Meneladani Semangat Produktif Imam Nawawi

Imam Nawawi telah aktif menulis sejak memasuki usia 25 tahun.

republika
ulama (ilustrasi), ilustrasi ulama
Rep: Dea Alvi Soraya Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Abu Zakaria Muhyiddin bin Syaraf an-Nawawi ad-Dimasyqi atau lebih dikenal sebagai Imam Nawawi merupakan ulama besar dan penulis termasyhur, hingga kini kitab-kitabnya digunakan sebagai rujukan utama dalam mazhab Syafi’i. Menurut sejarah, Imam Nawawi telah aktif menulis sejak memasuki usia 25 tahun.

Baca Juga

Meski cukup terlambat untuk mendalami ilmu agama, dia baru masuk pesantren saat usia 19 tahun. Alasan keterlambatannya, tak lain karena harus membantu ayahnya menjaga toko di Nawa, salah satu kawasan di Damaskus. Meski begitu, selama membantu sang ayah, Nawawi kecil senantiasa belajar membaca dan menghafal Al-Quran.

Setelah genap enam tahun menuntut ilmu di salah satu pesantren di Damaskus, Imam Nawawi sudah mampu menulis buku pertamanya. Kesuksesan Imam Nawawi ternyata telah diramalkan oleh seorang waliyullah bernama Syeikh Yasin bin Yusuf Al-Marakisyi, yang pernah bertemu dengan Nawawi saat dia berusia 10 tahun.

Saat itu, Syeikh Yasin melihat Nawawi dijauhi oleh anak-anak sebayanya, dan tidak mengajaknya bermain. Nawawi yang sedih lantas melarikan diri dan menangis, namun saat menyendiri dia membawa Al-Quran dan membacanya. Lalu sang Syeikh menghampirinya dan berkata, “Kelak, anak kecil ini akan menjadi orang yang paling ‘alim dan zuhud di zamannya. Banyak manusia yang akan mendapatkan manfaat dari ilmunya.”

Mendengar perkataan itu, Nawawi kecil merasa heran dan bingung, lalu bertanya. “Apakah Anda seorang peramal?”

“Bukan, Allah SWT yang berkata begitu padaku,” jawab Syeikh. 

Setelah perjumpaan itu, Nawawi kecil termotivasi untuk menjadi penghafal Al-Quran, bahkan sebelum mencapai usia baligh. Karena semangat dan konsistensinya, sejak mulai menulis pada usia 25 tahun hingga wafat, usia 45 tahun, Imam Nawawi berhasil menciptakan setidaknya 17 kitab dalam berbagai bidang ilmu, seperti hadits, fiqih, akhlak, bahasa, dan lainnya. 

 

 

Salah satu kitabnya yang banyak diapresiasi oleh para ulama dunia adalah Minhajut Thalibin, kitab fiqih pokok yang representatif dalam mazhad Syafi’i. Dalam disiplin hadits, an-Nawawi menulis Syarah Muslim, Riadusshalihin, Al-Arba’in an-Nawawi, dan Khulashatul Ahkam min Muhimmatis Sunan wa Qawa’idil Islam, Syarah Sahih Bukhari, dan al-Adzkar. Dia juga menulis Al-Irsyad, At-Taqrib, dan Al-Irsyad ila bayanil Asma’il Mubhamat. 

Dalam disiplin fiqih, ia menulis Raudhatuth Thalibin, Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzab, Al-Minhaj, Al-Idhah, dan At-Tahqiq. Dalam disiplin pendidikan dan etika, ia menulis Adabu Hamalatil Qur’an dan Bustanul Arifin. 

 

Dalam disiplin biografi dan sejarah, ia menulis Tahdzibul Asma’ wal Lughat dan Thabaqatul Fuqaha’. Dan dalam disiplin bahasa, ia menulis Tahdzibul Al-Asma’ wal Lughat bagian kedua dan Tahrirut Tanbih. Hampir seluruh kitab ciptaan Imam Nawawi digunakan sebagai bahan pendidikan dasar di kebanyakan pesantren dan lembaga pendidikan Islam. 

 
Berita Terpopuler