Apa Hukum Mencium Jenazah Orang Saleh?

Mencium jenazah diperbolehkan bagi mereka yang merupakan mahram.

Republika/Abdan Syakura
Apa Hukum Mencium Jenazah Orang Saleh?
Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mencium jenazah diperbolehkan bagi mereka yang merupakan mahram (keluarga sedarah, haram menikah) dari jenazah tersebut, seperti anak kandung, orang tua kandung, saudara kandung, dan sebagainya. Begitu juga diperbolehkan bagi suami atau istri, sebagai wujud kasih-sayang setelah sekian lama hidup bersama.

Baca Juga

Hal ini didasarkan pada riwayat yang sahih bahwa 'Aisyah r.a. berkata: "Aku melihat Rasulullah saw. mencium jenazah Usman bin Madh'un dan aku melihat linangan air mata beliau saw." (HR Abu Dawud). Juga berdasarkan apa yang dilakukan Abu Bakar as-Shiddiq r.a. yang mencium kening Rasulullah ketika beliau wafat (HR al Bukhari, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah dari 'Aisyah r.a. dan Ibnu Abbas r.a.). Perbuatan Abu Bakar r.a. tersebut tidak diingkari oleh para sahabat yang hadir, sehingga yang demikian itu berarti telah terjadi ijmak (kesepakatan bulat) sahabat tentang bolehnya mencium jenazah.

Hadits tersebut menunjukkan bolehnya mencium jenazah bagi orang yang boleh mencium dan melihat wajahnya ketika masih hidup. Tujuan utama mencium adalah wujud kasih-sayang atau penghormatan kepada almarhum/almarhumah.

KH Ahmad Zahro dalam Fiqih Kontemporer Buku 3 mengatakan walaupun demikian, ada sebagian fuqaha yang sedikit berbeda mengenai hukum mencium jenazah ini, seperti Ibnu Hajar al-Haitami berpendapat hukumnya sunnah (dianjurkan) mencium jenazah keluarga, sahabat dekat, atau orang saleh. Tetapi, jika jenazah tersebut bukan keluarga, bukan sahabat, ataupun bukan orang saleh, maka hukumnya menyalahi yang utama (khilaf al aula).

Sedangkan ar-Ramli, asy-Syarbini, dan as-Subki berpendapat hukumnya sunnah bagi keluarga dan sahabat, walaupun jenazah tersebut bukan orang saleh. Mayoritas fuqaha menyatakan makruh (tidak disukai) hukumnya mencium jenazah orang fasik (banyak berbuat maksiat), dan haram mencium jenazah orang kafir atau musyrik, kecuali jenazah orang tua kandung, jena zah anak kandung, atau jenazah istri yang musyrikah, maka boleh menciumnya sebagai ekspresi kasih-sayang duniawi.

 

Tetapi semua fuqaha sepakat mencium jenazah lawan jenis yang bukan mahram hukumnya haram mutlak dan amat tercela. Sebagian fuqaha berpendapat mencium jenazah itu cukup sekali saja dan makruh hukumnya menciumnya berkali-kali.

Kebolehan mencium jenazah tersebut disertai syarat bahwa yang mencium adalah mahram (keluarga sedarah, haram meni kah); kalau yang mencium orang lain maka harus sama jenis kelaminnya, dan siapa pun yang mencium tidak boleh sambil meratap (menangis berlebihan). Hal ini disandarkan pada hadits dari Ummu Athiyyah r.a.: "Sungguh Rasulullah saw. melarang kami meratapi jenazah" (HR Abu Daud). Juga dari Buraidah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda (yang maknanya): "Tidak termasuk golongan kami orang yang memukul-mukul pipinya, mengoyak-ngoyak bajunya, berteriak-teriak seperti yang dilakukan oleh orang orang Jahiliyah" (HR al-Bukhari dan Muslim).

Bagian mana yang boleh dicium? Para fuqaha sepakat bahwa yang boleh dicium adalah bagian wajah jenazah.

Demikian yang diriwayatkan dalam hadis bahwa Rasulullah saw. mencium wajah jenazah saudara susuan beliau, Usman bin Madh'un r.a. Di samping itu, ada beberapa pendapat yang berbeda, antara lain: Telah disebutkan dalam riwayat 'Aisyah r.a. bahwa bagian atau tempat yang dicium oleh Abu Bakar r.a. adalah bagian antara kedua mata Nabi.

Ada juga pendapat bahwa mencium bagian tempat sujud (dahi) lebih utama. Ada lagi pendapat boleh mencium anggota badan jenazah, seperti tangan dan selainnya selama tidak menimbulkan kultus (pemuliaan berlebihan). Yang tidak diperbolehkan adalah mencium kaki jenazah dengan maksud memuliakan dan mengambil berkah dari jenazah tersebut. Hal demikian di samping tidak berdasar, juga amat membahayakan akidahnya.

 

Ada hal lain yang perlu diperhatikan, yaitu menutup wajah jenazah, sebelum dan sesudah menciumnya, dan tidak membiarkannya terbuka. Dari Abu Salmah r.a. bahwa Aisyah r.a. berkata kepadanya: "Ketika mendengar berita wafatnya Nabi saw., maka Abu Bakar r.a. datang dari rumahnya di Sunh dengan naik kuda. Sesampai di pintu masjid, dia pun turun dan segera masuk ke rumah (Aisyah) tanpa bercakap-cakap dengan seorang pun yang ada di dalam masjid. Kemudian dia menuju ke jenazah Rasulullah saw. yang telah diselimuti dengan sehelai jubah. Setelah itu dia membuka kain di bagian wajah beliau saw., lalu Abu Bakar r.a. pun menurunkan kepalanya dan mencium kening Rasulullah saw. seraya menangis" (HR an-Nasa'i).

Bagaimana dengan wudhunya jenazah? Terkait dengan hukum wudhu bagi jenazah yang dicium oleh lawan jenis, hal ini tidak membatalkan wudhunya, karena yang boleh mencium adalah mahramnya. Jika yang mencium istri atau suaminya, menurut jumhur fuqaha (Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah) juga tidak batal asal tidak disertai syahwat.

Dalam keadaan berduka demikian, kemungkinan timbulnya syahwat amatlah kecil. Apalagi, jenazah itu sudah tidak kena beban syariat lagi karena sudah meninggal sehingga mestinya tidak terkena hukum batal atau tidak batal lagi. Wallahu a'lam.

 
Berita Terpopuler