Peran Penting Masjid Pulihkan Dampak Pandemi Covid-19

Pandemi Covid-19 telah berdampak luas ke berbagai sektor, utamanya ekonomi masyarakat

ANTARA/Aditya Pradana Putra
Warga meninggalkan Masjid Istiqlal usai menunaikan shalat Jumat di Jakarta, Jumat (29/10/2021). Menurut Satuan Tugas Penanganan COVID-19, kini kasus COVID-19 aktif di Indonesia sudah di bawah satu persen atau 96,3 persen dari empat juta orang Indonesia yang terpapar COVID-19 dinyatakan sembuh.
Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh: Fauziah Mursid, Lida Puspaningtyas, Rossi Handayani

Baca Juga

JAKARTA --  Masjid berperan dalam membantu memulihkan ekonomi masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19. Pandemi Covid-19 telah berdampak luas ke berbagai sektor, utamanya ekonomi masyarakat.

Hal itu diungkap Wakil Presiden Ma'ruf Amin saat meresmikan secara virtual Masjid As-Sa'adah di Kompleks Villa Aufia, Kp. Pondok Caringin RT 02 RW 04, Cisarua, Bogor, Sabtu (30/10).

"Dalam menghadapi akibat dari pandemi Covid-19 yang berdampak luas, masjid sebagai pusat kegiatan masyarakat yang juga memiliki fungsi sosial, diharapkan berperan mendukung upaya pemerintah dalam memulihkan dampak sosial yang dihadapi masyarakat," ujar 

Wapres mengatakan, masjid bisa menjadi tempat untuk saling tolong menolong dalam memulihkan ekonomi masyarakat. Baik itu melalui penyaluran zakat, infaq, dan sedekah, maupun gerakan pemberdayaan ekonomi umat.

 

 

Infografis tipologi masjid di Indonesia - (Republika)

 

Menurut Kiai Ma'ruf, fungsi masjid ini bukan saja untuk ibadah tetapi juga tempat kegiatan kemasyarakatan lainnya. Hal ini juga sesuai ajaran Rasulullah SAW yang memutuskan membangun masjid ketika setibanya hijrah di Kota Madinah.

"Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya fungsi masjid bagi kaum muslimin karena memang masjid merupakan pusat kegiatan umat islam, bukan saja untuk ibadah tetapi juga tempat kegiatan kemasyarakatan lainnya," kata Kiai Ma'ruf.

Kiai Ma'ruf mengungkap, Rasulullah SAW juga telah memfungsikan masjid tidak hanya menjadikan masjid sebagai sarana ibadah ritual seperti shalat dan membaca Al-Qur’an, tetapi juga memakmurkannya dengan dakwah, pendidikan, serta kegiatan sosial seperti pembagian zakat, qurban, pernikahan, diskusi masalah umat, dan lain-lain.

 

Wapres berharap masjid dijadikan tempat untuk mengembangkan dakwah islamiah menggunakan pendekatan atau cara yang  wasathiyah (moderat) yang menekankan pada kesantunan dan persaudaraan serta menghindarkan cara-cara permusuhan dan kebencian (taghadhub) sesuai dengan prinsip ajaran islam yang rahmatan lil alamin.

"Saya berharap agar tidak ada satu jengkal tanahpun yang lepas dari pengaruh masjid. Oleh karena itu, saya berharap Masjid As-Saádah ini juga dapat membina masyarakat sekitarnya sesuai dengan fungsi masjid yang luas tersebut," ungkapnya.

 

Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk Hery Gunardi mengungkap potensi ekonomi dari masjid sangat signifikan dan berpeluang meningkatkan kesejahteraan masyarakat lebih cepat. Ia mencatat pada kuartal I 2021, jumlah masjid dan mushala yang ada di Indonesia mencapai hampir 800 ribu. Sementara jumlah yang sudah tercatat resmi melalui Sistem Informasi Masjid (Simas) Kementerian Agama sebanyak 300 ribu masjid.

Menurutnya, jumlah yang cukup besar ini tentu membawa peran signifikan bagi masyarakat, bukan hanya sebagai tempat ibadah melainkan juga sebagai pusat peradaban. Masjid harus dimaknai dengan berbagai dimensi kehidupan, di antaranya sebagai upaya pemberdayaan masyarakat dan peningkatan ekonomi umat.

"Seperti penyelenggaraan baitulmaal, unit pelayanan zakat, infak sedekah. Oleh karena itu, masjid menyimpan potensi sangat besar dalam meningkatkan kesejahteraan umat," kata dia.

Sementara, hasil survei yang dilakukan Lazismu menunjukkan masih banyak masyarakat yang memilih berderma ke masjid atau mushalla sekitar lingkungan mereka.

Survei yang berlangsung selama Februari-Maret 2021 ini menunjukkan 61,5 persen responden menyalurkan zakat fitrah melalui masjid atau mushola, sementara 22,8 persen langsung kepada mustahik. 27,5 persen responden lainnya baru menyalurkan zakat fitrahnya ke Lembaga Amil Zakat.

Ketua Badan Pengurus Lazismu Pusat, Hilman Latief, menyebut tidak ada yang salah dengan pola tersebut. Malah, ia menilai ini menjadi hal yang positif dimana masyarakat peduli dengan mushola atau masjid sekitar.

"Masyarakat ingin menjaga keberlanjutan Mushalla atau masjid sebagai lembaga sentral yang harus dilestarikan untuk memenuhi kebutuhan spiritual dan sosial," kata dia saat dihubungi Republika, Senin (5/7).

Ia menyebut hasil survei itu menunjukkan jika masyarakat memiliki sense of belonging atau rasa memiliki yang baik terhadap lembaga yang berada di sekeliling mereka.

Masyarakat menilai yang paling dekat dengan mereka adalah masjid dan musholla. Faktanya, kebanyakan masjid atau mushalla ini tidak memiliki sumber pendapatan tetap kecuali donasi. "Misalnya, tidak ada uang bulanan untuk membiayai operasional mereka, seperti listrik, air, kebersihan, pemeliharaan, marbot dan lain-lain. Sumber satu-satunya adalah donasi," lanjutnya.

Membayar zakat, infak dan sadaqah melalui mushalla disebut sebagai tradisi yang baik dan akan terus lestari. Saat ini, kegiatan-kegiatan sosial juga banyak yang dilakukan oleh pengurus masjid untuk lingkungannya. 

Hal ini dilakukan mengingat banyak yang tidak tersentuh oleh lembaga-lembaga formal pemerintah, kecuali masjid-masjid besar. Terkait masalah edukasi tentang regulasi zakat dan sadaqah, menurutnya terletak pada kolektivitas data yang bisa dikumpulkan dari masjid dan musholla. Hal ini diperlukan untuk membaca, menelaah dan mengukur kemampuan dan tradisi berderma dalam masyarakat.

 

 

 
Berita Terpopuler