Penghapusan Kewajiban Skripsi, Legislator: Karya Tulis Bukan Momok

Membuat karya tulis ilmiah bisa bantu mahasiswa agar tak berpikir secara pragmatis.

Selasa , 12 Sep 2023, 12:03 WIB
Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah, menyebut membuat karya tulis ilmiah sebagai syarat lulus pendidikan tinggi bukan momok yang harus ditakuti oleh mahasiswa. (ilustrasi)
Foto: Dok Humas DPR RI
Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah, menyebut membuat karya tulis ilmiah sebagai syarat lulus pendidikan tinggi bukan momok yang harus ditakuti oleh mahasiswa. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah, menyebut membuat karya tulis ilmiah sebagai syarat lulus pendidikan tinggi bukan momok yang harus ditakuti oleh mahasiswa. Dia menerangkan, membuat karya tulis ilmiah bisa membantu mahasiswa agar tidak berpikir secara pragmatis, namun kritis, sistematis, dan logis.

“Kita tahu, setiap program studi itu memiliki kekhasannya masing-masing. Kompetensi pun pasti berbeda. Maka harus dipastikan Kemendikbudristek ini bisa memberikan peraturan yang jelas. (Memang) masing-masing program studi yang punya kebebasan untuk menentukan standar kompetensi. Nah, pastikan prodi itu benar-benar memenuhi standarnya, (yang) mengikuti dari Kemendikbudristek,” kata Ledia dikutip dari laman Komisi X DPR RI, Selasa (12/9/2023).

Baca Juga

Hal itu dia sampaikan menanggapi keputusan Kemendikbudristek yang menghapus kewajiban membuat karya tulis ilmiah sebagai syarat lulus pendidikan tinggi. Baik membuat tugas akhir atau membuat karya tulis ilmiah, kata Ledia, kebijakan tersebut perlu diatur dalam aturan yang gamblang agar tidak menimbulkan polemik dalam penerapannya. 

Politikus Fraksi PKS itu menekankan, pendampingan dari dosen menjadi krusial guna menentukan kualitas mahasiswa pada saat proses belajar maupun penentuan kelulusan dari perguruan tinggi. Maka dari itu, dia tidak sepakat jika karya tulis ilmiah sebagai syarat kelulusan menjadi sumber masalah.

“Mau penelitian atau prototipe, dosen perlu membantu membimbing agar mahasiswa tahu letak kesalahannya, dengan didiskusikan dan diargumentasikan, itu menjadi satu bagian yang memperkaya. Mahasiswa harus jelas didampingi terlepas apa pun yang ia pilih (membuat tugas akhir seperti prototipe atau membuat karya ilmiah,” kata dia. 

Sebelumnya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, membuat terobosan besar. Pemerintah tidak lagi mewajibkan mahasiswa untuk membuat skripsi sebagai syarat kelulusan.

Ia menilai, kebijakan anyar yang dia buat adalah suatu bentuk transformasi radikal di perguruan tinggi. Kemendikbudristek memerdekakan perguruan tinggi untuk memilih ada-tidaknya tugas akhir atau skripsi bagi mahasiswa sarjana/sarjana terapan atau S-1/D-4.