Nazar Nenek Nabi Isa yang tak Tertunaikan

Nazar adalah janji kebajikan yang ditunaikan oleh seseorang.

EPA
Nazar Nenek Nabi Isa yang tak Tertunaikan
Rep: Imas Damayanti Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nazar adalah janji kebajikan yang ditunaikan oleh seseorang. Nazar ditunaikan sesuai dengan tuntunan agama, tetapi hal demikian tidak diwajibkan oleh agama.

Baca Juga

Dalam hal ini, nenek Nabi Isa pun pernah mengucapkan nazarnya, namun tak sempat tertunaikan. Prof Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al-Mishbah menjelaskan dalam konteks ucapan, yakni nazar istri Imran (nenek Nabi Isa) adalah tekad janjinya menjadikan anak yang dikandungnya berkhidmat secara penuh di Baitul Maqdis.

Dalam tradisi masyarakat ketika itu, seorang anak yang dinazarkan sebagai pelayan rumah suci akan bertugas penuh di sana sampai dia dewasa. Setelah dewasa dia dapat melanjutkan pengabdiannya atau mencari pilihan lain. Jika dia memilih menetap dalam pengabdian itu, maka setelah itu dia tidak dibenarkan lagi melakukan pilihan lain.

Dijelaskan bahwa nazar ini menunjukkan bahwa istri Imran mengharap kiranya yang dikandungnya adalah anak lelaki. Sebab ketentuan yang berlaku ketika itu adalah hanya anak lelaki yang dapat bertugas di rumah Allah.

Hal ini demi menjaga kesucian tempat ibadah dari haid yang dialami oleh wanita. Yang lebih penting lagi, kata Prof Quraish, nazar tersebut membuktikan betapa dalam keimanan beliau. Sehingga beliau bersedia mempersembahkan anak yang dikandungnya guna kepentingan agama.

 

 

Nazar nenek Nabi Isa ini diabadikan di dalam Alquran Surah Ali Imran ayat 35-36, Allah berfirman: “Idz qaalati-mratu Imraana Rabbi inni nadzartu laka maa fi bathni muharraran fataqabbal minni innaka anta as-sami’ul-alim. Falamma wadha’atha qalat Rabbi inni wadha’tuha untsa wallahu a’lamu bimaa wadha’at wa laisa ad-dzakaru kal-untsa, wa inni samaytuha Maryama wa inni u’idzuha bika wa dzurriyataha minassyaithaani ar-rajimi,”.

Yang artinya: “(Ingatlah) ketika istri Imran berkata, ‘Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada-Mu apa (anak) yang dalam kandunganku kiranya menjadi seorang yang dibebaskan (dari segala ikatan dengan makhluk). Karena itu, terimalah (nazar itu) dariku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Mahamendengar lagi Mahamengetahui. Maka tatkala istri Imran melahirkan anaknya, dia pun berkata, ‘Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkan seorang anak perempuan—dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu, dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta keturunannya kepada-Mu dari (gangguan) setan yang terkutuk,”.

Prof Quraish menjabarkan, kekuatan tekad dan ketulusan istri Imran dalam berdoa, serta karena ketaatannya dan kemurahan Allah, maka saat beliau melahirkan anaknya, dia mengetahui yang dilahirkannya adalah anak perempuan. Dia pun berkata dengan sedikit kecewa: “Tuhanku, pemeliharaku sesungguhnya aku melahirkan seorang anak perempuan,”.

Kekecewaan istri Imran terjadi lantaran anak perempuan, menurut tradisi, tidak dapat bertugas di rumah suci. Karena itu, istri Imran kecewa lantaran tidak dapat memenuhi nazarnya. Namun demikian, nenek Nabi Isa atas kelahiran anaknya berharap anak perempuan yang dilahirkannya dapat menjadi seorang perempuan yang taat kepada Allah SWT.

 

Maka ia beri nama bayi perempuan itu dengan nama Maryam, yakni seorang yang taat. Dengan harapan kiranya nama itu benar-benar sesuai dengan kenyataan dan oleh karena itu pula ia menyadari kedurhakaan disebabkan oleh gangguan dan rayuan setan, maka dia memohon perlindungan untuk Maryam secara terus-menerus. Dia berdoa agar anaknya dapat tumbuh dewasa dan panjang umur sehingga memperoleh anak keturunan yang juga mendapatkan perlindungan dari gangguan dan rayuan setan terkutuk.

 
Berita Terpopuler