Ulama Asia Tenggara Sarankan Tabayun Sikapi Isu Vaksin

Ulama dari Asia Tenggara dan Australia imbau tabayun sikap isu seputar vaksin

Pixabay
Ulama dari Asia Tenggara dan Australia imbau tabayun sikap isu seputar vaksin. Vaksin Covid-19 (ilustrasi)
Rep: Muhyiddin Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ulama Asia Tenggara dan Australia mengimbau masyarakat dunia untuk mengedepankan sikap tabayun dalam menerima informasi terkait penindasan Muslim Internasional dan vaksinasi Covid-19. Hal ini disampaikan dalam dialog bertema “Bijak Menyerap Informasi

Baca Juga

Melalui Konsep Tabayun” yang digelar pada Selasa (31/8). Dialog ini diikuti para ulama dari berbagai negara di Asia Tenggara dan Australia, seperti S. Hussain dari Malaysia, Abdul Rahman Linzaq dari Filipina, Wael Ibrahim dari Australia, dan

Muhammad Azrin dari Singapura. Sedangkan dari Indonesia sendiri diwakili Ustaz Marzuki MN, Amin Ramzy dari Intitut Islam Darul Huffaz, dan Ali Imran dari Baitul Qur’an.

Para ulama tersebut menyatakan bahwa krisis informasi yang keliru telah menciptakan situasi umat Islam semakin tertindas dan menjadi korban. Bahkan, umat Islam dianggap sebagai penindas lewat penggambaran media, medis sosial, dan budaya populer.

Karena itu, para ulama Asia Tenggara dan Australia memiliki keprihatinan yang mendalam terkait kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap Muslim di daerah yang dilanda konflik, seperti Palestina, Kashmir, pengungsi Suriah, serta pengungsi Rohingya dan Uighur di Xianjiang.

Meskipun telah banyak dilaporkan tentang berbagai penderitaan para pengungsi Rohingya dan Uighur misalnya, para ulama tersebut percaya bahwa masih ada banyak pekerjaan yang perlu dilakukan dengan konsep tabayun. Dengan konsep tabayun, penting bagi masyarakat untuk lebih menverifikasi keaslian sebuah berita dan informasi tentang isu tersebut. 

“Oleh karena itu, kami menyerukan kepada semua pemerintah untuk menahan diri dan memungkinkan pelaporan informasi yang transparan dan adil dalam semangat tabayun,” ujar Ustadz Marzuki MN dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Kamis (2/9).

 

Dalam dialog tersebut dijelaskan bahwa Islam mengenalkan prinsip tabayun untuk menegakkan etika yang baik dalam menverifikasi, mengklarifikasi, dan menvalidasi informasi yang keliru. Karena itu, para ulama tersebut menyerukan praktik tabayun untuk menegakkan masyarakat yang adil dalam memberikan infromasi dari kedua sisi.

Selain menyoroti tentang penindasan Muslim Internasional, para ulama tersebut juga menyoroti tentang isu vaksin Covid-19. Menurut mereka, pandemi Covid-19 telah menciptakan lingkungan yang tidak pasti dan menimbulkan informasi keliru dalam kampanye yang menyebarkan informasi palsu.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sendiri telah berupaya untuk mengatasi kekeliruan informasi tentang Covid-19, seperti asal-asul virus, kemajuan vaksin, serta kualitas dan kebenaran vaksin.

Berdasarkan ilmu pengetahuan dan protokol WHO, para ulama tersebut percaya bahwa vaksin adalah solusi yang baik untuk penanganan pandemi Covid-19.

Dalam dialog tersebut, para ulama Asia Tenggara dan Australia mengapresiasi upaya pemerintah China untuk mengisi kekurangan vaksin melalui diplomasinya. Kontribusi vaksin ke berbagai pihak menjadi penyelamat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

“Per 25 Juli 2021, China telah menyumbangkan dan mengekspor setidaknya 100 juta doses vaksin Covid-19 ke lebih dari 40 negara di seluruh dunia, termasuk Malaysia, Indonesia, Mesir, dan UEA,” ujar Pimpinan Al-Khadeem Malaysia, S Hussain.

China juga telah menyumbangkan peralatan medis yang dibutuhkan untuk perawatan Covid-19 di rumah sakit di negara yang dilanda pandemi Covid-19. Sayangnya, menurut dia, retorika anti-China dan Yurisdikasi lain telah mendeskriditkan inisiatif vaksin dari China dan memperburuk keraguan vaksin, sehinga menggangu upaya pemerintah dalam menyelamatkan banyak nyawa.

 

“Sejalan dengan prinsip tabayun, kami percaya bahwa masyarakat perlu fokus pada data yang ada. Meskipun vaksin China dianggap kurang manjur, tapi vaksin tersebut dapat mengurangi risiko penyakit, rawat inap, dan kematian,” jelas Hussain.   

 
Berita Terpopuler