DPR Minta PTN Buat Skema Ringankan Biaya UKT bagi Mahasiswa tidak Mampu

PTN menaikkan UKT harus mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi calon mahasiswanya.

Senin , 03 Jul 2023, 14:43 WIB
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda meminta perguruan tinggi negeri (PTN) membuat skema untuk meringankan biaya kuliah tunggal (UKT) bagi calon mahasiswa yang tidak mampu. (ilustrasi).
Foto: ANTARA/Asprilla Dwi Adha
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda meminta perguruan tinggi negeri (PTN) membuat skema untuk meringankan biaya kuliah tunggal (UKT) bagi calon mahasiswa yang tidak mampu. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda meminta perguruan tinggi negeri (PTN) membuat skema untuk meringankan biaya kuliah tunggal (UKT) bagi calon mahasiswa yang tidak mampu. Syaiful menekankan kepada PTN yang menaikkan UKT harus mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi calon mahasiswanya.

Ini disampaikannya menyusul biaya UKT PTN dikeluhkan terlalu besar dan memberatkan. "Bagi mahasiswa berlatarbelakang kurang mampu dalam aspek ekonominya, kita minta supaya PTN bikin skema untuk meringankan beban pembiayaan UKT ini," ujar Syaiful saat dihubungi Republika, Senin (3/7/2023).

Baca Juga

Syaiful melanjutkan, terlebih bagi calon mahasiswa yang sudah lulus seleksi, jangan sampai tidak gagal masuk karena kendala biaya. Sebab, ada laporan sejumlah calon mahasiswa yang mengundurkan diri karena tak mampu bayar UKT.

"Apapun yang terjadi, mereka tetap harus melanjutkan dengan berbagai kebijakan afirmasi dari pihak kampus yang bersangkutan, PTN harus memastikan calon mahasiwa sudah lulus selesi dipastikan untuk bisa melanjutkan dengan berbagai skema apapun," ujarnya.

Karenanya, Politikus PKB menekankan agar PTN menerapkan kebijakan afirmasi atau pelonggaran untuk biaya UKT bagi calon mahasiswa tidak mampu. Untuk itu, kebijakan afirmasi maupun pelonggaran itu jangan sampai terlambat dan diambil di tengah jalan, sehingga akhirnya membuat calon mahasiswa tidak mampu mengundurkan diri.

"Kebijakan harus dari awal untuk memastikan tidak mampu tersosialisasi dengan baik dari kebjakan pihak kampus," ujarnya.

Selain itu, ke depan, Syaiful menilai perlunya evaluasi status badan hukum atau PTN-BH apakah kebijakan ini efektif bagi jenjang pendidikan tinggi. Sebab, besarnya biaya UKT ini tidak dipungkiri sebagai salah satu dampak pemberlakuan kebijakan PTN BH.

"Pada konteks lebih makro memang kita perlu terus evaluasi terkait kebijakan pada konteks apakah betul PTN BH yang sekang jadi opsi apakah terbaik itu belum. Mungkin di beberapa kampus dengan resource pengembangan bisnis ekonomi dari kampus yang bersangkutan bisa survive tapi bisa saja di kampus lain lalu efeknya adalah pembengkakan dari biaya perkuliahan termasuk biaya UKT, ini perlu terus dipantau dan dievaluasi," ujarnya.

Terakhir, Syaiful juga mendorong pemerintah menambah kuota KIP kuliah sesuai dengan kebutuhan calon mahasiswa yang tidak mampu. Dengan begitu, tidak ada alasan bagi calon mahasiswa tidak mampu tidak melanjutkan kuliah karena biaya.

"Supaya calon mahasiswa tidak mampu tetap dapat lanjutkan kuliah sehingga kuota KIP kuliah itu basisnya adalah seberapa banyak mahasiswa yang lulus dan tidak mampu sesuai jumlahnya dengan kebutuhan," ujarnya.