Wamenkumham Sebut Edhy dan Juliari Layak Dituntut Mati

Wamenkumham menyebut dua alasan pemberat Edhy dan Juliari layak dituntut mati.

ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Tersangka mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (29/12). Pada hari ini, Wamenkumham Eddy Hiariej menilai Juliari layak dituntut mati atas tindak pidana yang dilakukannya. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej yang biasa disapa Eddy Hiariej mengatakan, dua mantan menteri yang tersandung kasus pidana korupsi di tengah masa pandemi Covid-19 yakni mantan Menteri Kelautandan Perikanan, Edhy Prabowo dan mantan Menteri Sosial, Juliari P Batubara layak dituntut hukuman mati. Diketahui, saat ini keduanya berstatus tersangka korupsi di KPK.

"Bagi saya mereka layak dituntut dengan ketentuan Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang mana pemberatannya sampai pada pidana mati," kata Eddy dalam acara Seminar Nasional "Telaah Kritis terhadap Arah Pembentukan dan Penegakan Hukum di Masa Pandemi" yang berlangsung secara virtual, dipantau di Yogyakarta, Selasa (16/2).

Menurut dia, ada dua alasan pemberat yang membuat kedua mantan menteri tersangka tindak pidana korupsi itu layak dituntut pidana mati. Pertama, mereka melakukan tindak pidana korupsi saat dalam keadaan darurat, yakni darurat Covid-19 dan kedua, mereka melakukan kejahatan itu dalam jabatan.

"Jadi dua hal yang memberatkan itu sudah lebih dari cukup untuk diancam dengan Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi," kata Eddy Hiariej.

Edhy Prabowo dicokok KPK saat tiba di Tanah Air usai melakukan kunjungan dari Hawai, 25 Desember 2020, kemudian setelah itu Edhy secara resmi mengundurkan diri sebagai Menteri KP. Saat ini, KPK telah menetapkan Edhy sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait perizinan tambak, usaha, atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya pada 2020.

Berikutnya, Juliari P Batubara saat menjabat Menteri Sosial tersangkut kasus dugaan suap bantuan sosial Covid-19. Setelah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) atas pejabat Kementerian Sosial dan swasta, KPK pada 6 Desember 2020 dini hari menetapkan Juliari sebagai tersangka korupsi bansos Covid-19.

Tak lama setelah penetapan status tersangka, Juliari mendatangi Gedung KPK dan menyerahkan diri. Penetapan Juliari sebagai tersangka oleh KPK hanya berselang sembilan hari dari penetapan Edhy Prabowo, mantan Menteri KP sebagai tersangka oleh KPK.

Baca Juga

 

Daftar Belanja Edhy Prabowo di AS - (Infografis Republika.co.id)





Ketua KPK Komjen Polisi Firli Bahuri pernah menyatakan, Menteri Sosial Juliari Batubara bisa diancam dengan hukuman mati. Ancaman hukuman mati bisa diberikan kepada Juliari jika terbukti melanggar Pasal 2 UU 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Ya, kita paham bahwa di dalam ketentuan UU Nomor 31 tahun 1999 pasal 2 yaitu barang siapa yang telah melakukan perbuatan dengan sengaja memperkaya diri atau orang lain, melawan hukum yang menyebabkan kerugian keuangan negara di ayat 2 memang ada ancaman hukuman mati," ujar Firli di Gedung KPK, Ahad (6/12) dini hari.

Selama masa pandemi Covid-19, kata Firli, pihaknya juga terus mengimbau bahkan mengancam agar semua pihak agar tidak menyalahgunakan bantuan sosial (bansos), sebab ancaman hukumannya adalah mati. Terlebih, sambung Firli, pemerintah juga telah menetapkan pandemi virus Corona Covid-19 ini sebagai bencana nonalam.

"Kita paham juga bahwa pandemi Covid-19 ini dinyatakan oleh pemerintah bahwa ini adalah bencana nonalam, sehingga tentu kita tidak berhenti sampai di sini, apa yang kita lakukan, kita masih akan terus bekerja terkait dengan bagaimana mekanisme pengadaan barang jasa untuk bantuan sosial di dalam pandemi Covid-19," tegas Firli.

"Tentu nanti kami akan bekerja berdasarkan keterangan saksi dan bukti apakah bisa masuk ke dalam Pasal 2 UU 31 Tahun 1999 ini, saya kira memang kami masih harus bekerja keras untuk membuktikan ada atau tidaknya tindak pidana yang merugikan keuangan negara sebagai mana yang dimaksud Pasal 2 itu. Dan malam ini yang kami lakukan tangkap tangan adalah berupa penerimaan sesuatu oleh penyelenggara negara, jadi itu dulu," tambah Firli.

Dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 Pasal 2 berbunyi,

(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

 

 
Berita Terpopuler