Mengintip Pameran Louvre Abu Dhabi, Harmoni China dan Islam

Pameran menggemakan daya tarik berabad-abad antara dunia Islam dan Asia Timur.

Saudi Gazette
Museum Louvre Abu Dhabi
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Esthi Maharani

IHRAM.CO.ID, ABU DHABI -- Sebuah baskom untuk menyucikan diri dari abad ke-14, yang terbuat dari paduan tembaga bertatahkan perak, diletakkan di samping porselen yang lebih kecil dalam sebuah pameran baru di Louvre Abu Dhabi.

Baskom yang dibuat di suatu tempat dalam perbatasan Mesir dan Suriah ini merupakan salah satu contoh utama dari keahlian yang berasal dari era Mamluk, dengan sedikit sentuhan tambahan. Di samping kaligrafi Arab tebal yang tertulis di dinding bagian dalam dan luar wadah, terdapat pula ukiran bunga teratai, motif estetika yang berulang dalam seni Tiongkok.

Sebaliknya, sebuah baskom porselen dibuat hampir seabad kemudian di China. Dihiasi desain bunga biru kobalt, karya ini memiliki bentuk dan warna Islami yang unik, tetapi dengan seni Cina dan pengetahuan produksi porselen.

Disusun berdampingan, kedua artefak itu menggemakan daya tarik berabad-abad antara dunia Islam dan Asia Timur. Pajangan serupa ini memenuhi pameran, menampilkan lukisan, peralatan perak, barang pecah belah, manuskrip, maupun kain mewah yang menampilkan tambal sulam dipengaruhi kedua wilayah yang dibagi melalui darat dan laut selama hampir 1.000 tahun.

Naga dan Phoenix, Pertukaran Berabad-abad Antara Dunia Cina dan Islam diselenggarakan dengan Musee national des arts asiatiques, Guimet, dikenal sebagai Musee Guimet, di Paris. Naga dan phoenix mewujudkan dua budaya, yakni China dan naga, serta dunia Islam dan phoenix.

Dilansir di The National News, Rabu (6/10), pameran ini berupaya menyatukan 240 karya seni dari 14 institusi di China dan Prancis, dengan tujuan menelusuri pertukaran budaya antara Asia Timur dan dunia Islam dari abad ke-8 hingga ke-18.

"Ini adalah kisah dua peradaban yang bertemu dan bertukar melalui jalan darat dan laut. Ada banyak kisah, ide, barang, karya seni, maupun bahan mentah yang dipertukarkan di sepanjang jalan itu,” kata Direktur manajemen ilmiah, kuratorial dan koleksi di Louvre Abu Dhabi, Souraya Noujaim.

Ia menyebut artefak-artefak yang ada merupakan salah satu dari banyak kisah lain yang tak terhitung, kisah yang sangat kaya antara China dan tanah Islam. Dikurasi dalam lima bagian, pameran dimulai pada abad ke-8, sekitar waktu pertemuan antara Kekhalifahan Abbasiyah dan Dinasti Tang.

Noujaim didukung Sophie Makariou, presiden Musee Guimet, dalam kurasi pameran, bersama Guilhem Andre, yang juga dari Louvre Abu Dhabi.

Figur terakota dari abad ke-7 adalah artefak pertama yang dilihat pengunjung sebelum masuk ke bagian 'Dragon and Phoenix'. Sebagai bagian dari pengantar pameran, koleksi ini menampilkan sosok-sosok dengan ekspresi berlebihan dalam balutan pakaian warna-warni, karakter yang dapat ditemui di sepanjang Jalur Sutra. Lebih khusus lagi, koleksi ini memamerkan figur unta dari tanah polikrom, yang dibuat sebagai potongan pemakaman di China utara selama dinasti Tang.

“Bagian pengantar ini membawa kita ke Jalur Sutra. Rute pertukaran ini tidak hanya tentang perdagangan barang tetapi juga ide dan agama antara China dan negara-negara Islam,” kata Kepala kurator Seni Asia dan Abad Pertengahan, Andre.

Jaringan jalur laut dan darat yang kemudian dikenal dengan Jalur Sutera dibangun sekitar tahun 130 SM, ketika Dinasti Han di Tiongkok membuka perdagangan dengan Barat. Apa yang disebut Jalur Sutra, mencapai puncaknya pada abad ke-8, dan akan menjadi pijakan bagi perkembangan pertukaran budaya yang akan datang.


Masuk lebih dalam, bagian pertama pameran dibuka pada abad ke-8, bertepatan dengan berdirinya Khilafah Abbasiyah, yang meresmikan era hubungan damai antara dunia Islam dan China.

Terlihat ada tembikar yang bersumber dari daerah yang memamerkan teknik glasir tiga warna dan sering dikaitkan dengan dinasti Tang, sedangkan keramik dari China menampilkan pola rumit biru kobalt, pigmen yang digunakan di Mesir kuno tetapi dipopulerkan selama era Abbasiyah. Teknik itu disebut segera diekspor ke China, yang memanfaatkannya dengan baik.

Pameran kemudian beralih ke karya seni antara abad ke-11 dan ke-13. Periode ini dinilai sangat menarik, karena menandai momen ketika jalur darat Jalur Sutra terputus, akibat invasi dari pasukan nomaden. Namun, pemutusan wilayah ini lantas memperkuat perdagangan maritim antara Asia Timur dan dunia Islam, yang membentang dari Guangzhou hingga Basra.

Pertengahan abad ke-13 ditandai oleh salah satu babak paling berdarah dalam sejarah abad pertengahan kawasan itu, yakni pengepungan kota oleh Mongol pada tahun 1258. Para penyerbu melakukan beberapa kekejaman selama serangan itu dan menewaskan puluhan ribu orang.

Serangan itu merupakan pukulan fatal bagi Kekhalifahan Abbasiyah, yang telah memerintah wilayah tersebut sejak tahun 750. Namun, Pax Mongolia (Perdamaian Mongol) yang hadir setelahnya seolah mendapat keuntungan dari perkembangan pertukaran komersial dan artistik yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Ada kemungkinan, pada titik ini 'Naga dan Phoenix' seolah-olah benar-benar berkembang, utamanya ketika motif tersebut menyebar di sepanjang wilayah yang dikendalikan oleh dinasti Mongol, meliputi China dan bagian dari Timur Islam. Naga dan Phoenix yang merupakan representasi permaisuri dan kaisar dalam ikonografi kekaisaran Tiongkok, mulai muncul dalam dekorasi Timur Islam.

Salah satu yang menarik dari bagian ini adalah artefak cangkir emas dengan pegangan berbentuk naga, dibuat selama pemerintahan dinasti Yuan di abad ke-13. Karya seni ini diletakkan di samping variasi yang lebih besar dan lebih bulat yang terbuat dari batu giok hitam. Dengan memakai pegangan naga, karya ini berasal dari Asia Tengah atau Iran, paruh kedua abad ke-15.

Bagian ini juga menunjukkan kerajinan China yang khusus dibuat untuk pasar Islam. Termasuk di dalamnya piring saji porselen abad ke-14 yang besar, dihiasi dengan geometri yang sering ditemukan dalam desain Islam.

Usaha komersial antara China dan dunia Islam digenjot pada abad ke-15, ketika Dinasti Ming memperkuat kekuasaannya atas Asia Timur. Periode berikutnya memperlihatkan peningkatan penggunaan rute laut.


Pengaruh China pada seni Timur Islam dicontohkan dalam tema pertempuran antara binatang-binatang fantastik. Seekor hewan chimerical berapi-api yang dikenal sebagai 'qilin' adalah contoh khasnya, yang ditemukan dalam ilustrasi dan brokat di seluruh pameran.

Pada gilirannya, ketika perdagangan antara China dan kekaisaran Ottoman meningkat, para seniman menjadi terinspirasi oleh keramik dan tekstil Cina. Mereka pun berupaya menggabungkan praktik artistiknya dengan bahan-bahan yang ada.

'Naga dan Phoenix' juga mengeksplorasi hubungan antara kaligrafi China dan tulisan Arab dari Alquran. Ada panel dengan puisi penyair Persia abad ke-14 Hafez yang ditulis dalam kaligrafi China, serta Alquran abad ke-17 yang ditulis oleh penyalin China anonim.

"Seni menulis adalah sesuatu yang dimiliki bersama antara dua peradaban. Penggunaan kaligrafi sebagai seni hampir menghilang dari Dunia Barat, setelah meningkatnya penggunaan teknik cetak. Tapi hal ini tetap menjadi bentuk utama seni di peradaban China dan Islam," kata Andre.

Pameran ini mengakhiri perjalanannya pada abad ke-18, ketika pengaruh budaya dan ekonomi Eropa mulai membayangi. Pada saat itu, para penjelajah Barat telah memantapkan posisinya yang semakin penting dalam jalur perdagangan regional, bahkan antara dunia China dan Islam di dunia Timur. 

 
Berita Terpopuler