gumanti Awaliyah Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikolog sekaligus Ketua Alzheimer Indonesia (ALZI), Michael Maitimoe, mengatakan bahwa tekanan psikologis, seperti stres, depresi, hingga kesepian bisa memicu penyakit Alzheimer. Karena itu, menurut dia, gen Z memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami Alzheimer.

Michael mengatakan, gen Z memiliki level kerentanan stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Apalagi, mereka lebih mudah melakukan diagnosis mandiri terkait kondisi mental yang dirasakan. Self-diagnose merupakan asumsi yang menyatakan bahwa seseorang terkena suatu penyakit berdasarkan pengetahuannya sendiri.

"Anak muda sekarang itu gampang self diagnose, merasa dia bipolar, depresi, seharusnya kan itu dikonsultasikan ke profesional, dan merekalah yang berhak mendiagnosis, dan self-diagnose itu bahaya lho karena seolah 'menjemput' penyakit, dengan mengamini apa yang mereka anggap benar, padahal belum tentu benar," kata Michael dalam konferensi pers perayaan 10 tahun ALZI di Unika Atmajaya, Jakarta, Sabtu (5/8/2023).

Baca Juga

Dokter spesialis saraf sekaligus pembina ALZI, Prof Yuda Turana, menjelaskan bahwa individu yang secara repetitif merasa khawatir dengan masa depan, menyesal dengan masa lalu, berpikiran negatif terhadap banyak hal, dan tidak pernah bersyukur, lebih berisiko terkena Alzheimer. Karena itulah, dia mengingatkan pentingnya bersyukur dan berpikiran positif.

"Jadi bukan hanya menjaga kesehatan fisik, tapi juga mental dan rohaninya harus dijaga. Selalu bersyukur dengan apa yang ada, selalu berpikir positif, dan jangan berpikiran negatif," kata Prof Yuda.

Kenali gejala Alzheimer. - (Republika)


Meski demikian, untuk pada akhirnya didiagnosis Alzheimer, pasien harus melewati sejumlah pemeriksaan oleh profesional medis dan tidak dianjurkan diagnosis mandiri. Jika Anda atau anggota keluarga mulai mengalami gejala seperti mudah lupa dengan hal-hal yang biasa dilakukan, Prof Yuda menyarankan untuk segera memeriksakannya ke dokter.

"Deteksi dan memeriksakannya sedari dini bisa sangat berarti bagi keberlangsungan hidup pasien," kata Prof Yuda.

 
Berita Terpopuler