Kiai Hariri Pencetak Kader Ahli Fikih (I)

Kiai Hariri mengajarkan kitab-kitab klasik di forum-forum pengajian.

Republika/Prayogi
Ilustrasi Kitab Kuning
Rep: Muhyiddin Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, KH Achmad Hariri Abdul Adhim lahir di Bulu Lawang, Kabupaten Malang pada 8 Maret 1956. Dia merupakan putra dari pasangan Abdul Adhim dan Hj Nadhiroh.

Baca Juga

Waktu kecil, Kiai Hariri tidak belajar di pesantren seperti ulama Indonesia pada umumnya. Saat itu, dia lebih menyukai sekolah umum, mulai dari tingkat sekolah dasar (SD) hingga tingkat sekolah menengah atas (SMA).

Buletin terbitan Ma'had Aly Sukorejo, Tanwirul Afkar, menjelaskan, sejak 1972 hingga 1973, Kiai Hariri kemudian berpindah haluan. Saat kelas dua SMA, Hariri muda bertemu dengan kiai dari kota Pasuruan yang menyarankannya agar berhenti sekolah dan belajar di pondok pesantren.

Setelah membahasnya bersama keluarga, Kiai Hariri pun akhirnya memilih untuk melanjutkan pendidikannya ke pondok pesantren Nurul Jadid Paiton, Probolinggo. Sadar akan latar belakang pendidikan sebe lumnya, Kiai Hariri langsung memperbanyak belajar ilmu-ilmu dasar bahasa Arab secara otodidak di pesantren.

 

 

Selama memondok, Kiai Hariri sering menghafal beberapa materi mata pelajaran, khususnya ilmu nahwu dan sharaf. Berkat kegigihannya dalam belajar, akhirnya pada 1978 dia dapat menyelesaikan studi di Fakultas Dakwah IAI Nurul Jadid Paiton Probolinggo.

Saat mondok di Nurul Jadid, Kiai Hariri sempat mempunyai cita-cita untuk sekolah ke Timur Tengah. Dia pun terpilih menjadi santri Nurul Jadid yang mendapat kan beasiswa ke Timur Tengah.

Sayangnya, impian tersebut tidak terwujud lan taran berkas-berkas yang menjadi persyaratan beasiswa tersebut tiba-tiba hilang saat akan dibawa ke Jakarta. Namun, Allah telah merencanakan sesuatu yang jauh lebih berarti untuk masa depan Kiai Hariri.

Di balik kegagalannya mendapatkan bea siswa tersebut, hikmah yang dapat dipetik ternyata Allah menjodohkannya dengan Nyai Hajjah Ummi Hani', kakak kandung KHR Ahmad Azaim Ibrahimy (pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo Situbondo).

 

Setelah lulus dari pesantren dan menikah, Kiai Hariri telah bisa membaca dan menguasai kitab kuning dengan baik. Kiai Hariri bersama istrinya akhirnya menetap di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah sembari mengajarkan ilmu mantiq kepada para santri. 

Kiai Hariri juga mengajarkan kitab-kitab klasik di forum-forum pengajian yang diadakan di pesantren, sehingga dia memiliki peran penting dalam proses formasi intelektualitas santri. Dia menjadi jembatan yang menghubungkan santri dengan dunia keilmuan Islam yang luas.

Dengan belajar kepada Kiai Hariri, para santri tidak hanya mengerti asal usul kata dan kedudukan kalimat, tetapi juga akan bisa menelusuri makna dan menangkap pengertian kitab-kitab gundul atau kitab kuning.

 

 

 

 
Berita Terpopuler