Kematian Nabi Yahya AS

Ada tiga waktu penting dan genting dalam kehidupan setiap orang.

AP PHOTO
Kematian Nabi Yahya AS
Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Allah SWT memerintahkan kepada Yahya untuk mengambil Kitab Suci Taurat dengan sungguh-sungguh. Maksudnya Yahya harus mempelajari, mengamalkan dan mengajarkannya kepada Bani Israil dengan sungguh-sungguh.

Baca Juga

Di samping itu, sejak kanak-kanak Yahya sudah diberi oleh Allah SWT Hikmah. Menurut Ibnu Katsir dalam Kitab Tafsirnya (9: 220) yang dimaksud dengan hikmah itu adalah pemahaman, ilmu, kesungguhan, tekad kuat dan siap menerima semua kebaikan serta menekuninya dengan segala kemampuannya.

Tidak seperti umumnya anak-anak sebayanya yang masih suka bermain-main. Yahya tidak suka bermain. Menurut riwayat Abdullah ibn Mubarak dari Ma’mar,  tatkala seorang anak mengajak Yahya bermain, dia menolaknya dan menyatakan: “Kita diciptakan bukan untuk bermain” (Tafsir Ibn Katsir 9: 221)

Yahya juga memiliki sifat-sifat terpuji lainnya seperti: 1. Sifat  hanan, yaitu sifat belas kasih kepada orang lain; 2. Kesucian diri dari dosa-dosa; 3. Ketaqwaan kepada Allah SWT; 4. Berbakti kepada ibu bapak; 5. Tidak sombong dan durhaka. Alangkah bahagianya Nabi Zakariya dan istrinya mendapatkan seorang putera dengan kepribadian yang terpuji seperti Yahya.

Orang tua manapun pasti mendambakan mendapatkan seorang putra yang rajin dan sungguh-sungguh menuntut ilmu, taat beribadah, menjaga diri dari segala perbuatan maksiat, rendah hati-tidak sombong. Lebih penting lagi berbakti kepada kedua orang tuanya. Alangkah bahagianya orang tua, apabila mendapatkan putra seperti Yahya dan putri seperti Maryam.

Pujian Allah SWT kepada Yahya berlanjut dengan menyatakan “Kesejahteraan atas dirinya pada hari ia dilahirkan dan pada hari ia meninggal dan pada hari ia dibangkitkan hidup kembali.”

Allah SWT menyatakan keselatamatan dan kesejahteraan untuk Yahya pada hari dia dilahirkan, pada hari dia meninggal dan pada hari ia dibangkatkan kembali di Akhirat nanti. Allah SWT berfirman:

وَسَلَٰمٌ عَلَيۡهِ يَوۡمَ وُلِدَ وَيَوۡمَ يَمُوتُ وَيَوۡمَ يُبۡعَثُ حَيّٗا 

 “Kesejahteraan atas dirinya pada hari ia dilahirkan dan pada hari ia meninggal dan pada hari ia dibangkitkan hidup kembali.” (Q.S. Maryam 19:15)

Dalam ayat disebutkan tiga waktu yang sangat penting dan genting bagi setiap orang, yaitu pertama hari kelahirannya. Setiap orang tua pasti ingin anaknya lahir dengan selamat, sempurna sebagaimana manusia normal, tidak cacat. Sebab kalau anaknya lahir cacat tentu kehidupannya di dunia sedikit banyaknya akan terganggu. Kita bisa membayangkan bagaimana bersusah payahnya istri Zakariya mengandung dan menjaga kandungannya, mengingat umurnya yang sudah tua. Tentu saja Zakariya harap-harap cemas menanti waktu persalinan. Allah SWT menjanjikan keselamatan untuk Yahya pada saat dia dilahirkan.

Waktu penting kedua adalah pada waktu kematiannya. Setiap orang tentu ingin mati dalam keadaan beriman dan taat kepada Allah SWT atau husnul khatimah. Yang penting bukan kapan, di mana dan bagaimana cara kematian itu datang, karena hal itu bukan bagian dari pilihan manusia.

Tidak ada seorangpun yang tahu kepadan di meninggal, di mana dan bagaimana caranya. Apakah meninggal di atas tempat tidur, atau meninggal dalam perjalanan, atau meninggal dalam medan juang, tidak ada yang bisa memastikan. Yang panting adalah meninggal sebagai seorang Muslim seperti firman Allah SWT:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسۡلِمُونَ   

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam.” (Q. S. Ali Imran 3: 102)

Waktu penting ketiga adalah pada saat berbangkit nanti di Akhirat. Setiap orang beriman tentu berharap nanti mendapatkan keselamatan di Hari Akhir nanti. Semoga timbangan kebaikannya nanti di Akhirat lebih berat daripada timbangan keburukannya sehingga dia dapat masuk sorga bersama hamba-hamba Allah yang saleh lainnya.

Itulah tiga waktu penting dan genting dalam kehidupan setiap orang. Kelahiran adalah peralihan dari alam rahim yang penuh kelembutan ke alam dunia yang penuh perjuangan dan banyak tipu daya. Kematian adalah peralihan dari alam dunia menuju alam barzakh. Kebangkitan di Akhirat nanti adalah peralihan dari alam barzakh menuju alam Akhir yang abadi. Nasib setiap orang akan ditentukan pada alam Akhir ini, apakah akan menjadi penghuni sorga atau dibenamkan ke dalam neraka. Nah Nabi Yahya AS dijamin oleh Allah selamat dalam ketiga waktu itu. “Kesejahteraan atas dirinya pada hari ia dilahirkan dan pada hari ia meninggal dan pada hari ia dibangkitkan hidup kembali.”

 

 

Apakah Nabi Yahya meninggal wajar atau mati terbunuh?

Sebagian mufassir menyatakan Yahya mati dibunuh atas perintah Kaisar Herodes. Kaisar yang lalim ini ingin menikahi anak tirinya sendiri. Yahya yang memegang teguh hukum Taurat menyatakan bahwa pernikahan tersebut terlarang.

Kaisar Herodes haram menikahi anak tirinya sendiri. Kaisar murka lalu memerintahkan kepada prajuritnya untuk menangkap dan memenjarakan Yahya. Mereka memaksa Yahya mengubah fatwanya.

Tetapi Yahya tetap teguh dengan pendiriannya. Akhirnya pernikahan itu tidak bisa dicegah. Isteri muda Kaisar tersebut menyatakan kepada Kaisar, jika dia benar-benar mencintainya, Kaisar harus bisa memenuhi permintaannya. Tentu saja Kaisar menyanggupinya dengan segala senang hati.

Di luar dugaan, istri muda Kaisar itu minta diberi hadiah kepala Yahya. Segera para algojo diperintahkan untuk memenggal kepada Yahya dan mempersembahkannya kepada istrinya yang sadis dan kejam tersebut. Cerita tersebut juga dikutip oleh Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar (XVI: 16).

Ada versi lain seperti yang dikutip oleh Hasan Ayub dalam bukunya Qashash al-Anbiya’ (hal.200). Menurut versi ini puteri Kaisar yang jatuh cinta kepada Yahya tapi Yahya menolaknya. Setelah puteri Kaisar putus asa cintanya tidak diterima oleh Yahya, maka dia merayu bapaknya untuk membunuh Yahya. Lalu terjadilah peristiwa itu. Kaisar memerintahkan prajuritnya memenggal kepala Yahya dan menampung darahnya dalam bejana lalu dipersembahkan kepada puterinya.

Ibn Katsir dalam bukunya Qashash al-Anbiya’ (hal. 358) mengutip versi yang berbeda dengan dua versi di atas. Raja Damaskus yang bernama Hadad ibn Hadar menikahkan putranya dengan putri saudaranya yang bernama Aryal, Ratu Shaida. Perkawinan itu berakhir dengan perceraian sampai talak tiga. Kemudian putra raja ingin rujuk dengan mantan isterinya yang sudah ditalak tiga itu, tetapi Yahya menyatakan dia tidak boleh rujuk kecuali jika dia sudah menikah dengan laki-laki lain terlebih dahulu, kemudian cerai. Setelah itulah baru dia boleh rujuk.

Ratu murka dengan Yahya dan meminta Raja Damaskus untuk memanggal kepala Yahya. Semula Raja menolak permintaan Aryal,  tetapi setelah dibujuk terus Raja mengabulkan permintaannya dan memerintahkan prajuritnya memenggal kepala Yahya. Wallahu ‘alam, versi mana yang bisa diterima. Yang jelas Al-Qur’an tidak berbicara tentang bagaimana cara kematian Yahya, apakah dibunuh atau mati secara wajar.

Ada juga ulama yang menyatakan bahwa kematian Yahya sebagai syahid diisyaratkan dalam ungkapan hayyan pada ujung ayat 15 Surat Maryam yang sudah dikutip sebelumnya. Ungkapan itu mengisyarakan tentang kematian Yahya di dunia sebagai orang yang terbunuh dan syahid. Ini karena para syuhada tidak mati tetapi tetap hidup sebagaimana ditegaskan dalam Surat Ali Imran ayat 169. Allah SWT berfirman:

وَلَا تَحۡسَبَنَّ ٱلَّذِينَ قُتِلُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمۡوَٰتَۢاۚ بَلۡ أَحۡيَآءٌ عِندَ رَبِّهِمۡ يُرۡزَقُونَ

“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” (Q. S. Ali Imran 3: 169)

 

Pandangan ini dibantah oleh M. Quraish Shihab karena pada Surat Maryam ayat 33, Nabi Isa AS juga dinyatakan dibangkitkan hidup kembali. Juga dengan kata hayyan diujung ayat seperti pada kasus Yahya. Padahal tidak ada seorang Muslim pun yang percaya bahwa Nabi Isa mati terbunuh sebagaimana halnya Nabi Yahya. (Tafsir Al-Mishbah 8: 162)

https://www.suaramuhammadiyah.id/2020/03/19/kematian-nabi-yahya-as/

 

 
Berita Terpopuler