Fraksi PAN: Pemakzulan tidak Jelas Dasarnya

Permintaan pemakzulan Presiden Jokowi dinilai sangat mengada-ngada.

Senin , 15 Jan 2024, 16:22 WIB
Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR Saleh Partaonan Daulay meminta semua pihak tak gegabah menanggapi usulan pemakzulan Presiden. (ilustrasi)
Foto: dok pribadi
Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR Saleh Partaonan Daulay meminta semua pihak tak gegabah menanggapi usulan pemakzulan Presiden. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR Saleh Partaonan Daulay meminta semua pihak tak gegabah menanggapi usulan pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pasalnya, permintaan tersebut bisa menimbulkan polemik dan kegaduhan yang tidak perlu jelang pencoblosan pemilihan umum (Pemilu) 2024.

"Permintaan itu tidak jelas apa dasarnya, mengapa sampai pada kesimpulan presiden harus dimakzulkan? Jangan hanya karena motif politik justru menimbulkan polemik dan perdebatan publik," ujar Saleh kepada wartawan, Senin (15/1/2024).

Baca Juga

Pasal 7A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menetapkan alasan pemakzulan presiden dan atau wakil presiden dalam masa jabatannya. Pemakzulan dapat diajukan jika Jokowi terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, dan tindak pidana berat lainnya.

Selanjutnya dalam Pasal 7B UUD 1945, usul pemberhentian presiden dapat diajukan DPR kepada MPR dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Nantinya, MK diminta untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR bahwa presiden atau wakil presiden telah melakukan pelanggaran hukum atau tidak.

"Coba periksa, apakah ada pelanggaran hukum yang dilakukan Presiden seperti yang diatur di dalam pasal tersebut? Bukankah malah justru sebaliknya bahwa presiden Jokowi bekerja sangat baik, popularitasnya sangat tinggi, masyarakat sangat menyukai," ujar Saleh.

Permintaan pemakzulan itu dinilainya sangat mengada-ngada. Ia menilai, usulan tersebut mungkin hanya untuk mencari sensasi di tengah dinamika politik menjelang pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

"Negara ini memiliki aturan dan ketentuan yang harus dipatuhi semua pihak. Faktanya, ada banyak kelompok masyarakat lain yang mendukung program pembangunan yang dilaksanakan Jokowi," ujar Saleh.

"Janganlah memperkeruh situasi yang ada. Jaga suasana kebatinan semua pihak, jangan membawa isu yang berpotensi memecah belah persatuan. Bagaimanapun dinamika politiknya, persatuan harus diutamakan," sambung anggota Komisi IX DPR itu.

Sejumlah tokoh yang tergabung dalam Petisi 100 mengajukan pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi). Diketahui, Petisi 100 sudah menyampaikan usulan pemakzulan Jokowi kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD dan MPR.

Tokoh yang terlibat dalam Petisi 100, antara lain mantan KSAD Jenderal TNI (purn) Tyasno Sudarto, mantan Ketua MPR Amien Rais, dan Guru Besar UGM Zainal Arifin Mochtar. Selain itu, ada Faizal Assegaf, pengajar UNS M. Taufiq, Ketua FUI DIY Syukri Fadholi, Ketua BEM KM UGM Gielbran M. Noor, dan Marwan Batubara.

"Petisi 100 datang ke DPR menggaungkan solusi terbaik menghentikan politik cawe-cawe adalah pemakzulan," ujar Faizal Assegaf lewat keterangannya, Ahad (14/1/2024).

"Bahwa tidak ada cara lain karena semua lembaga pengawas rubuh, Mahkamah Konstitusi, DPR tidak berperan, partai politik hanya mondar-mandir. Jadi perlu pemakzulan," sambungnya menegaskan.