Kesaksian Warga yang Resah Hutan Kota UKI Jadi Tempat Berkumpulnya Kaum LGBT

Mereka maunya yang gelap-gelap, kalau terang enggak mau.

Republika/Eva Rianti
Kondisi Hutan Kota UKI Cawang di Kelurahan Kebon Pala, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur, Selasa (25/7/2023) malam, usai ramainya pemberitaan sebagai lokasi perkumpulan kaum LGBT.
Rep: Eva Rianti Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Berkumpulnya kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di kawasan Hutan Kota UKI Cawang, Kelurahan Kebon Pala, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur, diakui meresahkan masyarakat. Warga sekitar mengaku resah atas kehadiran kaum tersebut yang saban malam berkeliaran di kawasan ruang terbuka hijau (RTH) itu.

Salah satu warga, Rachim (45 tahun) yang sehari-hari bekerja sebagai pedagang kopi keliling mengaku kerap melihat orang-orang yang diduga merupakan kaum LGBT berkumpul di Hutan Kota UKI Cawang.  

“Ya lihat orang-orang pada kumpul di dalam, tapi adanya malam, dari jam 19.00 WIB sampai pagi, sampai subuh. Orang-orang itu maunya yang gelap-gelap, kalau terang enggak mau,” kata Rachim saat ditemui Republika.co.id saat tengah berdagang di kawasan Hutan Kota UKI Cawang, Selasa (25/7/2023) malam.

Berdasarkan pantauan Republika.co.id, kawasan dalam Hutan Kota UKI Cawang memang sangat sepi dan gelap. Hanya ada pepohonan yang besar dan menjulang yang ada di dalamnya dengan penerangan yang sangat minim atau remang-remang.

Menurut penuturan Rachim, dirinya kerap melihat kaum tersebut berkumpul dengan jumlah orang kira-kira bisa mencapai angka 50 orang. Mereka keluar masuk atau berlalu lalang di hutan kota dan mengincar lokasi gelap. Mereka berpakaian beragam, mulai dari pakaian biasa hingga pakaian yang ngejreng. Namun, Rachim menyebut tidak ada suara apa-apa yang keluar dari perkumpulan kaum itu, alias diam-diam.

Rachim mengungkapkan bahwa dirinya resah dengan adanya kaum tersebut. Bahkan, dia mengaku takut jika sewaktu-waktu perlu untuk ke dalam hutan kota, barang menggunakan fasilitas toilet di dalamnya.

“Ngerilah, saya takut kalau diapa-apain. Misalnya buang air kecil di toilet yang di dalam, kan gelap itu, takutnya langsung dideketin dan dipegang. Mereka begitu masalahnya,” ujar Rachim.

Sudah ada sejak 10 tahun lalu...

Baca Juga

Warga lainnya, Agus (42 tahun) juga merasa resah atas berkumpulnya kaum LGBT di Hutan Kota UKI Cawang. Dirinya diketahui merupakan warga yang bertempat tinggal tak jauh dari hutan kota tersebut. Menurut penuturannya, aktivitas perkumpulan kaum tersebut bahkan sudah ada sejak sekitar 10 tahun yang lalu.

“Sangat terganggu ya, apalagi kalau notabene mereka sosok-sosok laki-laki sama seperti saya, kenapa seperti itu? (gay), meskipun kalau kita flashback zaman Nabi (Luth) sudah ada, tapi kalau itu dibiarkan begitu saja, itu akan menjamur,” kata Agus.

Agus mengaku pada tiga tahun yang lalu, sempat dilakukan penggerebekan terhadap kaum tersebut yang dilakukan oleh RT setempat. Penggerebekan itu hanya bersifat memberi peringatan. Namun, hanya berjalan satu kali, lantas kalangan itu kembali lagi berkumpul.

“Sekadar diberi peringatan. Tapi enggak kontinyu jadi muncul lagi muncul lagi. Kalau kontinyu mungkin akan hilang sendiri. Saya terakhir lihat sekitar satu pekan yang lalu. Kalau sekarang kayaknya sudah enggak ada,” tutur dia.

Diketahui, baru-baru ini ‘sarang’ LGBT itu kembali diangkat di media, sehingga mendapat atensi yang cukup baik dari pemerintah setempat. Wali Kota Jakarta Timur Muhammad Anwar mengatakan bahwa mulai Selasa (25/7/2023), penjagaan di Hutan Kota UKI Cawang dilakukan 24 jam alias non stop. Penjagaan itu dilakukan oleh personel Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) setempat.

Rachim dan Agus sepakat agar perkumpulan kaum LGBT yang dinilai menyimpang itu bisa dibasmi, terutama oleh pemerintah melalui kebijakan-kebijakan yang strategis. Sehingga kalangan tersebut tidak lagi berkeliaran dan menjamur di tengah masyarakat, dan bisa kembali pada fitrah sebagaimana mestinya sesuai dengan gender masing-masing.

 
Berita Terpopuler