Kriteria Persyaratan Penerima PSR Dianggap 'Menghambat' Petani Sawit

Kriteria persyaratan penerima PSR tak memberi kesempatan bagi sebagian petani sawit.

Sabtu , 19 Nov 2022, 07:34 WIB
Anggota Komisi XI DPR RI Sihar Sitorus mengkritisi adanya kriteria persyaratan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang harus dipenuhi oleh petani sawit saat di Palembang, Jumat (18/11/2022).
Foto: DPR
Anggota Komisi XI DPR RI Sihar Sitorus mengkritisi adanya kriteria persyaratan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang harus dipenuhi oleh petani sawit saat di Palembang, Jumat (18/11/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR RI Sihar Sitorus mengkritisi adanya kriteria persyaratan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang harus dipenuhi oleh petani sawit. Menurut dia, hal itu akan mengeksklusi atau "menghambat" sebagian masyarakat. 

"Beberapa kriteria itu sendiri sebenarnya baik tujuannya, namun itu akan mengeksklusi sebagian dari masyarakat," kata dia di Palembang, Sumatra Selatan, Jumat (18/11/2022).

Baca Juga

Sihar mengatakan, komponen anggaran dalam program BPDPKS ada dua yakni untuk PSR dan Bio Diesel. Persyaratan atau kriteria yang harus dipenuhi masyarakat dalam program PSR di antaranya harus ada surat keterangan di luar kawasan hutan, surat keterangan bukan di atas lahan gambut, dan surat keterangan tidak tumpah tindih dengan HGU. Menurut Sihar, hal itu tidak memberikan kesempatan bagi kelompok yang lainnya.

"Apabila itu dipenuhi, tentu yang mempunyai kesempatan untuk mendapatkan dana PSR itu berarti mereka yang di luar tiga kriteria tersebut, dan otomatis hanya sebagian yang bisa menerima," kata dia.

Sementara itu, komponen anggaran kedua yaitu Bio Diesel berkaitan dengan dana pungutan ekspor. Dia menyebut, hal tersebut berkorelasi dengan kebijakan-kebijakan untuk mendorong ekspor dengan melihat dan menyinergikan dengan kondisi di lapangan.

"Sehingga (menimbulkan) ketidakpastian atau kerancuan karena bagaimanapun juga di lapangan ini banyak pihak yang terlibat. Contohnya, ketika kita ingin ekspor, pertama tentu ada perjanjian antara eksportir dan importir, kemudian perlu ada kapal pengangkutan, lalu perlu ada antrean di pelabuhan, ini semuanya ada komponen-komponen biaya yang sudah fix yang sudah pasti ketika kontrak jual beli tersebut sudah ditandatangani kedua belah pihak," jelasnya.

Menurut politisi PDI-Perjuangan ini, ketika ada kebijakan yang tumpang tindih dengan kondisi di lapangan, maka akan menimbulkan ketidakpastian. Untuk itu, dibutuhkan sinergitas di lapangan dengan kebijakan-kebijakan yang perlu dikomunikasikan lebih dekat. "Agar data yang digunakan valid, akurat dengan kondisi pasar dan kerancuan pun bisa ditiadakan," kata dia.

Dengan demikian ekspor bisa didorong atau ditahan tergantung kebutuhan akan CPO untuk minyak goreng. "Ini juga akan berakibat pada harga tandan buah segar dari masyarakat. Ini pula yang akan membuat masyarakat mengambil keputusan bagi dirinya apakah saya akan mendaftar sebagai peserta penerima PSR atau tidak," kata dia.

Sihar meminta BPDPKS dapat membuat sesuatu yang bisa diprediksi dan diantisipasi. Perlu ada perencanaan yang cukup panjang dan memberikan waktu bagi banyak pihak untuk menyesuaikan dengan adanya perubahan-perubahan, baik perubahan kebijakan maupun perubahan di lapangan.

"Karena sawit ini juga rentan terhadap harga soybean, terhadap harga minyak dunia, jadi banyak faktor yang bisa mempengaruhi perubahan-perubahan kebijakan di lapangan," ujarnya.

Terkait sosialisasi dana PSR dari BPDPKS kepada pemerintah daerah, Sihar meyakini bahwa hal tersebut sudah dilaksanakan dengan cukup baik. Hanya saja, masyarakat ini menyebar tidak hanya di perkotaan, tapi juga di pelosok sosialisasi di tingkat pelosok dapat dimaksimalkan.

"Di tingkat desa ini masih banyak, bahkan mereka mungkin juga sulit dijangkau karena mereka juga sibuk bekerja di lapangan. Jadi intinya, mungkin cara dan metode mungkin perlu juga berbagai metode yang dipakai dalam mensosialisasikan program-program dari BPDPKS terkait dengan dana PSR," jelas Sihar.