Belum Ada Bukti Varian Baru Corona Tersebar di Indonesia

Bambang mengatakan belum ada bukti varian baru corona tersebar di Indonesia.

ANTARA/Puspa Perwitasari
Menristek/Badan Ristek dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro
Rep: Rr Laeny Sulistyawati Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemunculan varian baru virus corona di Inggris menjadi perhatian masyarakat dunia, di tengah belum pandemi Covid-19 yang masih melanda. Menteri Riset dan Teknologi/ BRIN Bambang Brodjonegoro mengatakan, hingga saat ini belum ada bukti varian baru virus tersebut menyebar di Indonesia.

Baca Juga

"Belum ada bukti yang menunjukkan varian baru virus corona ini sudah ada di Indonesia atau sudah menyebar di sini. Meskipun harus diakui genomik dan molekuler surveillans Indonesia tidak secanggih seperti Inggris," kata Bambang saat berbicara di konferensi virtual BNPB mengenai Mutasi Virus Corona, Bagaimana Mengatasinya?, Kamis (24/12) malam.

Bambang mengakui, penularan varian baru virus corona lebih cepat meski belum ada bukti bahwa mutasi ini menyebabkan kondisi orang yang terinfeksi menjadi lebih parah dari virus corona sebelumnya, sehingga tidak membuat penyakitnya lebih berat maupun kematian. Namun, pihaknya mengakui masih membutuhkan informasi dan penelitian lebih lanjut mengenai mutasi virus ini. 

Oleh karena itu, pihaknya berpesan semua pihak agar selalu berhati-hati karena penularan virus ini bisa menyebabkan kondisi orang dengan penyakit penyerta dan lanjut usia yang terinfeksi virus ini mengalami kondisi yang memburuk.  Apalagi, dia menambahkan, negara-negara tetangga seperti Australia dan Singapura sudah terjadi penularan varian baru virus ini. 

"Kita harus lebih berhati-hati karena semakin dekat dengan kita Indonesia," katanya.

BACA JUGA: Vaksin Sinovac China Disebut 91,25 Persen Efektif

Mengenai mutasi virus, Bambang mengingatkan dunia pernah dihebohkan dengan varian D614G. Namun, fakta di lapangan mengungkap D614G tidak terbukti menyebabkan penyebaran lebih cepat, termasuk keparahan dan kematian. Ia menjelaskan, perbedaan mutasi varian baru virus dengan D614G adalah penyebaran varian baru virus ini lebih cepat dan yang salah satu dipengaruhi oleh varian baru virus ini yaitu menyerang receptor binding domain (RBD), sedangkan D614G tidak menyerang RBD. 

Seperti diberitakan sebelumnya, otoritas kesehatan Inggris mengumumkan mutasi virus corona baru yang telah ditemukan di negara itu. Jenis ini tampaknya menyebar dengan cepat di beberapa bagian Inggris.

Tidak jelas apakah mutasi telah mengubah perilaku virus dengan cara apa pun. Menteri Kesehatan Matt Hancock mengatakan tidak ada yang menyebut mutasi menyebabkan Covid-19 yang lebih buruk atau bahwa vaksin mungkin tidak bekerja melawannya. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami tingkat keparahan mutasi.

Dia mengatakan bahwa setidaknya 60 otoritas lokal yang berbeda telah mencatat Covid-19 yang disebabkan oleh mutasi virus corona baru. Tidak ada yang menyebut bahwa mutasi baru menyebabkan kasus Covid-19 lebih buruk atau vaksin tidak lagi berfungsi.

Inggris telah memberi tahu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan para ilmuwan sedang melakukan studi terperinci mengenai hal tersebut. "Saat ini kami telah mengidentifikasi lebih dari 1.000 kasus dengan varian ini terutama di Inggris Selatan, meskipun kasus telah diidentifikasi di hampir 60 wilayah otoritas lokal yang berbeda," ujar Hancock dalam pernyataan kepada parlemen Inggris.

Hancock mengatakan belum diketahui sejauh mana, karena itu adalah varian baru. Tetapi apapun penyebabnya, tindakan cepat dan tegas penting dilakukan untuk mengendalikan penyakit saat vaksin diluncurkan.

Mutasi, yang belum memiliki nama resmi pada saat ini, diidentifikasi di London, Kent, Essex, dan Hertfordshire. Kepala Petugas Medis Inggris Chris Whitty mengatakan mutasi tersebut masih dapat dideteksi dengan tes saat ini.

Sementara peneliti telah mengidentifikasi mutasi baru ini, tidak jelas apa yang berubah atau apakah perilaku virus mungkin telah diubah. Mutasi yang dikembangkan virus tidak selalu akan menguntungkan patogen. Para ilmuwan memperingatkan bahwa masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan tentang tingkat keparahan mutasi.

Peneliti vaksin juga akan mewaspadai mutasi virus corona jenis baru yang terkenal ini, untuk menentukan apakah vaksin yang dikembangkan masih dapat efektif melawan strain baru.

Mutasi adalah bagian dari evolusi alami virus. Dilansir BGR, semakin parah suatu virus bermutasi, kampanye vaksinasi yang mungkin kurang efektif. Inilah mengapa vaksinasi flu tidak selalu berhasil dan mengapa orang mungkin membutuhkan vaksin baru setiap tahun.

Sejauh ini, virus corona jenis baru jauh lebih stabil terkait dengan upaya vaksin. Awal pekan ini, perusahaan farmasi Pfizer dan BioNTech mengumumkan bahwa vaksin yang dikembangkan telah efektif melawan setidaknya 19 versi virus.

Para ahli genetika telah melacak mutasi SARS-CoV-2 sejak genom novel coronavirus dirilis pada awal 2020. Sejak itu, hanya ada satu mutasi yang signifikan, meski tetap ada beberapa kekhawatiran.

Kabar baik yang sejauh ini didapatkan adalah semua kandidat vaksin saat ini, termasuk yang berhasil dalam uji coba fase ketiga telah diuji terhadap mutasi dominan yang muncul di awal pandemi. Tetapi ketika vaksinasi telah dimulai di Inggris dan Amerika Serikat (AS), para peneliti dari Inggris melaporkan jenis virus corona jenis baru yang menyebar dengan cepat di beberapa wilayah negara itu.

Mutasi D614G, yang berasal dari China, bertanggung jawab atas status pandemi Covid-19 saat ini. Mutasi itu membuat virus lebih menular tetapi tidak lebih mematikan. Ini yang menjelaskan perbedaan antara wabah Covid-19 di Eropa dan Amerika pada Maret dan April dan wabah di Wuhan pada Januari dan Februari.

Mutasi D614G mengambil alih dunia dan kemudian menemukan jalannya kembali ke Asia, memicu gelombang infeksi baru. Kemudian muncul kekhwatiran atas penyebaran Covid-19 yang berasal dari cerpelai di Denmark pada awal November.

Para pejabat mengumumkan rencana untuk memusnahkan jutaan hewan setelah menemukan bahwa virus corona jenis baru bermutasi di cerpelai dan kemudian menginfeksi kembali manusia. Jenis itu mungkin kebal terhadap vaksin, bahkan dapat menyebabkan pandemi baru.

 
Berita Terpopuler