Insentif Nakes akan Dipotong, Ini Penjelasan Kemenkeu

Anggaran penanganan pandemi di sektor kesehatan diperkirakan naik menjadi Rp 254 T.

Wihdan Hidayat / Republika
Petugas memeriksa kondisi tenaga kesehatan (Nakes) sebelum imunisasi Covid-19 (ilustrasi). Kementerian Keuangan berencana memotong besaran insentif untuk tenaga kesehatan.
Rep: Adinda Pryanka Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebutkan, rencana pemotongan insentif tenaga kesehatan belum bersifat final. Langkah ini masih dalam tahap pembahasan dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Baca Juga

"Mengenai hal tersebut, masih dikoordinasikan Kemenkeu dengan Kemenkes," tutur Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani saat dihubungi Republika.co.id pada Kamis (4/2).

Sebelumnya, pemerintah dikabarkan akan memangkas insentif tenaga kesehatan yang menangani pandemi Covid-19. Pemotongan diberikan untuk dokter spesialis hingga dokter umum dan gigi maupun tenaga kesehatan lain.

Rencana ini disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani ke Menteri Kesehatan Budi Gunawan Sadikin melalui surat Surat Keputusan Nomor S-65/MK.02/2021 terkait Permohonan Perpanjangan Pembayaran Insentif Bulanan dan Santunan Kematian Bagi Tenaga Kesehatan dan Peserta PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis) yang Menangani Covid-19. 

Dalam surat tersebut, terlihat pemotongan terbesar terjadi pada insentif dokter spesialis. Pada tahun lalu, besaran insentifnya mencapai Rp 15 juta per bulan yang dipangkas setengahnya menjadi Rp 7,5 juta per bulan pada tahun ini.

Sementara itu, insentif untuk peserta program pendidikan dokter spesialis juga turun dari Rp 12,5 juta per bulan menjadi Rp 6,25 juta per bulan. Dokter umum dan gigi mendapatkan insentif Rp 5 juta per bulan, dari sebelumnya Rp 10 juta per bulan. Insentif untuk bidan dan perawat turun dari Rp 7,5 juta per bulan menjadi Rp 3,75 juta per bulan.

Tenaga kesehatan lainnya yang ikut menangani Covid-19 mendapat insentif Rp 2,5 juta, turun dari nilai pada tahun lalu, sebesar Rp 5 juta per bulan. Terakhir, untuk santunan kematian bagi tenaga medis yang meninggal karena terinfeksi Covid-19 diberikan dengan nilai yang sama, yaitu Rp 300 juta.

 

"Satuan biaya tersebut merupakan batas tertinggi yang tidak dapat dilampaui," tulis surat itu, seperti dikutip Republika.co.id pada Rabu (3/2).

Melalui surat ini juga, Sri mengingatkan Kemenkes agar tetap memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara dalam memberikan insentif, yaitu akuntabilitas, efektif, serta efisien dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

Askolani menuturkan, Kemenkeu bersama Kemenkes masih terus melakukan penghitungan detail rencana belanja kesehatan, termasuk untuk memberikan insentif kepada tenaga kesehatan. Penghitungan ini dilakukan untuk memastikan kebutuhan anggaran penanganan Covid-19 dapat terpenuhi dengan maksimal.

Meski demikian, Askolani menekankan, pemerintah tetap fokus memberikan dukungan terhadap tenaga kesehatan yang menangani pasien penderita Covid-19. "Dukungan untuk tenaga kesehatan yang menangani pasien Covid dan tenaga yang melakukan vaksinasi dan penerapan disiplin kesehatan akan tetap diprioritaskan, disesuaikan dengan perkembangan dan dinamika Covid-19," katanya.

Di sisi lain, Askolani menambahkan, besaran anggaran kesehatan pada tahun ini justru akan naik. Kebijakan tersebut dengan mempertimbangkan perkembangan Covid-19 yang masih dinamis, sehingga diyakini kebutuhan anggarannya pun lebih besar.

Semula, pemerintah menganggarkan Rp 169,7 triliun untuk penanganan pandemi di sektor kesehatan. "Saat ini, diperkirakan naik menjadi Rp 254 triliun," kata Askolani.

 

 
Berita Terpopuler