Bisnis Rusia di AS Hadapi Pembalasan Akibat Serangan Ukraina

Warga AS lampiaskan kemarahan pada apapun yang berbau Rusia di negaranya.

AP Photo/Seth Wenig
Deretan penganan dari Rusia, Ukraina, dan negara lainnya terpajang di Moscow on the Hudson, Kamis (16/3/2022). Kemarahan warga AS terhadap Rusia dilampiaskan ke bisnis yang berbau Rusia, membuat pemilik bisnis khawatir.
Rep: Dwina agustin Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Mereka membuang vodka, memboikot restoran Rusia, bahkan meninggalkan pesan suara yang mengancam di bisnis warga Rusia yang berada di Amerika Serikat (AS). Marah dengan kekerasan mematikan dan krisis kemanusiaan akibat perang Rusia di Ukraina, beberapa warga AS melampiaskannya pada bisnis dan merek atau apa pun yang terdengar merujuk pada Rusia.

Baca Juga

Pemilik bisnis dan pakar mengatakan itu adalah sentimen anti-Rusia paling intens yang pernah terlihat. Mereka juga menyebut perilaku itu tidak rasional dan salah tempat, terutama ketika begitu banyak pemilik yang mencela invasi Presiden Rusia Vladimir Putin dan mendukung Ukraina, belum lagi fakta bahwa beberapa bahkan bukan orang Rusia.

Kepala Carnegie Mellon's Heinz College di Washington dan seorang ahli senior di Rusia Sarah E. Mendelson mengatakan,  tidak dapat mengingat reaksi anti-Rusia yang intens yang diterjemahkan menjadi orang-orang yang memprotes restoran atau produk. Bahkan kondisi saat ini tidak terjadi setelah kampanye pengeboman Rusia di Suriah dan sekitarnya pada invasi Krimea pada 2014.

Mendelson mencatat bahwa rentetan gambar real-time Ukraina yang melarikan diri dari negaranya  lyang dilanda perang telah menciptakan gelombang emosi. Namun boikot itu sendiri menyakiti para imigran yang melarikan diri dari Rusia dan Ukraina.

"Ini adalah respons emosional, ini sebenarnya bukan respons rasional. Orang-orang harus meluangkan waktu untuk mencari tahu apa yang terjadi," kata Mendelson.

Pemilik toko roti Rusia Piroshky Piroshky di Seattle, Olga Sagan, telah menawarkan kue-kue buatan tangan Rusia sejak 1992. Dia harus berhadapan dengan penelepon gelap baru-baru ini dari seseorang yang mengancam akan melakukan serangan teroris di tokonya.

Sagan bermigrasi dari Rusia pada 1999 dan kini merupakan warga negara AS. Dari 60 anggota stafnya, dia adalah satu-satunya dari Rusia, tiga lainnya dari Ukraina.

"Orang-orang mengolok-olok orang Rusia, kami minum vodka. Namun, tidak pernah, tidak pernah seperti ini. Itu membuat saya merasa sangat sedih. Saya memahami emosi orang dan seberapa kuat mereka menghadapi situasi ini, dan saya sangat menghargainya karena saya memiliki emosi yang kuat. Namun kebanyakan orang Rusia menentang (perang)," ujar Sagan.

Untuk memperjelas posisi mereka dan menenangkan pelanggan, banyak pemilik bisnis telah memasang tanda-tanda Ukraina di pintu atau telah beralih ke media sosial untuk menjanjikan dukungan dan mengutuk tindakan Rusia. Bahkan, beberapa restoran menghapus referensi Rusia dari menu mereka.

Bahkan orang Ukraina telah terjebak dalam pembalasan oleh warga AS. Alan Aguichev yang membuka sebuah restoran di Manhattan dua tahun lalu bersama ibunya, Svetlana “Sveta” Savchitz, yang lahir di Kharkiv, Ukraina menjadi korban.

Mereka menamai restoran dengan Sveta dan mengiklankannya sebagai restoran Eropa Timur dan Rusia. Deskripsi tersebut dimaksudkan untuk membantu orang dengan mudah memahami makanan yang dihidangkan tetapi sekarang menarik perhatian yang tidak diinginkan.

 

Aguichev yang lahir di AS mengatakan, telah menerima surel dari orang-orang yang menggunakan kata-kata kasar tentang Rusia. Ancaman itu memerintahkan mereka untuk kembali ke tempat asal. Dia pun akhirnya menghapus referensi ke Rusia dari menu restoran.

"Dua saudara perempuannya bersembunyi di bawah bunker," kata Aguichev tentang keluarga ibunya.

Aguichev mencatat bahwa banyak orang lain telah mendukung dia dan ibunya. Namun seharusnya tidak masalah meskipun seseorang lahir di Rusia, karena banyak teman Rusianya juga tidak menginginkan perang ini.

"Hanya satu orang yang ingin melakukan ini, dan itu adalah Presiden Putin. Ini tidak hanya memengaruhi kehidupan Ukraina, itu juga memengaruhi kehidupan Rusia," ujar Aguichev.

Robert Passikoff, pendiri dan presiden Brand Keys sebuah konsultan penelitian loyalitas merek yang berbasis di New York membuktikan melalui survei yang dilakukan. Dia mencatat bahwa jajak pendapat baru-baru ini terhadap 1.200 pembeli AS.

Passikoff menemukan 84 persen secara bipartisan mengindikasikan bahwa mereka akan memboikot merek Rusia sebagai tanda solidaritas dengan Ukraina. Namun, hanya delapan persen dari mereka yang dapat menyebutkan merek konsumen Rusia dengan benar tanpa bantuan.

"Ini sentimen yang bagus, tapi bermasalah. Kenyataannya adalah tidak banyak merek Rusia terkenal yang siap dipamerkan di toko-toko Amerika," kata Passikoff.

Kemarahan konsumen telah salah arah di masa lalu. Setelah serangan teroris 11 September 2001, banyak bisnis yang dikelolo oleh orang atau keturunan Timur Tengah menderit.

Pelanggan mengarahkan permusuhan kepada mereka. Pada tahun-tahun sejak itu, media sosial telah mempermudah orang untuk memprotes dan mengatur boikot melalui tagar tetapi kurangnya konteks juga memudahkan untuk ditahan bahkan dikalahkan.

 

 
Berita Terpopuler