Muslim India Dukung Aksi Protes Larangan Jilbab di Sekolah

Muslim India mendukung aksi protes larangan jilbab di sekolah.

Indiatodayi.in
Murid sekolah Muslimah di negara bagian Assam, India
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID,  KARNATAKA -- Aksi protes larangan jilbab di sekolah-sekolah Negara Bagian Kartanaka, India, memicu aksi protes serupa setidaknya empat negara bagian India lainnya, yaitu Benggala Barat, Uttar Pradesh, Telangana, dan ibu kota New Delhi.

Baca Juga

Di berbagai tempat, gerombolan Hindu sayap kanan, yang mengenakan selendang dan topi safron, menghadapi pengunjuk rasa dan bentrok dengan polisi. Bahkan, terlihat massa yang sebagian besar terdiri dari mahasiswa dan aktivis muda dari berbagai organisasi Hindu sayap kanan melakukan pawai di seluruh Karnataka.

Pada hari yang sama, sebuah video viral di media sosial di mana gerombolan Hindutva terlihat mengolok-olok seorang siswa Muslim Muskan Khan, ketika dia memasuki perguruan tinggi di distrik Mandya. Muskan berupaya menghadapi massa dan tetap memasuki kampus, dimana hal itu dipuji secara daring maupun di dunia nyata, atas keberaniannya.

“Dia tidak punya siapa-siapa selain Allah untuk dipanggil,” kata ayah Muskan, Mohammad Hussain Khan.

Khawatir eskalasi ketegangan lebih lanjut, pemerintah mengumumkan penutupan segera semua sekolah dan perguruan tinggi di negara bagian itu. Ketua Menteri Basavaraj S Bommai, dalam pernyataannya mengimbau seluruh siswa, guru dan manajemen sekolah meupun perguruan tinggi, serta masyarakat Karnataka, untuk menjaga perdamaian dan kerukunan.

"Saya telah memerintahkan penutupan semua sekolah menengah dan perguruan tinggi selama tiga hari ke depan. Semua pihak terkait diminta untuk bekerja sama,” tulisnya.

 

 

Ketika mendengar protes atas penggunaan jilbab di perguruan tinggi, pengadilan tinggi provinsi mengeluarkan perintah sementara yang menyerukan pembukaan kembali sekolah. Namun, mereka bersikeras siswa tidak mengenakan pakaian keagamaan, sampai keputusan akhir diambil. Perintah itu semakin membuat marah mahasiswa yang memprotes dan aktivis hak asasi manusia di seluruh negeri.

Seorang aktivis hak-hak Muslim dan sekretaris nasional Gerakan Persaudaraan, Afreen Fatima, menyebut kejadian ini sebagai perilaku apartheid. Ia menilai ada segregasi institusional yang terjadi terhadap Muslim, terutama Muslim yang taat.

"Sekarang, ada laporan mahasiswa Muslim yang mengenakan hijab mendapatkan pembelajaran di ruang kelas yang terpisah,” kata Fatima. Hal ini merujuk pada insiden sebuah perguruan tinggi di Karnataka yang mengizinkan masuk siswa berhijab, tetapi di ruang kelas yang berbeda.

Ia melihat larangan jilbab di lembaga pendidikan sebagai bagian dari rencana yang lebih besar oleh Partai Bharatiya Janata (BJP) sayap kanan yang berkuasa, untuk menjadikan Muslim sebagai "warga kelas dua" di negara itu.

BJP dan RSS disebut mengambil inspirasi dari Nazi Jerman. Kala itu, orang Yahudi dipisahkan, diisolasi dan dianiaya.

Lebih dari 130 kelompok feminis dan demokratis di 15 negara bagian India telah menyatakan solidaritas dengan para mahasiswa. Sebuah pernyataan bersama yang didukung oleh kelompok-kelompok ini mengatakan mereka berdiri dalam solidaritas dengan wanita Muslim, terlepas mereka mengenakan jilbab atau tidak, agar diperlakukan dengan hormat dan menikmati hak sepenuhnya.

 

 

Kritik lain muncul terhadap pemerintah India, yang merasa larangan jilbab adalah bagian dari agenda yang lebih besar dari BJP yang berkuasa. Mereka menuduh pemerintah secara aktif bersekongkol dan mempromosikan kebencian anti-Muslim.

Baru-baru ini, berbagai simbol yang terkait dengan agama Islam telah diserang di negara ini. Ada petisi yang menyerukan pelarangan adzan, sedangkan masyarakat juga dilarang melaksanakan shalat Jumat di beberapa tempat yang telah ditentukan.

“Semua simbol dan perwujudan fisik dari keyakinan Islam sedang diserang. Ini untuk mendorong umat Islam keluar dari ruang publik, mendorong mereka ke dalam ghetto mereka, menyangkal hak-hak mereka,” kata Fatima.

Mantan kepala Amnesty International di India, Aakar Patel, percaya negara bagian India melegitimasi, mendorong dan mengalihkan kekerasan terhadap Muslim di negara itu. "[Larangan] hijab harus dilihat dari perspektif itu. BJP dan [Perdana Menteri] Modi percaya pada ideologi Hindutva yang mengekspresikan dirinya, terutama dalam bentuk kebencian terhadap Muslim," kata Aakar.

Meski demikian, BJP mengatakan ada agenda tersembunyi di balik seluruh kontroversi. Kepala Juru Bicara BJP di Karnataka, Ganesh Karnik, menyebut gadis-gadis berhijab ini telah dilatih dan dikondisikan untuk mengangkat isu-isu semacam itu atas nama kebebasan memilih dan beragama.

 

"Ada norma dan pedoman tertentu dari sekolah yang harus diikuti siswa. Selama masuk ke perguruan tinggi ini, mereka telah menandatangani dokumen yang mengatakan mereka akan mengikuti aturan," kata dia.

 
Berita Terpopuler