Mengapa Perempuan Rentan Alami Masalah Kognitif dan Mental di Masa Menopause?

Gangguan mood seperti rasa gelisah-sensitif rentan mendera perempuan menopause.

Piqsels
Perempuan usia menopause (Ilustrasi). Saat menopause, penurunan homon estrogen bisa mendatangkan perubahan mood dan mengganggu kemampuan kognitif.
Rep: Desy Susilawati Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis kedokteran jiwa Natalia Widiasih menjelaskan perubahan hormon yang dialami perempuan dalam masa menopause dapat menyebabkan gejala-gejala yang menganggu produktivitas hingga menurunkan kualitas hidup. Perempuan dalam masa menopause rentan mengalami penurunan daya berpikir (fungsi kognitif), khususnya berupa penurunan daya ingat dan kelancaran verbal, yang berpotensi menjadi demensia di kemudian hari.

"Estrogen berperan dalam mediasi neurotransmitter di korteks prefrontal, yang berperan dalam fungsi eksekutif, dengan mengatur pembentukan saraf dan melindungi saraf dari kerusakan dan kematian sel," jelas dr Natalia dalam acara konferensi pers virtual dengan tema "Life After 40 Happy and Healthy", Rabu (19/10/2022).

Dr Natalia mengatakan estrogen juga berperan dalam regulasi fungsi mitokondria dalam sintesis adenosin trifosfat (ATP), yaitu bentuk energi yang dibutuhkan sel. Penurunan kadar estrogen mengganggu pembentukan energi otak akibat disfungsi mitokondria yang diikuti dengan penurunan metabolisme otak, deposisi beta amiloid, hilangnya sinaps neuron di otak, dan kemudian menyebabkan penurunan fungsi kognitif hingga dementia.

Selain mengganggu kemampuan kognitif, perubahan hormon juga mengganggu kesehatan mental perempuan di masa menopause. Perempuan menopause lebih rentan mengalami gangguan mood.

Baca Juga

"Gangguan mood dapat meliputi meliputi perasaan gelisah, sensitif, dan perubahan mood yang fluktuatif (mood swing)," ujarnya.

Dr Natalia menyebut penurunan hormon estrogen memegang peranan penting dalam perubahan mood. Hormon ini berfungsi dalam regulasi sintesis dan metabolisme berbagai neurotransmitter terkait mood, seperti serotonin, dopamine, dan norepinephrine. Disregulasi dari berbagai neurotransmitter tersebut pada daerah hipothalamus, korteks prefrontal, dan sistem limbik dapat menyebabkan gangguan mood dan perasaan lelah (fatigue).

"Perubahan mood tersebut nantinya dapat berkembang menjadi lebih berat dan menyebabkan gejala kecemasan dan depresi," ungkapnya.

Gejala kecemasan ditandai dengan perasaan gelisah, panik, berkeringat, hingga sesak napas. Sementara itu, depresi dapat ditandai dengan perasaan lelah, tidak berenergi, gangguan tidur, konsentrasi yang buruk, dan perubahan berat badan yang dapat memperburuk kualitas hidup.

Selain itu, proses penuaan pada fisik perempuan menimbulkan rasa tidak percaya diri. Proses penuaan juga dapat membuat terbentuknya pandangan negatif pada diri perempuan (negative body image).

"Berbagai faktor lain seperti keadaan ekonomi, dukungan sosial yang rendah, kondisi medis tertentu, riwayat gangguan mental, dan kepribadian individu juga dapat berpengaruh terhadap perubahan mood," jelas dr Natalia.

Hubungan dalam keluarga dan pasangan yang baik dapat membantu meringankan stres akibat menopause dan membantu perempuan menjadi lebih tangguh dalam melewati fase ini. Peran sistem pendukung sangat penting dalam membantu perempuan menjalankan masa menopause.

"Ketika terdapat disfungsi seksual akibat menopause, pasangan perlu saling mengomunikasikan ekspektasi satu sama lain terkait hubungan seksual," kata dr Natalia.

Pasangan juga dapat melakukan couples therapy untuk membantu agar dapat saling memahami dan membentuk strategi dalam menghadapi perubahan biologis, hormonal, dan psikologis yang sedang terjadi. Beberapa hal yang perlu dibicarakan adalah bagaimana fase menopause ini berdampak pada hubungan, keintiman, seksualitas, dan bagaimana harapan dan ekspektasi terhadap satu sama lain dalam melewati fase ini.

 
Berita Terpopuler