Ancol, Tempat Wisata Favorit Warga Jakarta, Dulu Sarang Monyet Kini Jadi Sirkuit Formula E

Wilayah Ancol dulunya adalah rawa-rawa dan menjadi habitat monyet, namun sekarang berubah menjadi tempat wisata kelas wahid hingga menjadi lokasi sirkuit Formula E.

network /Kurusetra
.
Rep: Kurusetra Red: Partner

Sirkuit Formula E. Wilayah Ancol dulunya adalah rawa-rawa dan menjadi habitat monyet, namun sekarang berubah menjadi tempat wisata kelas wahid hingga menjadi lokasi sirkuit Formula E. Foto: Republika.

CERITA ABAH: Artikel ini adalah warisan berupa tuturan dari sejarawan sekaligus wartawan senior (Almarhum) Alwi Shahab kepada kami dan kami tulis ulang. Selamat Menikmati.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Selama Idul Fitri banyak warga yang mendatangi tempat rekreasi. Salah satu yang banyak diserbu adalah Taman Impian Jaya Ancol (TIJA) di Jakarta Utara. Wilayah Ancol yang dulunya rawa-rawa dan menjadi habitat monyet, kini menjelma menjadi tempat wisata hingga menjadi sirkuit Formula E.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, pengunjung sampai membludak selama sebulan setelah lebaran. Bisa mencapai jutaan orang. Keadaan serupa juga terjadi pada tempo doeloe. Sampai 1960-an selama lebaran warga ramai-ramai rekreasi ke Zandvoort, yang oleh lidah Betawi disebut ‘sampur’. Jaraknya sekitar 3 km dari Ancol, dan hanya 1 km dari stasion Kereta Api Tanjung Priok, Jakarta Utara.

BACA JUGA: Asal Usul Nama-Nama Tempat di Jakarta: Dari Ancol Sampai Kampung Ambon

Ancol, yang kini tempat rekreasi paling banyak menyedot pengunjung, kala itu masih hutan belukar dan sarang monyet. Hingga kendaraan yang lewat harus perlahan-lahan dan ekstra hati-hati, karena monyet-monyet sering berhamburan keluar. Banyak yang percaya para monyet itu memiliki seorang pemimpin yang dijuluki ‘si kondor’. Tentu saja kini tidak satu pun monyet yang tersisa. Bahkan, semak belukar sudah jadi hutan beton.

Ulama Kondang almarhum KH Abdullah Syafe’ie, melalui radio Asyafi’iyah pada tahun 1970-an dan 80-an, sering menyindir bahwa monyet-monyet di Ancol sekarang bukan lagi berupa binatang tapi manusia yang tingkah lakunya lebih jelek dari binatang.

BACA JUGA: Rektor ITK Singgung Manusia Gurun, Teringat Humor Gus Dur Tentang Unta Hewan Gurun yang Pendendam

Maksud sindiran ulama Betawi itu, karena di malam hari para hidung belang dan WTS menjadikan kawasan Ancol sebagai tempat indehoy. Tanpa mengenal malu dan takut akan dosa, mereka melakukan maksiat di pasir tepi pantai, hanya di-alingin sebuah pantai. Konon, sekarang ini lebih berani lagi.


Di wilayah Ancol banyak vila-vila berdiri.

Ancol sebagai tempat maksiat dikenal jauh sebelumnya. Di kisahkan, playboy kaya raya Oey Tambahsia dan sejumlah warga tajir lainnya sering bersenang-senang di Ancol. Mereka memiliki soehian (semacam rumah pelacuran) tempat berpesiar dengan para harem. Bahkan, di salah satu vilanya itu, konon si mata keranjang Oey Tambahsia membunuh seorang gadis yang jadi korbannya.

Kemudian, gadis itu diidentikan sebagai Ariah yang hilang sekitar tahun 1870/1871. Ia meninggal dan jasadnya hilang, setelah menolak hendak diperkosa di sebuah vila di Ancol. Ia kemudian dikenal sebagai ‘Si Manis dari Jembatan Ancol’, yang pada malam hari sering keluar dan menggoda laki-laki, khususnya para sopir yang lewat jembatan.

BACA JUGA: Kereta Nyebur ke Sawah karena Tubruk Kerbau di Ancol, Ulah Si Manis?

Kisah itu telah berkali-kali disinetronkan, bahkan pernah difilmkan. Oleh perusahaan film Sarinande dengan produsen dan sutradara Turino Djunaedi dan pemeran utama Lenny Marlina, Farouk Afero dan Kris Biantoro.

Dalam tahun 1950-an, surat kabar Ibukota sering memberitakan kecelakaan lalu lintas yang meminta korban manusia di Jembatan Ancol. Berita-berita burung menyebutkan kecelakaan itu berkaitan dengan munculnya tiba-tiba seorang gadis ayu dekat jembatan Ancol.

BACA JUGA: Cak Nun: Ikut Muhammadiyah Otomatis Jadi NU, Kalau Ikut NU Puncaknya Jadi Muhammadiyah

Si gadis bahenol terkadang berdiri di tepi jembatan dan terkadang melintasinya. Karena konsentrasi sopir terganggu, mobilnya menabrak pohon. Tidak heran, kala itu para pengemudi bila melewati jembatan ini harus beri kode: membunyikan klakson atau menyalakan lampu sen.


Seorang sordadoe Kompeni, Johannes Rach (1720-1783), ketika bertugas di Batavia sempat melukis Ancol. Kala itu banyak warga Belanda membangun vila di Ancol, yang kala itu masih bernama Slingerland. Prajurit itu melukis tuan dan nyonya Belanda serta kelurganya tengah berlibur di Ancol, yang kala itu letaknya di luar kota Batavia yang berpusat di Pasar Ikan.

Sama seperti kalau kita berakhir pekan ke Puncak. Di Ancol, gubernur jenderal Valckenier memiliki sebuah vila besar dengan taman yang luas. Tentu saja ketika itu pantainya belum terkena polusi seperti sekarang.

BACA JUGA: Meluruskan Mitos Hantu Si Manis yang Bikin Jembatan Ancol Jadi Angker

Dalam lukisan tersebut tampak para wanita dengan pakaian mode dari Paris abad ke-18 yang di bagian bawahnya seperti ‘kurungan ayam’ tengah dipayungi budaknya. Sementara sejumlah budak lain mendampinginya memegang ‘tempolong’ untuk tempat ludah sirih ‘si nyonya’. Kala itu, para wanita umumnya nyirih mengunyah daun sirih yang tengahnya diberi pinang dan gambir.

Kebiasan yang dilakukan para budak wanita itu kemudian ditiru para wanita Indo. Sampai 1950-an, hampir di tiap rumah selalu tersedia tempat sirih. Di kesultanan-kesultanan tempat sirih ada yang dibuat dari emas dan perak. Waktu itu, di jalan-jalan Ibukota terdapat penjual sirih yang memikul dagagangnya.


Pada masa perjuangan dan awal kemerdekaan, Ancol merupakan daerah terlupakan. Kawasan seluas 552 hektar itu dibiarkan terlantar dan jadi sarang malaria. Bersamaan dengan isu ‘si Manis dari Jembatan Ancol’.

Bung Karnolah yang punya ide untuk memanfaatkan Ancol, yang kala itu dijuluki ‘tempat jin buang orok’. Presiden pertama RI itu merencanakan membangun Menara Soekarno. Namun urung, karena Bung Karno keburu dijatuhkan, sementara masyarakat menilainya sebagai ‘proyek mercu suar’.

BACA JUGA: Humor Gus Dur: Grogi, Banser Terbalik Sebut Abdurrahman Saleh Mendarat di Bandara Abdurrahman Wahid

Pada saat keadaan Ancol demikian, Zandvoort menjadi tempat rekreasi warga Ibukota. Rekreasi ke pantai ini sangat menyenangkan. Tidak bayar sesen pun. Juga tidak perlu biaya banyak seperti ke Taman Impian Jaya Ancol. Warga dapat makan di dekat siraman ombak dan pantai yang jernih. Sementara di pinggir-pinggir jalan banyak pedagang, dengan harga yang terjangkau masyarakat berpenghasilan rendah.

Kini Zandvoort sudah tidak berbekas sama sekali. Bahkan, namanya pun tidak ada yang tahu, alias dilupakan. Kini di tempat rekreasi yang dulu paling banyak didatangi orang itu, yang tinggal hanya sejumlah gudang dan pantainya kotor penuh sampah.

BACA BERITA MENARIK LAINNYA:

> Humor Gus Dur: Gara-Gara Tiga Jawaban Berbeda, Bikin Bule Makin Tersesat di Jalan Sudirman

> Kiai Tampar Anggota Banser: Kiai Gak Dijaga Malah Gereja yang Dijaga!

> GP Ansor Bantah Anggota Banser Lecehkan Tsamara Amany: Fotonya Dicatut

> Humor Gus Dur: Pastor Lega Dikira Gak Jadi Diterkam Harimau, Ternyata Harimaunya Lagi Baca Doa Makan

> Sempat Tantang Novel Bamukmin Duel, Denny Siregar: Gak Jadi Deh, Gw Males Bulan Puasa Berantem

> Kata Siapa Muhammadiyah tidak Punya Habib, KH Ahmad Dahlan Itu Keturunan Rasulullah

> Pak AR Salah Masuk Masjid, Diundang Ceramah Muhammadiyah Malah Jadi Imam Tarawih di Masjid NU

> Humor Gus Dur: Yang Bilang NU dan Muhammadiyah Berjauhan Hanya Cari Perkara, Yang Dipelajari Sama

> Humor Cak Nun: Soal Rokok Muhammadiyah Terbelah Jadi Dua Mahzab

> Humor Ramadhan: Puasa Ikut NU yang Belakangan, Lebaran Ikut Muhammadiyah yang Duluan

> Muhammadiyah Tarawih 11 Rakaat, Pakai Formasi 4-4-3 atau 2-2-2-2-2-1?

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.

 
Berita Terpopuler