Selasa 30 Mar 2021 06:02 WIB

Negeri Cleopatra, Penuh Pesona, tak Secantik dalam Bayangan

Kebiasaan orang Mesir yang patut diacungi jempol adalah membaca Alquran di manapun.

Rusdy Nurdiansyah saat saat berpose dengan latar belakang Piramida Mesir.
Foto:

Oleh : Rusdy Nurdiansyah/Jurnalis Senior Republika

***

Senja belum sepenuhnya beranjak dari Taman Al Azhar. Beberapa ekor burung gagak tampak beterbangan di atas rimbun pohon-pohon kurma, cemara, limau, dan zaitun yang terembus semilir angin di kaki lembah Mugattam ini. Aku cukup terkejut melihat taman yang bersih dan indah itu.

Setiap harinya, taman cukup ramai dikunjungi. Setiap pengunjung dikenakan biaya 10 pound atau sekitar Rp 160 ribu. Hari Kamis, weekend-nya orang Mesir, karena hari Jumat dan Sabtu merupakan hari libur. Ahad, hanya masyarakat non-Muslim yang libur.

Mungkin inilah rahasia di balik kekumuhan dan berdebunya Kota Kairo. Aku mengacungkan dua jempol dan takjub saat menyaksikan dari taman dengan ketinggian 152 meter, terhampar di bawah, kota metropolitan Kairo dengan arsitektur bangunan-bangunan yang diselimuti debu, bagaikan kota purbakala. Dan, akan menjelma menjadi panorama yang cantik dan menawan ketika kota pubakala itu diterpa senja dengan sunset-nya.

Melihatnya, serasa dituntun waktu, ke sebuah masa dan seolah-olah bercerita akan masa keemasan peradaban sebuah negeri dengan situs Piramida dan Sphinx yang menjadi  keajaiban dunia.

Tampak juga benteng Shalahuddin berdiri gagah. Cahaya matahari yang tengah surut menjadikan benteng itu tampak hitam, luas, besar, dan gagah dalam panorama siluet.

Di tengah-tengah benteng menjulang sebuah kubah besar dengan empat menara yang mengitarinya. Itulah masjid Muhammad Ali Pasha yang tampak menyembul di tengah-tengah benteng, seolah menambah kesan magis panorama benteng yang menyimpan epos perang Salib di abad ke-12 itu.

Dari Taman Al Azhar terlihat juga hamparan area tanah pekuburan dengan bentuknya yang unik yang disebut dengan kawasan Mamluk Cemeteries serta pemandangan lembah Mugattam yang membentang dengan gagahnya. Ketika senja, lembah itu tampak berwarna keemasan.

Juga terlihat jelas tembok besar setinggi 25 meter yang mengelilingi Kota Kairo. Namanya tembok Qahirah Al-Mu’izz. Pada tahun 973 M, Al-Mu’izz li Dinillah (khalifah pertama dinasti Fathimiyyah di Mesir) mendirikan kota baru. Al-Mu'izz menamakannya Al-Qahirah (Cairo, Kairo), yang berarti penakluk. Pada tahun 980 M, Al-Mu’izz mendirikan masjid dan universitas Al-Azhar. Nama Al-Azhar dinisbatkan kepada sayyidah Fatimah az-Zahra, putri baginda Rasul.

Tak hanya itu, kekaguman lainnya adalah saat kami berkunjung ke Kota Alexandria. Sebuah kota terbesar kedua di ujung utara Mesir yang juga memiliki julukan Negeri Seribu Menara. Kota Alexandria atau orang Mesir menyebutnya Kota Iskandariah itu berhadapan langsung dengan birunya Laut Mediterania. Bibir pantainya dihiasi hamparan pasir putih kekuningan, khas padang pasir Timur Tengah, berbaur apik dengan ribuan bebatuan.

Alexandria, sebuah nama yang cantik. Sesuai namanya, memang kotanya sangat cantik. Kota Alexandria tergolong kota tua yang dibangun oleh Alexander the Great (Alexander Agung), penguasa Kekaisaran Makedonia, sebuah negeri di timur laut Yunani pada 332 SM.

photo
Rusdy Nurdiansyah saat berpose dengan latar belakang Benteng Qaitbay di Kota Alexandria, Mesir. - (Istimewa.)
 
 

Tidak hanya eksotika pantai, juga ada Taman Montazah yang dipenuhi pohon kurma dan dikelilingi oleh tembok yang membentang dari timur, barat, selatan serta pantai utara, berdiri kokoh dua istana, Salamlek dan Haramlek, serta Benteng Qaitbay. Sepoian angin di Montazah Park itu kerap menjadi magnet bagi pelancong ke Kota Alexandria.

Aku juga berpetualangan menelusuri gunungan buku di lorong-lorong perpustakaan terbesar di dunia. Merujuk ke lembaran sejarah, perpustakaan Alexandria pertama kali dibangun oleh Ptolemi I pada 323 SM. Lantaran kecintaian sang panglima militer itu terhadap ilmu, ia pun terus mengumpulkan berbagai buku dari disiplin ilmu. Karena keuletannya itu juga, Ptolemi I sempat digelari si soter. Akhirnya sampai ke Ptolemi III kurang lebih 700 ribu buku dan manuskrip tersimpan di perpustakaan Kota Alexandria.

Banyak sebenarnya cerita soal Mesir, selain cerita kota pubakala Kairo, kota tua eksotik Alexandria, juga ada cerita politik, kisah para nabi, kisah Firaun, kisah peperangan, kisah harta dan takhta zaman kerajaan dengan bumbu intrik percintaan Cleopatra yang penuh dendam berdarah hingga kisah Piramida, Sphinx, Sungai Nil, serta makam para nabi dan ulama. Berikut banyaknya bangunan masjid dengan ribuan menara yang menjulang.

Itulah Mesir dengan ibu kota Kairo sebagai negeri laksana fatamorgana, terlihat cantik jelita jelang dan saat malam hari serta Kota Alexandria yang eksotik penuh pesona. Semuanya itu ‘hadiah’ dari Mesir.

Aku sendiri belum bisa memastikan soal kecantikan Cleopatra. Cantik nggak sih? Dalam benakku, mungkin yang bisa menjawab hanya legenda Kaisar Romawi, Julius Caesar.

(***)

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement