Kehadiran Anak di Masjid, Dimarahi atau Dibiarkan?

Kehadiran anak-anak di masjid atau majelis taklim kerap dianggap menganggu.

photo.net
Anak di masjid
Rep: Rossi Handayani Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kehadiran anak-anak di masjid atau majelis taklim kerap dianggap menganggu. Di sisi lain, jamaah menginginkan anak-anak tersebut akrab dengan masjid dan majelis taklim. 

Baca Juga

Pengasuh pesantren Tunas Ilmu Purbalingga sekaligus dosen Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyyah Imam Syafi'i Jember, Ustaz Abdullah Zaen Lc.,MA menjelaskan ada dua pendapat dalam menyikapi kehadiran anak-anak.

Pendapat pertama, anak-anak merupakan generasi penerus kebaikan sehingga perlu akrab dengan masjid dan majelis taklim. Untuk pendapat ini, kata dia, mereka sangat memaklumi tingkah polah anak-anak itu. Seheboh apapun kelakuan mereka, dibiarkan saja. Akibatnya tidak sedikit jamaah yang mengeluh sulit konsentrasi dalam mengaji dan shalat.

 

"Keberadaan anak kecil di masjid itu sudah lazim sejak zaman Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Perilaku anak di zaman itu juga tidak berbeda jauh dengan zaman ini. Sama-sama masih suka bermain. Bagaimanakah baginda Nabi shallallahu alaihi wasallam menyikapi mereka di masjid?," kata Ustaz lulusan S2 jurusan Aqidah, Universitas Islam Madinah ini.

Pendapat kedua, perlu ada sikap serius agar anak-anak tertib berada di masjid. Semisal, dimarahi atau diingatkan agar tidak berbuat gaduh di dalam masjid. Akibatnya anak-anak tersebut pun menjadi tidak betah di masjid. Bahkan sebagian mereka menjadi fobia dengan majlis taklim.

 

 

Ustaz menjelaskan, Abu Qatadah radhiyallahu anhu menuturkan,

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّى لِلنَّاسِ وَأُمَامَةُ بِنْتُ أَبِى الْعَاصِ عَلَى عُنُقِهِ فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا

“Aku melihat Rasulullah ﷺ mengimami shalat sambil menggendong cucunya; Umamah binti Abi al-‘Ash di pundaknya. Bila beliau akan sujud, maka anak tersebut diturunkannya” (HR. Bukhari dan Muslim) 

Ustaz mengungkapkan, hadits ini menjelaskan bahwa Rasul ﷺ pun ternyata membawa anak kecil ke masjid. Namun beliau bertanggungjawab. Tidak lepas tangan. Beliau pegangi cucunya, bahkan beliau gendong. Agar tidak mengganggu jamaah yang lainnya.

"Tetapi bagaimanapun kedisiplinan orang tua, tetap saja ada saatnya lepas kontrol. Anak berpolah. Di saat itulah kesabaran yang berperan," kata Ustaz. 

 

Syaddad radhiyallahu anhu mengisahkan, Di suatu shalat Isya, Rasulullah ﷺ datang sambil membawa Hasan atau Husain. Beliau maju ke pengimaman dan meletakkan cucunya lalu bertakbiratul ihram. Di tengah shalat, beliau sujud lama sekali. Karena penasaran, Syaddad mengangkat kepalanya untuk mencari tahu.

Ternyata sang cucu naik ke pundak Rasul ﷺ saat beliau sujud. Syaddad pun kembali sujud. Seusai shalat, jamaah bertanya, "Wahai Rasulullah, tadi engkau sujud lama sekali. Hingga kami mengira ada kejadian buruk atau ada wahyu yang turun padamu".

Beliau menjawab, 

كُلُّ ذَلِكَ لَمْ يَكُنْ وَلَكِنَّ ابْنِي ارْتَحَلَنِي فَكَرِهْتُ أَنْ أُعَجِّلَهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ

“Bukan itu yang terjadi. Tetapi tadi cucuku menjadikan punggungku sebagai tunggangan. Aku tidak suka memutus kesenangannya hingga dia puas” (HR. Nasa’iy dan dinilai sahih oleh al-Hakim).

"Kesimpulannya, orang tua yang membawa serta anaknya ke masjid harus bertanggung jawab. Bertugas untuk mengkondisikan dan memberikan pengertian kepada anak. Namun proses pendidikan itu harus dilakukan dengan penuh kelembutan dan kesabaran," kata ustaz Abdullah.

"Sehingga anak tidak kapok untuk berangkat ke masjid atau majlis taklim. Di waktu yang sama, keberadaan mereka juga tidak membuat jamaah lain terganggu. Ingat, maslahat orang banyak harus diprioritaskan ketimbang maslahat pribadi. Wallahu a’lam bish shawab," lanjut ustaz.  

 
Berita Terpopuler