Legislator: Pemilihan Rektor UIN Jakarta Jangan Ditumpangi Kepentingan Politik

Diharapkan Kemenag melakukan evaluasi kebijakan penetapan dan pengangkatan rektor UIN

Kamis , 17 Nov 2022, 09:40 WIB
Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta di Ciputat, Tangerang Selatan.
Foto: Republika/Musiron
Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta di Ciputat, Tangerang Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR RI Fraksi PAN, Guspardi Gaus, menyoroti kejanggalan dalam proses pemilihan rektor UIN Syarif Hidatullah Jakarta priode 2022-2027. Ia pun mengingatkan agar pemilihan tidak ditunggangi kepentingan politik.

"Proses pemilihan rektor UIN Jakarta ini jangan sampai memunculkan stigma negatif dan dikesankan ditumpangi kepentingan politik," kata Guspardi, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (16/11/2022).

Baca Juga

Menurutnya  yang paling paham dan mengetahui hal- hal strategis di kampus adalah civitas akademika kampus itu sendiri. Apalagi UIN Jakarta memiliki banyak Guru Besar yang terhimpun dalam Senat UIN Jakarta.

"Semestinya Senat UIN dilibatkan dan berperan langsung dalam setiap tahap pemilihan rektor UIN priode 2022-2027," ujarnya.

Ia juga mengkritisi prosedur pemilihan rektor baik di UIN maupun kampus yang berada di bawah Depag pada intinya tidak ditentukan oleh pihak UIN atau kampus sendiri yang melibatkan peranan senat, melainkan ditentukan oleh Menteri.

Pihak senat UIN hanya bertugas dan berperan mencatat calon yang mendaftar yang memenuhi syarat dalam seleksi rektor ini. Hasil inventaris senat itu lantas diserahkan oleh rektor kepada Kementerian Agama untuk diseleksi oleh tim terkait.

"Akan lebih fair jika ada pembagian proporsi antara kementerian dan senat seperti pemilihan rektor di Perguruan Tinggi Negeri di bawah Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti)," ucapnya.

Guspardi berharap Kemenag perlu melakukan evaluasi tentang kebijakan penetapan dan pengangkatan rektor di UIN Jakarta dan Kampus di bawah Depag lainnya supaya dikembalikan pada mekanisme bersama. Yaitu stakeholder kampus bersama dengan Kementerian Agama terlibat secara bersama menentukan pemilihan rektor. Hal ini akan mendorong keterlibatan perangkat kampus seperti senat, dalam menentukan dan memilih rektor.

"Evaluasi itu dapat menjadi inspirasi bagi Kemenag untuk menciptakan pemilihan yang terdistribusi, profesional, proporsional, dan transparan guna menciptakan pemilihan yang bebas dari politisasi kampus dan menghindari munculnya korupsi, kolusi, dan nepotisme," jelasnya.