Makin Banyak Anak-Remaja Kena Diabetes Tipe 2, IDAI Ungkap Penyebabnya

Dalam diabetes tipe 2, faktor genetik hanya sedikit perannya.

Republika/Prayogi
Bekal makanan untuk anak (ilustrasi). Terlalu banyak mengonsumsi junk food dapat membuat anak berisiko diabetes tipe 2.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso mengungkapkan adanya tren peningkatan kasus diabetes tipe dua pada anak dan remaja. Penyakit tersebut biasanya baru muncul di usia 40-an.

Menurut dr Piprim, kecenderungan diabetes pada anak dan remaja termasuk mengkhawatirkan. Apa penyebabnya?

"Jadi anak-anak sekarang sudah banyak yang diabetes tipe 2," ungkap Piprim saat dijumpai di Gedung Dr R Soeharto, Jakarta Pusat, Kamis (2/3/2023).

Dokter Piprim menjelaskan faktor genetik sedikit berperan dalam diabetes tipe 2. Faktor gaya hidup, seperti pola makan, lebih dominan.

"Nah pola makan seperti apa? Kalau kita lihat, dasar dari diabetes tipe 2 adalah resisten insulin," jelasnya.

Resistensi insulin adalah gangguan penyerapan glukosa pada otot dan peningkatan produksi glukosa oleh hati. Penyebab dari resistensi insulin adalah karena mengonsumsi makanan yang bersifat manis dan karbohidrat.

Lebih lanjut, Piprim mengingatkan bahwa terlalu sering mengonsumsi junk food menjadi salah satu penyebab anak mengalami diabetes tipe 2. Sebab, makanan-makanan tersebut mengandung tinggi gula dan tinggi tepung.

Dokter Piprim mengungkapkan sebanyak 70 persen anak dengan diabetes mengalami obesitas. Itu artinya, diabetes tipe 2 ada kaitannya dengan obesitas, sindrom metabolik.

Baca Juga

"Diabetes tipe 1 biasanya kurus," tuturnya.

Dokter Piprim juga mengingatkan bahwa diabetes memiliki bahaya jangka panjang. Diabetes bisa mengakibatkan gangguan pada mata, yakni diabetic retinopathy, yang bisa menyebabkan kebutaan. Kemudian bisa juga terkena gagal ginjal kronis, serangan jantung, strok, hingga penyumbatan pembuluh darah di kaki yang berisiko diamputasi.

Menurut dr Piprim, yang merusak kesehatan masyarakat itu adalah junk food. Ia menyebut junk food dapat dikenali dengan mudah, yakni makanan atau snack yang ada barcode-nya.

"Lawan dari junk food adalah real food, makanan yang tidak punya barcode, misalnya ikan, telur, ayam, sayuran, tahu dan tempe," katanya.

Dokter Piprim pun menyerukan untuk kembali menyantap real food. Contohnya ialah makanan tradisional. Itu jauh menyehatkan karena kaya protein hewani dan nabati.

"Tapi anak-anak, balita khususnya, itu protein hewaninya dulu yang dipenuhi," kata dr Piprim.

 
Berita Terpopuler