Tiga Fakta Menarik Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan

Presiden Erdogan punya catatan kelam dalam hidupnya namun dia bangkit.

Presidential Press Service via AP
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan
Rep: Teguh Firmansyah Red: Elba Damhuri

REPUBLIKA.CO.ID -- Oleh Teguh Firmansyah

Presiden Recep Tayyip Erdogan menjadi simbol kebangkitan Islam di kawasan Asia dan Eropa. Bahkan, oleh para pengkritiknya, Erdogan dijuluki sebagai "the New Ottoman Sultan" atau raja baru Turki Ustmani.

Erdogan dan Turki memainkan politik aktif di kawasan Timur Tengah, Eropa, dan Asia. Ribuan tentara Turki hadir di sejumlah negara, dari Irak, Libya, hingga Suriah. Pernah di Sudan juga.

Bagi sejumlah pemimpin negara-negara Arab, Erdogan digambarkan arogan, haus kuasa, dan ekspansionis. Erdogan dipersepsikan sebagai sosok yang ingin membangkitkan kekhalifahan yang sudah punah.

Kontroversi terkini Erdogan, terkait dengan rencananya mengubah Hagia Sophia dari museum menjadi masjid. Sebuah rencana yang mendapat kritik pedas banyak pihak, meski didukung banyak kelompok juga.

Terlepas dari segala konflik, kiprah, dan kontroversinya, ada tiga fakta menarik tentang Erdogan. Yuk simak....

 

Erdogan sudah cukup terkenal sebagai orator ulung sejak sekolah menengah atas. Pria kelahiran 26 Februari 1954 ini kemudian sempat bermain di klub sepak bola profesional.  

Ia bermain di klum Kasimpasa Spor antara 1969 dan 1982. Kehebatan Erdogan sebagai pemain sepak bola masih tersisa kendati usianya sudah memasuki kepala enam. Pada Juli 2014, Erdogan melesakkan tiga gol dalam sebuah pertandingan eksibisi peresmian stadion di Istanbul. 

Erdogan bermain sepak bola lokal sejak usia 16 tahun sebelum ke liga amatir. Ia dikabarkan sempat ingin direkrut oleh klub ternama Turki. Fenerbache. Namun ayahnya menolak.

Erdogan lantas masuk ke Universitas Marmara. Ia pun aktif di partai Islam pimpinan Erbakan. Pada 1994, Erdogan terpilih menjadi wali kota Istanbul. Kemenangan di Istanbul membuat kaget kelompok sekuler. 

 

Erdogan pernah merasakan bagaimana pahitnya jeruji penjara. Pada 1998 ia divonis 10 bulan setelah membacakan puisi kontroversial. Puisi itu membandingkan masjid dengan barak, menara dengan bayonet serta keimanan dengan tentara 

Vonis itu membuat ia mundur dari jabatannya sebagai wali kota. Hurriyet Daily melaporkan, rombongan 2.000 kendaraan mengantarkannya ke penjara Hakan Aslaneli, Istanbul. 

Banyaknya jumlah rombongan membuat Jalan Fatih ditutup. Jelang masuk penjara, Erdogan berkumpul dengan anggota partai politiknya. Di penjara, ia dipisah dengan tahanan lainnya.   

Setelah menjalani masa hukuman, Erdogan dibebaskan pada 1999. Ia lantas memasuki dunia politik.  

Ketika partai Islam Erbakan dilarang pada 2001, ia kemudian berkontribusi dalam membentuk Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP). Partainya memenangan pemilihan pada 2002. 

Namun Erdogan dilarang untuk masuk ke parlemen karena pernah dipenjara. Sampai pada akhirnya AKP berhasil mengamandemen konstitusi dan ia pun bisa terlibat dalam parlemen.  

 

Keberhasilannya dalam membangun Istanbul mendapat pujian dari banyak kalangan. Salah satu sekuralis bahkan mengatakan, Erdogan telah berhasil membuat Istanbul menjadi lebih hijau.  

Pengalaman di pemerintahan lokal membuat Erdogan beranjak ke nasional. Partai yang didirikannya AKP berhasil memenangi pemilu pada 2002. 

Kendati sempat dilarang masuk parlemen karena sempat dipenjara, Erdogan tetap tak putus asa. Amandemen Konstitusi pada 2002 membuatnya bisa masuk ke pemerintahan.  

Pada 9 Maret 2003, ia berhasil memenangkan pemilihan, dan beberapa hari kemudian Presiden Ahmet Necdet Sezer memintanya untuk membentuk pemerintahan. 

Sebagai perdana menteri, Erdogan melakukan perjalanan ke berbagai negara termasuk AS dan Eropa. 

Ia seolah menampik tanggapan sebagai sosok anti-Barat. Erdogan juga berulangkali menyatakan keinginan Turki untuk bergabung dengan Uni Eropa.  

Kendati begitu, Erdogan sangat perhatian dengan sejumlah isu-isu Islam. Pada 2007 ia bersitegang dengan kelompok sekuleris, setelah keinginan AKP untuk mengajukan presiden dengan latar belakang Islam kental ditolak parlemen.  AKP kemudian menggelar pemilu dini dan meraih suara mayoritas. 

Pada awal 2008, parlemen yang dikuasai AKP mengubah aturan yang melarang jilbab di kampus. Kelompok oposisi kembali mengecam Erdogan yang menyebutnya mengancam negara sekuler Turki. 

Para lawan politiknya mencoba menggugat Erdogan dan tokoh AKP lainnya ke pengadilan agar hak politik mereka dicabut. Namun Erdogan berhasil menjaga posisinya.   

Pada Juni 2011 Erdogan terpilih untuk ketiga kalinnya. AKP kembali berhasil meraih suara mayoritas, namun gagal memperoleh dua pertiga suara parlemen untuk mengamandemen konstitusi.  

Erdogan ingin agar sistem pemerintahan Turki diubah, dengan memberikan kekuasan lebih besar pada presiden. 

Erdogan tak bisa lagi maju pada 2014 karena dibatasi oleh undang-undang dasar yang melarang empat kali masa jabatan. Kendati begitu, ia dapat dengan mudah meraih kursi kepresidenan. 

Pada 28 Agustus 2014 ia pun dilantik sebagai presiden. AKP kehilangan suara mayoritas pada pemilu Juni 2015 lalu. 

Namun mereka berhasil kembali mengambil kuasa itu pada pemilu sela 2015. AKP kembali bisa membentuk pemerintahan tanpa harus berkoalisi dengan partai lain. 

Kendati tidak menjabat sebagai perdana menteri, Erdogan tetaplah menjadi pemimpin disegani. Presiden AS Barack Obama tak jarang berkomunikasi langsung dengan Erdogan untuk membahas masalah Suriah. 

Dalam konflik dengan Rusia beberapa waktu terakhir, ia juga terlibat ketegangan langsung dengan Presiden Vladimir Putin.  

Kini, Erdogan bakal menjadi pemimpin Turki terlama dalam sejarah. Erdogan semakin memperkuat posisinya secara legal dan politik.

Semua lawan-lawan politik berbahayanya dihadapi dengan jalur hukum. Sempat digoyang kudeta gagal yang dituding diotaki Fethulleh Gullen, sosok pemikir karib Erdogan di masa lalu, kemudian Erdogan menangkapi para pelaku kudeta.

Erdogan bakal tercatat dalam sejarah Turki dan dunia.

 

 
Berita Terpopuler