COP27 Soroti Kompensasi Bagi Negara Miskin yang Terdampak Perubahan Iklim

Negara miskin menghadapi dampak yang tak terhindari dari perubahan iklim.

AP Photo/Peter Dejong
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, berbicara pada KTT Iklim PBB COP27, Selasa, 8 November 2022, di Sharm el-Sheikh, Mesir.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, SHARM EL-SHEIKH -- Kompensasi terkait dengan cuaca ekstrem dan pemanasan global telah menjadi agenda utama pada konferensi iklim PBB yang berlangsung di Sharm el-Sheikh, Mesir. Di bawah tekanan dari negara-negara berkembang, para delegasi telah sepakat untuk mengadakan pembicaraan formal pertama tentang loss and damage atau kerugian dan kerusakan akibat perubahan iklim. 

Baca Juga

Negara-negara berkembang menuntut agar negara-negara kaya, dan negara yang menghasilkan polusi membayar kompensasi atas kerusakan yang diakibatkan oleh perubahan iklim. Negara-negara miskin dan berkembang menghadapi kerusakan yang tidak dapat dihindari seperti banjir yang memburuk, kekeringan dan kenaikan permukaan laut akibat perubahan iklim.

Negara miskin yang menghasilkan sedikit polusi kerap mengalami musibah besar akibat perubahan iklim. Menteri Lingkungan Nigeria, Mohammed Abdullahi menyerukan negara-negara kaya untuk menunjukkan komitmen positif dan afirmatif untuk membantu negara-negara yang paling terpukul oleh perubahan iklim.  

"Prioritas kami adalah menjadi agresif dalam hal pendanaan iklim untuk mengurangi kerugian dan kerusakan,” kata Abdullahi.

Para pemimpin negara-negara miskin, bersama dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron, membahas tentang kompensasi tersebut. Menurut mereka, kompensasi ini sebagai salah satu bentuk keadilan.

“Afrika seharusnya tidak membayar kejahatan yang tidak mereka lakukan,” kata Presiden Republik Afrika Tengah Faustin Archange Touadera, seraya menambahkan bahwa negara-negara kaya harus disalahkan atas masalah iklim.

Presiden Kenya, William K Ruto, mengatakan, perubahan iklim mengancam kehidupan, kesehatan, dan masa depan orang-orang di negara miskin, termasuk Afrika. Ruto memperkirakan kerusakan akibat perubahan iklim senilai 50 miliar dolar AS per tahun pada 2050. Ruto mengatakan, Kenya memilih untuk tidak menggunakan banyak sumber daya “energi kotor” meskipun dapat membantu negara miskin secara finansial. Ruto justru memilih bahan bakar yang lebih bersih.

"Kerusakan adalah pengalaman sehari-hari kami dan mimpi buruk bagi jutaan orang Kenya dan ratusan juta orang Afrika,” kata Ruto.

Austria berjanji akan memberikan bantuan senilai 50 juta euro kepada negara-negara berkembang yang menghadapi kerusakan dan kerugian akibat perubahan iklim. Bantuan itu akan diberikan selama empat tahun.

 

Sejauh ini hanya empat negara yang berjanji memberikan bantuan keuangan kepada negara-negara miskin yaitu Belgia, Denmark, Jerman dan Skotlandia. Austria adalah negara kelima yang berkomitmen memberikan kompensasi.

Dana tersebut dapat mendukung "Santiago Network" yaitu skema PBB yang memberikan dukungan teknis kepada negara-negara yang menghadapi kerusakan akibat bencana alam yang dipicu oleh iklim. Santiago Network merupakan sebuah program yang menyediakan sistem peringatan dini untuk negara-negara yang rentan terhadap cuaca ekstrem.

"Negara-negara yang paling rentan di Global South sangat menderita akibat krisis iklim, dan sudah sepatutnya menuntut lebih banyak dukungan dari negara-negara industri," kata Menteri Iklim Austria, Leonore Gewessler.

Gewessler mengatakan, Austria juga akan menambahkan 10 juta euro lagi ke anggaran tahun ini untuk pendanaan iklim. "Austria mengambil tanggung jawab," ujarnya.

Namun, para juru kampanye iklim mengatakan bahwa komitmen tersebut tidak dapat menggantikan dukungan yang konsisten. Sejauh ini, kompensasi yang dijanjikan tidak dapat menutup kerugian negara-negara rentan yang sering dilanda banjir, kekeringan, dan badai ekstrem.  

Total kerugian akibat Topan Idai yang melanda Mozambik pada 2019 menyebabkan kerusakan senilai 1,4 miliar dolar AS dan kerugian1,39 miliar dolar AS. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada 2030, kerugian terkait iklim negara-negara yang rentan dapat mencapai 580 miliar dolar AS per tahun.

Negara-negara berkembang ingin para delegasi COP27 mencapai kesepakatan untuk meluncurkan fasilitas pendanaan, yang didedikasikan untuk kerugian dan kerusakan. Sebelumnya Amerika Serikat dan 27 negara anggota Uni Eropa menentang gagasan tersebut. Seorang penasihat kelompok Forum Rentan Iklim dari 58 negara, Saleemul Huq, menyambut baik pendanaan Austria. Dia mengatakan, forum tersebut mengharapkan Austria dan negara lainnya mendukung kesepakatan tentang kompensasi kerugian dan kerusakan akibat perubahan iklim.

 

"Setiap negara yang mengumumkan pendanaan untuk kerugian dan kerusakan akibat perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia sangat disambut baik," kata Huq. 

 
Berita Terpopuler