Kanselir Jerman Lakukan Kunjungan ke Ukraina dan Rusia

Kanselir Jerman Olaf Scholz terbang ke Ukraina dan Rusia pekan ini.

AP/Guglielmo Mangiapane/REUTERS
Kanselir Jerman Olaf Scholz berbicara selama konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri Italia Mario Draghi di kantor pemerintah Istana Chigi di Roma, Senin, 20 Desember 2021.
Rep: Dwina Agustin Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, BERLIN -- Kanselir Jerman Olaf Scholz terbang ke Ukraina dan Rusia pada pekan ini. Perjalanan ini untuk membantu meredakan ketegangan yang meningkat dengan banyak negara, termasuk Jerman, telah meminta warganya untuk meninggalkan Ukraina dalam waktu dekat.

Baca Juga

Perjalanan Scholz ini menjadi yang pertama sebagai kanselir mengunjungi Kiev pada Senin (14/2/2022) dan Moskow pada Selasa (15/2/2022). Dia akan bertemu presiden dari kedua negara dan memperbarui peringatannya kepada Rusia serta advokasi untuk melanjutkan diplomasi dalam berbagai format.

"Adalah tugas kami untuk memastikan bahwa kami mencegah perang di Eropa, di mana kami mengirim pesan yang jelas ke Rusia bahwa setiap agresi militer akan memiliki konsekuensi yang akan sangat tinggi bagi Rusia dan prospeknya, dan bahwa kami bersatu dengan sekutu kami,” ujar Scholz mengatakan kepada majelis tinggi parlemen Jerman pada Jumat (11/2/2022).

"Tapi pada saat yang sama itu juga termasuk menggunakan semua peluang untuk pembicaraan dan pengembangan lebih lanjut," katanya.

Saat mendapatkan pertanyaan apakah Scholz akan mengambil inisiatif baru dengan perjalanan ke Kiev dan Moskow atau posisi yang sudah ada untuk dibahas, juru bicaranya, Steffen Hebestreit, menjawab bahwa dia akan tetap dengan posisi yang telah dipertahankan. Scholz hanya bisa berharap bahwa dalam pembicaraannya dengan Putin dia bisa mencegahnya mengambil tindakan militer dengan solusi yang menyelamatkan muka.

Scholz telah berulang kali mengatakan bahwa Moskow akan membayar dengan harga tinggi jika terjadi serangan. Namun, penolakan pemerintahnya untuk memasok senjata mematikan ke Ukraina atau untuk menguraikan sanksi mana yang akan didukungnya terhadap Rusia telah menuai kritik di luar negeri dan di dalam negeri.

 

 

Keputusan ini akhirnya memuncul pertanyaan tentang tekad Berlin dalam melawan Moskow. Posisi enggan Jerman sebagian berakar pada sejarah agresinya selama abad ke-20.

Ketika itu militerisasi Jerman di Eropa selama dua perang dunia membuat banyak pemimpin negaranya pascaperang memandang respons militer sebagai upaya terakhir. Terlepas dari beban bersejarah ini, para ahli mengatakan bahwa sekarang sangat penting bahwa Scholz menekankan bahwa Jerman selaras dengan sekutunya di Eropa dan Amerika Serikat (AS), terutama ketika dia bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

"Scholz harus menyampaikan pesan yang sangat jelas di Moskow, dan itu benar-benar hanya bisa: Ada persatuan dan kesatuan dalam aliansi Barat," kata ahli di German Marshall Fund Markus Ziener.

Ziener menyatakan, tindakan Kanselir Jerman harus menunjukan bahwa tidak ada kemungkinan untuk mengganjal aliansi Barat,dan itu harus dipahami di Moskow. "Pada saat yang sama, dia harus menjelaskan bahwa biayanya tinggi,” ujarnya.

"Itu pada dasarnya adalah pesan yang paling mungkin ditangkap di Moskow juga. Jadi invasi militer ke Ukraina memiliki konsekuensi signifikan bagi Rusia," kata Ziener.

 

 

Scholz belum secara eksplisit mengatakan konsekuensi atau sanksi seperti apa yang harus dihadapi Rusia jika menginvasi Ukraina.Namun, masa depan pipa Nord Stream 2 yang membawa gas alam Rusia ke Jerman di bawah Laut Baltik, melewati Ukraina, dipertaruhkan.

Presiden AS Joe Biden pekan lalu mengancam bahwa pipa itu akan diblokir jika terjadi invasi. Tindakan itu akan merugikan Rusia secara ekonomi tetapi juga menyebabkan masalah pasokan untuk Jerman. Pembangunan pipa telah selesai, tetapi belum beroperasi. Dwina Agustin/ap

 

 

 

 
Berita Terpopuler