Mempertanyakan Ideologi PSI: Kini Dukung Kaesang, Padahal Dulu Sangat Anti Politik Dinasti

PSI dinilai kehilangan jati dirinya sebagai partai berideologi politik pembaruan.

Republika/Putra M. Akbar
Baliho bergambar putra Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep di Jalan Margonda Raya, Kota Depok, Jawa Barat, Selasa (23/5/2023). Baliho yang dipasang oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kota Depok itu untuk memperkenalkan sosok Kaesang kepada warga yang nantinya akan diusung oleh partai tersebut pada Pilkada 2024.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fauziah Mursid, M Noor Alfian Choir, Dessy Suciati Saputri

Konsistensi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tentang sikapnya terhadap politik dinasti disorot usai mendukung Kaesang Pangarep maju di Pemilihan Wali Kota Depok (Pilwakot) 2024. Hal ini karena jika Kaesang serius maju Pilwakot Depok, putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu akan mengikuti jejak ayahnya, kakaknya Gibran Rakabuming Raka hingga kakak iparnya Bobby Nasution ke politik.

Padahal, saat awal pendiriannya, PSI begitu keras dan tegas melawan politik dinasti karena dinilai sendi-sendi demokrasi.

Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menyebut PSI saat ini sudah kehilangan arah serta identitas dari sejak pendiriannya. Menurut dia, saat ini PSI juga sudah tidak memiliki ideologi politik pembaruan.

"Pasca-Grace Natalie dan Raja Juli tidak lagi di struktur harian, PSI sudah tidak lagi miliki ideologi politik pembaruan sebagaimana yang diusung sejak awal, itulah sebab PSI lebih seperti partai tanpa nahkoda, tak punya arah dan hanya kejar popularitas," ujar Dedi dalam keterangannya, Kamis (15/6/2023).

Dedi mengatakan, meski tergolong partai baru, PSI justru kian tertinggal. Karena itu, berbagai upaya dilakukan salah satunya dengan menggantungkan popularitasnya dengan menempel tokoh populer seperti Jokowi atau Kaesang.

Dia menilai, PSI hanya melihat peluang elektoral dari sentimen ketenaran Kaesang, yang berimbas melupakan cita-cita politik yang pernah diusung PSI.

"Kaesang hanya dijadikan lelucon politik, dan bisa saja akan berhasil tingkatkan popularitas PSI karena pemilih hari ini juga kian tidak percaya pada partai," ujarnya.

Dampak buruknya, menurut Dedi, alih-alih dianggap partai muda yang mengusung semangat baru, justru dianggap partai kolonial.

"Pemikirannya jauh mundur ke belakang, karena hanya andalkan dukungan penguasa, cara 'menjilat' PSI ini akan berumur pendek, bisa saja 2024 akan jadi pemilu terakhir bagi PSI, terlebih jika kekuasaan ke depan berganti kelompok," kata Dedi.

 

 

 

Sementara itu, pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno menilai PSI memang sejak awal tidak memiliki jati diri dan pro-penguasa. Karena itu, jika sebelumnya PSI menentang keras politik dinasti maka saat ini berbeda arah selama itu dilakukan oleh penguasa dalam hal ini Presiden Jokowi.

"Apa pun yang dilakukan penguasa pasti dibela PSI. Wajar kalau kemudian PSI usung Kaesang maju di Depok meski sebelumnya PSI nolak keras politik kekeluargaan (politik dinasti). Partai kita itu selalu begitu. Hari ini merah besok bisa biru," kata Adi.

Karena itu, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia ini tidak heran dengan sikap PSI hari ini yang begitu ambisi mendukung Kaesang terjun ke politik.

"Tak ada identitas dalam politik kita. Yang ada soal kekuasaan, jadi jangan meyakini 100 persen perilaku politisi di negara ini. Semua cepat berubah sesuai kepentingan kekuasaan masing-masing," ujarnya.

Juru Bicara PSI Sigit Widodo dalam cicitannya di akun Twitter-nya @sigitwid menyinggung tentang politik dinasti jika Kaesang juga terjun ke politik. Sigit mengatakan, langkah Kaesang jika maju ke politik bukan bagian dari politik dinasti tetapi bagian demokrasi.

"Kaesang tidak ditunjuk langsung oleh ayahnya untuk menjadi pejabat negara atau menempati posisi strategis dalam pemerintahan Indonesia. Warga Depok sendiri yang akan menentukan apakah Kaesang bisa menjadi wali kota atau tidak. Ini demokrasi," ujarnya, berkilah.

 

 

Sementara, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming mengungkapkan warga tak harus memilih Kaesang Pangarep apabila tak menyukai sosok anak bungsu Presiden Jokowi tersebut.  Hal tersebut disampaikan oleh Gibran ketika ditanya awak media apakah tidak takut jika Kaesang maju Depok 1 disebut sebagai dinasti politik.

"Wis males i jawabe, soale aku mbolan-mbaleni terus," kata Gibran ketika ditemui di balai kota Solo, Rabu (14/6/2023). 

Gibran mengungkapkan bahwa warga yang tak suka dengan Kaesang berhak untuk tidak memilihnya. Sebab, tak ada keharus untuk memilih Kaesang.

"Intine nek nggak seneng, nggak suka Kaesang, nggak usah dipilih. Nggak ada kewajiban kok untuk milih Kaesang ya," katanya.

Presiden Jokowi sudah memberikan tanggapannya terkait putranya, Kaesang Pangarep, yang siap mencalokan diri sebagai Wali Kota Depok. Jokowi mengatakan, sebagai orang tua tentunya merestui dan mendoakan rencana Kaesang tersebut.

“Tugasnya orang tua itu merestui dan mendoakan,” kata Jokowi di gedung BPKP, Rabu (14/6/2023).

Jokowi menyampaikan, saat ini Kaesang sudah memiliki keluarga sendiri. Sehingga, Kaesang memiliki tanggung jawab atas pilihannya tersebut.

“Saya itu terbiasa ya, terbiasa kalau yang namanya anak sudah berkeluarga, saya punya anak sudah berkeluarga, itu tanggung jawabnya ada sudah di mereka,” ujar Jokowi.

Namun jika ditanya terkait keinginan Kaesang tersebut, ia mengaku akan memberikan saran-sarannya. Begitu pula sebaliknya, jika Kaesang tidak meminta saran kepadanya, maka ia pun tak akan memberikan saran kepada putranya itu.

“Kalau saya ditanya, saya pasti memberikan saran. Tapi kalau saya tidak ditanya saya pasti tidak memberikan saran. Tanyakan langsung ke Kaesang,” kata Jokowi.

 

 

Kaesang maju Pilkada Depok - (Republika/berbagai sumber)

 
Berita Terpopuler