Direktur IMF: Dunia Bisa Selamat dari Resesi dan Inflasi, Tapi tidak Krisis Iklim

Ada dua masalah yang dihadapi dunia, yaitu dampak iklim dan menggunungnya utang.

AP Photo/Alessandra Tarantino
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva mengatakan, dunia dapat bertahan dari inflasi dan resesi, tapi tidak dengan krisis iklim.
Rep: Kamran Dikarma Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva mengatakan, dunia dapat bertahan dari inflasi dan resesi, tapi tidak dengan krisis iklim. Menurut dia, dibutuhkan edukasi yang masif untuk menyadarkan publik tentang hal tersebut.

Baca Juga

“Kita bisa selamat dari resesi. Sulit memang, tapi kita bisa melewatinya. Kita bisa selamat dari inflasi. Apa yang kita tidak bisa bertahan, sebagai umat manusia, adalah krisis iklim yang tak tanggung-tanggung,” kata Georgieva dalam wawancara khusus dengan Al Arabiya di sela-sela perhelatan United Nations Climate Change Conference (COP27) yang digelar di Sharm el-Sheikh, Mesir, Selasa (8/11/2022).

Dia menekankan, perlu ada edukasi terkait hal itu. “Yang kita butuhkan adalah kampanye pendidikan yang sangat masif. Sebab jika orang-orang terjerumus oleh kesulitan saat ini dan mereka tidak menyadari bahwa perubahan iklim merupakan risiko eksistensial bagi umat manusia, mereka akan lambat melakukan bagian mereka untuk transformasi,” ucapnya.

Dalam wawancara tersebut, Georgieva turut ditanya tentang cetak biru ekonomi makro yang akan diajukan IMF pada COP27. Mengingat ada target yang dicanangkan, yakni pengurangan emisi global hingga 25 persen pada 2030.

Georgieva menjawab, pertama-tama, perlu secara bertahap meningkatkan harga karbon ke tingkat yang diperlukan. Hal itu bertujuan menciptakan insentif bagi bisnis dan konsumen untuk menurunkan emisi.

“Saat ini, harga karbon secara global rata-rata 5 dolar AS per ton. Pada tahun 2030, setidaknya harus 75 dolar AS (per) ton jika kita ingin mencapai tujuan Perjanjian (Iklim) Paris,” ujar Georgieva.

Ia juga mencatat perlunya taksonomi guna menciptakan komparabilitas bagi investor dari ekonomi maju, sampai ke negara-negara termiskin. “Di IMF, kami menciptakan instrumen baru, Resilience and Sustainability Trust, untuk membiayai transformasi struktural jangka panjang ini. Jadi, kami adalah bagian dari pembiayaan, tetapi kami ingin menggunakan instrumen ini terutama untuk menurunkan risiko yang dirasakan dan nyata bagi investasi swasta untuk pindah ke pasar negara berkembang di negara berkembang,” papar Georgieva.

 

Georgieva menjelaskan, saat ini ada dua masalah yang dihadapi, yakni dampak iklim dan menggunungnya utang di pundak negara-negara miskin. Menurut dia, penting untuk mencari jalan keluar bagi dua masalah tersebut. “Apa yang kami (IMF) simpulkan ada dua. Pertama, ada beberapa cara di mana data yang baik untuk pengurangan emisi dapat menciptakan aliran pendapatan yang dapat diprediksi untuk negara-negara dan digunakan untuk membayar utang mereka. Kedua, harus ada cara yang kredibel untuk mengesahkan pengurangan emisi di satu sisi dan kemudian apa artinya bagi mereka yang membebaskan utang – dengan kata lain, yang menerima kredit,” ucapnya.

Jika tujuannya memastikan negara-negara secara kredibel menghubungkan konservasi ekologis dan aksi iklim dengan aliran keuangan, maka, kata Georgieva, dunia harus memiliki data yang baik dan menstandarkannya. “Kemudian menjadikannya bagian dari solusi untuk krisis iklim. IMF akan terlibat dalam masalah ini,” ujar Georgia.

 

“Saya ingin mengingatkan bahwa jika ada masalah besar yang memerlukan restrukturisasi utang, itu mungkin bukan kandidat yang baik untuk aliran jangka panjang yang dapat diprediksi ini. Tetapi jika kita berbicara tentang pembayaran utang dari waktu ke waktu, bukan restrukturisasi utang saat ini, [maka] ya, kita dapat menghubungkan kredit karbon yang dihasilkan oleh negara dengan kewajiban pembayaran utang dengan cara yang membantu memecahkan dua masalah sekaligus,” kata Georgieva menambahkan.

 
Berita Terpopuler