Masa Depan Ganja untuk Kepentingan Medis Setelah MK Menolak Gugatan

MK meminta pemerintah melakukan pengkajian mendalam ganja untuk kepentingan medis.

Robert Galbraith, file photo: Reuters
Ganja medis. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Nawir Arsyad Akbar, Antara

Baca Juga

Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak permohonan uji materil Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terkait pasal pelarangan Narkotika Golongan I untuk pelayanan kesehatan. Gugatan itu diajukan sejumlah ibu dari pasien gangguan fungsi otak (cerebral palsy) serta lembaga swadaya masyarakat. 

Dalam putusannya, MK menyatakan materi yang diujikan adalah kebijakan hukum terbuka atau open legal policy. MK dalam pertimbangan putusannya juga menegaskan agar pemerintah segera melakukan pengkajian dan penelitian terhadap jenis narkotika golongan I untuk keperluan pelayanan kesehatan dan/atau terapi.

Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menilai, masih ada satu cara yang dapat ditempuh, yakni lewat legislative review. Menurutnya, putusan MK itu tidak melarang untuk mengubah Pasal 8 ayat 1 mengenai penggunaan ganja untuk keperluan medis. Putusan tersebut hanya menolak bahwa pasal tersebut inkonstitusional.

"Jalan lain itu legislative review, ditolak itu kan judicial review dan judicial review itu tidak mengatakan bahwa pasal itu tidak boleh diubah," ujar Arsul di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (20/7/2022).

Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sendiri memang ingin merelaksasi aturan ganja medis untuk kesehatan. Namun harus diikuti dengan aturan yang sangat ketat dan tak ada hubungannya dengan ganja sebagai rekreasi.

"Kita tidak sedang bicara legalisasi ganja untuk rekreasi atau kesenangan, tidak. Untuk medis dan dengan aturan yang ketat lagi," ujar Arsul.

Sementara itu, revisi UU Narkotika yang sekarang sedang berproses di Komisi III. Sejumlah fraksi memang mengusulkan agar penggunaan ganja untuk medis dimungkinkan dengan syarat-syarat dan ketentuan yang diatur sedemikian rupa dalam aturan turunannya nanti.

"Kami usulkan pasalnya itu nanti berbunyi kira-kira seperti ini 'Narkotika Golongan 1 dapat dipergunakan untuk keperluan pelayanan kesehatan dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam satu peraturan perundangan'," ujar Arsul. 

Senada, anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari mengatakan pemerintah dan DPR wajib menindaklanjuti putusan MK. Yakni lewat pembahasan UU Narkotika yang saat ini tengah direvisi.

"Pemerintah dan DPR wajib menindaklanjuti pertimbangan Putusan MK tersebut dengan menjadikan materi tentang pemanfaatan ganja sebagai layanaan kesehatan atau terapi dalam pembahasan revisi UU Narkotika yang sedang berlangsung," kata Taufik dalam keterangan tertulisnya, Kamis (21/7/2022).

Taufik mengatakan MK memberikan penekanan pada kata 'segera' dalam putusannya dengan memberikan huruf tebal menunjukkan urgensi terhadap hasil pengkajian ini. Untuk itu ia meminta pemerintah segera melakukan pengkajian dan penelitian terhadap kebutuhan dimaksud. 

Untuk menindaklanjuti urgensi kajian pemerintah, Taufik juga menyarankan agar pemerintah juga merujuk pada kajian yang telah ada di tingkat internasional termasuk kajian dari Expert Committee on Drugs Dependence (ECDD) yang pada tahun 2019 merekomendasikan kepada the Commission on Narcotics Drugs (CND) yang dibentuk UN Ecosoc dan WHO untuk menjadikan cannabis atau ganja sebagai golongan narkotika yang dapat digunakan untuk pelayanan kesehatan dengan mengubah Convention on Narcotics Drugs tahun 1961 dan telah disetujui melalui mekanisme voting di CND. 

"Masalah yang dihadapi para Pemohon uji materil di MK terutama Ibu Santi dan ibu Dwi Pertiwi serta peristiwa yang pernah dialami Fidelis beberapa tahun lalu terkait penggunaan ganja untuk kebutuhan terapi yang mungkin dialami berbagai orang lainnya, merupakan masalah kemanusiaan yang perlu dicari solusi dan jalan keluarnya. Oleh karena itu langkah segera pasca Putusan MK ini harus dilakukan dengan tetap berpikiran terbuka dan berpedoman pada perkembangan ilmu pengetahuan," imbuhnya.

Adapun, anggota Komisi III DPR RI, Trimedya Panjaitan, mengatakan, putusan MK akan ditindaklanjuti usai DPR reses.

"Kita kan RUU Narkotika tetap kita bahas ya, nanti kita masuk lagi tanggal 16 kita akan lihat gitu. Kan UU Narkotika itu, terkait putusan MK nanti mungkin nggak kita evaluasi atau tidak kita akan lihat nanti pada saat pembahasan RUU Narkotika," kata Trimedya di Kantor DPP PDIP, Kamis.

Ia mengatakan saat ini prosesnya masih di tahap rapat dengar pendapat. DPR akan menyerap aspirasi ke sejumlah kampus terkait wacana legalisasi ganja untuk keperluan medis.

"Kita baru tahapannya RDPU Rapat dengan Pendapat Umum, rencananya habis masuk ini kita ke kampus menyerap aspirasi tinggal ditentukan kampus di Jawa dan di Sumatera," ucapnya.

 

 

 

Dalam pertimbangan putusannya, MK menyatakan, UU 35/2009 telah memberikan kepastian hukum berkaitan dengan penggunaan narkotika golongan I seperti ganja untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Mengenai pemidanaan penggunaan ganja untuk terapi dalam UU 35/2009, MK berpendapat, hal tersebut menjadi kewenangan pembentuk undang-undang (open legal policy).

Karena itu, MK menyerahkan kepada pembentuk undang-undang untuk menindaklanjutinya. MK mendorong pengkajian dan penelitian terhadap jenis narkotika golongan I untuk mengetahui dapat atau tidak dimanfaatkan dalam layanan kesehatan atau terapi. 

Jika hasil pengkajian dan penelitian menyatakan narkotika golongan I dapat dimanfaatkan untuk terapi dan perlu peraturan pelaksana, pemerintah dan para pemangku kepentingan harus mengatur secara detail tentang antisipasi kemungkinan adanya penyalahgunaan jenis Narkotika Golongan I. MK mengingatkan agar pembentuk undang-undang, termasuk pembuat peraturan pelaksana, harus benar-benar cermat dan hati-hati dalam mengantisipasi hal-hal tersebut.

 

"Mengingat, kultur dan struktur hukum di Indonesia masih memerlukan edukasi secara terus menerus," kata MK, dalam risalah putusannya.

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej (Eddy), memastikan pemerintah akan menindaklanjuti putusan MK yang menolak permohonan uji materil UU Narkotika terkait pasal pelarangan Narkotika Golongan I untuk pelayanan kesehatan. Selain akan membahasnya dengan DPR, pemerintah akan melakukan kajian terhadap jenis narkotika golongan I untuk keperluan pelayanan kesehatan dan/atau terapi.

"Ini sambil menyelam minum air, dalam pengertian, sembari melakukan penelitian terhadap kegunaan ganja dan sebagainya, pemerintah dan DPR kan sedang membahas revisi UU Narkotika dan tentunya kita akan mendalami lebih lanjut sembari melihat dari hasil penelitian itu," kata Eddy di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta, Kamis (21/7/2022). 

Eddy mengatakan putusan MK sangat jelas bahwa MK menolak permohonan uji materil sepenuhnya. Dalam pertimbangannya, MK meminta untuk dilakukan pengkajian lebih lanjut terhadap manfaat ganja itu sendiri.

"Jadi itu akan dibahas sesudah masa reses ini," ucapnya. 

Berbicara terpisa, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, kementeriannya akan membuat regulasi terkait izin penelitian tentang ganja. Izin diberikan untuk mengetahui bukti medis ganja bisa dipakai untuk kepentingan medis.

"Yang mau kami bikin izin untuk melakukan penelitian, bukan izin pemakaian," ujar Budi, di sela kunjungan ke sejumlah sekolah di kawasan Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis.

"Ganja di Kementerian Kesehatan mau kami gunakan untuk penelitian, di kesehatan itu berbasis ilmiah," tuturnya, menambahkan.

 

Menkes menambahkan, saat ini terdapat salah satu narkotika yang dapat digunakan untuk kebutuhan medis, yakni morfin. "Banyak juga narkotika untuk medis, seperti morfin, itu dipakai ketika ada orang sakit, orang lagi luka, ada bencana, ada perang, orang disuntik morfin, tapi sudah diukur dan tidak dijual bebas," tuturnya.

 

Ganja medis, bukan pilihan obat utama. - (Republika)

 
Berita Terpopuler