Studi: Dua Dosis Vaksin Bisa Tekan Risiko Long Covid

Sebagian penyintas mengalami long Covid berbulan-bulan setelah sembuh.

Pixabay
Pengidap long Covid bisa merasakan brain fog sebagai tanda gangguan neurologis. Risiko mengalami long Covid turun pada orang yang telah mendapatkan dua dosis vaksin Covid-19. .
Rep: Puti Almas Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penelitian terbaru di Inggris mengungkap bahwa sekitar empat dari 10 orang yang tertular Covid-19 masih merasakan sakit tiga bulan kemudian. Akan tetapi, dua dosis vaksin dapat mencegah terjadinya long Covid bagi kebanyakan orang.

Kemungkinan mengalami gejala Covid-19 berkepanjangan atau dikenal sebagai long Covid menurun hingga 49 persen bagi mereka yang mendapatkan dosis lengkap vaksin sebelum terinfeksi virus corona jenis baru (SARS-CoV-2). Kesimpulan itu didapat dari penelitian yang melibatkan dua juta orang di Inggris.

Hampir 43 juta orang di Inggris atau sebanyak 79 persen dari mereka yang berusia di atas 16 tahun sudah mendapatkan dua dosis vaksin Covid-19. Sementara itu, 94 persen warga tampak telah memiliki beberapa tingkat antibodi dari vaksin atau infeksi.

Baca Juga

"Vaksinasi secara besar-besaran mengurangi kemungkinan orang terkena Covid-19 dalam dua cara," jelas Tim Spector, profesor dari King’s College London, dilansir The Sun, Kamis (2/9).

Menurut Spector, pertama adalah dengan mengurangi risiko gejala apapun delapan hingga 10 kali lipat. Kedua, vaksin mengurangi separuh kemungkinan infeksi berubah menjadi long Covid andaikan orang tertular.

"Karena itu, kami mendorong masyarakat untuk mendapatkan dosis kedua vaksin sesegera mungkin," jelas Spector.

Baca juga : Kemenkes Catat Kasus Kematian Pasien Covid Turun 37 Persen

Long Covid selama ini diketahui dapat menyebabkan gejala seperti kelelahan dan masalah pernapasan dalam jangka panjang setelah seseorang dinyatakan negatif Covid-19. Namun, tidak sedikit yang juga mengalami masalah kesehatan lainnya, seperti kerusakan ginjal.

Studi yang dilakukan oleh Spector dilakukan melalui aplikasi ZOE Covid. Timnya membandingkan gejala jangka panjang pada kelompok orang yang berbeda.

Dari sana, ditemukan orang yang menerima dua dosis vaksin 31 persen lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami gejala jika terkena Covid-19. Sementara itu, setengahnya lebih mungkin untuk mengalami gejala pada pekan pertama setelah terinfeksi SARS-CoV-2.

Dengan mencegah penyakit atau membuatnya lebih ringan, vaksin juga menghentikan efek jangka panjang atau long Covid. Claire Steves dari King's College mengatakan bahwa itu kabar bagus.

Penelitian telah menemukan bahwa mendapatkan dua dosis vaksinasi secara signifikan mengurangi risiko terkena virus, termasuk dalam hal mengembangkan gejala jangka panjang. Namun, di antara orang yang rentan, risiko tetap cukup signifikan terjadi.

"Di antara orang yang lemah sistem imunitasnya, orang dewasa yang lebih tua, dan mereka yang tinggal di daerah kekurangan, risikonya masih signifikan dan mereka harus segera diprioritaskan untuk vaksinasi kedua dan booster (dosis penguat)," jelas Steves.

Sementara itu, sebuah studi terpisah menemukan bahwa long Covid kurang umum terjadi pada anak-anak dan remaja, di mana hanya 14 persen yang mengalaminya. University College London (UCL) dan Public Health England mensurvei remaja yang dites positif dan memperkirakan sedikitnya 4.000 anak berusia 11 hingga 17 tahun mungkin mengalami gejala jangka panjang Covid-19  antara September 2020 hingga Maret lalu.

Jumlah kasus long Covid pada anak dan remaja mungkin bisa mencapai 32.000, namun ini masih lebih rendah dari yang diprediksi sebelumnya. Terence Stephenson, profesor di UCL, mengatakan pada Desember, hingga 51 persen remaja dan orang berusia muda mengalami long Covid.

"Jadi, penelitian ini membuat kita melangkah jauh ke depan dengan mengatakan bahwa itu bukan prediksi terburuk selama puncak pandemi, tetapi itu masih sesuatu yang harus ditanggapi dengan sangat serius," jelas Stephenson.

Baca juga : Dominasi Delta, Kemunculan Varian Mu, dan Saran Ilmuwan

 
Berita Terpopuler