Hukum Jual-Beli Daging Qurban, Bolehkah?

Sunnah membagi daging qurban menjadi tiga bagian.

network /Ani Nursalikah
.
Rep: Ani Nursalikah Red: Partner

Panitia memotong daging qurban untuk dibagikan kepada warga. Hukum Jual-Beli Daging Qurban, Bolehkah? Foto: Antara/Oky Lukmansyah

MAGENTA -- Menurut Fuqaha Hanafiyah adalah sunah membagi daging qurban menjadi tiga bagian. Sepertiga dimakan pemiliknya, sepertiga dihadiahkan untuk teman-teman meskipun mereka orang kaya, dan sepertiganya lagi disedekahkan kepada orang miskin.

Hal tersebut didasarkan pada firman Allah SWT: Maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta" (Surat Al-Hajj ayat 36).

BACA JUGA: Idul Adha Sebentar Lagi, Apa Hukum Qurban dengan Biaya Utang?

.

Juga perbuatan Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa beliau membagi qurban atas tiga bagian. Sepertiga untuk keluarga, sepertiga untuk tetangga yang miskin, dan sepertiga untuk peminta-minta (HR. Abu Musa al-Isfahaniy).

Menjadi pertanyaan adalah bagaimana halnya dengan penerima daging qurban, tetapi karena sesuatu kebutuhan yang lebih darurat, mereka menjual daging bagiannya itu untuk mendapatkan uang yang dibutuhkan?

Dikutip dari Buku 3 Fiqih Kontemporer Kupas 111 Isu Terbaru dalam Hukum Islam oleh Prof. K.H. Ahmad Zahro, sepanjang penelusuran kitab-kitab hadits, tidak ada hadits tentang hal ini. Oleh karena itu, pembahasannya mesti didasarkan pada dua pertimbangan pokok, yaitu adakah larangan terkait hal tersebut? Dan adakah kemaslahatan di dalamnya?

Mengingat tidak ada larangan seseorang menjual daging bagiannya, juga dapat dipastikan orang yang menjual daging bagiannya itu lebih membutuhkan uang untuk kebutuhan urgen yang lebih maslahat. Maka, menjual daging qurban yang sudah menjadi bagiannya itu diperbolehkan.

BACA JUGA: Idul Adha 2023 Dirayakan Berbeda, Ingat Petuah Bijak Buya Hamka Ini

Boleh membeli daging qurban, asal...


Segala Sesuatu Boleh Selama tidak Ada Dalil Larangan

Panitia memotong daging qurban untuk dibagikan kepada warga. Foto: Antara/Oky Lukmansyah

Dalam kaidah ushul fiqih dinyatakan: Al-Ashlu fil asy-ya' al-ibahah hatta yadullad dalilu 'alat tahrim (pada dasarnya segala sesuatu itu diperbolehkan, sepanjang tidak ada dalil yang melarangnya). Begitu juga orang yang membelinya.

Karena, tulis K.H. Ahmad Zahro, daging tersebut sudah menjadi milik penuh (al-milkut tâm) pribadi penjual, maka siapa pun boleh membelinya. Hal ini boleh asal tidak terjadi manipulasi harga atau monopoli daging yang mengakibatkan timbulnya eksploitasi dan dominasi golongan yang kuat modal terhadap kalangan ekonomi lemah.

BACA JUGA: Makanan Khas Idul Adha: Resep Gulai Kambing Nikmat tanpa Santan

.

Menurt K.H. Ahmad Zahro, mengenai pahala bagi orang yang berqurban, sama sekali tidak ada kaitannya dengan orang yang menerimanya. Apakah si penerima itu orang fasik atau orang saleh, juga tidak ada hubungannya dengan penggunaan daging tersebut. Apakah daging itu dijual atau dimakan sendiri, dan sebagainya.

Tetapi, pahala itu terkait dengan niat dan keikhlasannya berqurban, sebagimana dinyatakan dalam kaidah ushul fiqih: La 'amala illa bi niyyatin, wala niyyata illa bi ikhlashin (amal perbuatan itu tidak berarti kalau tanpa niat, dan niat itu juga tidak berarti kalau tidak ikhlas).

Jadi, asal niat berqurbanitu benar dan ikhlas, semata-mata mengharap ridha Allah SWT, meski sebagian daging qurban itu terdistribusi pada orang fasik atau bahkan dipergunakan untuk kemaksiatan, maka orang yang berqurban tetap mendapat pahala setara dengan niat dan keikhlasannya. Wallahu a'lam.

BACA JUGA:

Kocak, Cerita Pak AR Nasihati Jamaah Haji yang BAB di Wastafel

Kocak, Pak AR Fachruddin Lulus Bikin SIM Meski Motor Dituntun Saat Praktik

Apa Hukum Menunaikan Ibadah Haji Non-Kuota atau di Luar Prosedur Resmi?

Niat dan Jadwal Puasa Sebelum Idul Adha 2023: Dzulhijjah, Arafah, dan Tarwiyah

On This Day: 8 Juni 632 Nabi Muhammad SAW Wafat, Umar Bin Khattab Sempat tak Percaya

 
Berita Terpopuler