Oleh : Rusdy Nurdiansyah/Jurnalis Senior Republika
***
Kami cukup beruntung mengunjungi Mesir pada Oktober dan November, kala cuaca cukup sejuk bersahabat. Temperatur rata-rata hanya 15 derajat Celcius. Di Mesir ada empat musim, yakni musim panas, musim gugur, musim dingin, dan musim semi. Kalau musim panas suhu bisa mencapai 45 derajat Celcius.
Republik Arab Mesir, negara yang sebagian berada di Semenanjung Sinai, Asia Barat, dan sebagian besar terletak di Afrika Utara memiliki luas wilayah 997.739 km2. Mesir berbatasan dengan Libya di sebelah barat, Sudan di selatan, jalur Gaza dan Israel di utara-timur. Perbatasannya dengan perairan, melalui Laut Tengah di utara dan Laut Merah di timur. Hampir 90 persen penduduk Mesir beragama Islam sisanya beragama Kristen (didominasi Coptic) dan Yahudi.
Semerawut, kotor, kusam, berdebu, dan kumuh. Itulah gambaran suasana pagi menjelang siang, saat kami diajak berkeliling di sebagian besar Kota Kairo. Suasana di ibu kota Mesir ini sungguh kontras, tidak seperti dalam benakku dan juga bila dibandingkan foto-foto yang ada di buku "Welcome to Egypt, Live Your Dream’.
Di dalam bus menuju Monumen Sadat, tampak jejeran flat-flat dengan warna kusam, berikut 'hiasan' jemuran yang bergelantungan dan serakan sampah di mana-mana. Tampak juga kesemerawutan lalu-lintas yang dipadati Utubis, sebutan untuk bus dengan penumpang yang berjubel.
Selain itu, berseliweran taksi-taksi tua bermerk Fiat buatan tahun 1970-an, dan beragam mobil-mobil tua dan mobil mewah yang berbagi jalan dengan trem, kereta api dan gerobak keledai.
Tidak ada lampu merah dan tidak banyak ada tanda-tanda lalu-lintas. Hampir semua kendaraan dipacu dengan ugal-ugalan, saling menyerobot, dan berbelok seenaknya.
Hampir semua kendaraan mobil maupun Utubis dalam kondisi kotor, lecet-lecet dan penyok. Lampu sen tidak berlaku. Senggolan antarmobil sudah biasa dan bukan menjadi masalah. Di Mesir, mobil jarang dicuci karena air harganya cukup mahal. Justru bensin di sini lebih murah dari air.
Jika terjadi kemacetan di perempatan jalan kebisingan klakson terdengar sahut-menyahut bercampur dengan teriakan suara orang berantem, cekcok adu mulut. Tapi satu hal, tak ada anarkisme fisik. Orang Mesir jika berantem, pake prinsip NATO, no action, talk only.
"Wow! Parah banget, ternyata Jakarta jauh lebih baik," ucap Oki Setiana Dewi, salah satu artis pemeran utama film KCB.
Tiba di Monumen Sadat, rombongan wartawan bersama para pemain dan kru film KCB langsung berhamburan ke luar bus wisata untuk melihat dari dekat tempat terbunuhnya mantan Presiden Mesir Anwar Sadat yang cukup heboh pada 6 Oktober 1981.
Anwar Sadat dibunuh saat sedang memimpin upacara parade militer memperingati perang Yom Kippur dengan berondongan peluru senjata otomatis dari jarak dekat oleh beberapa tentara radikal yang menentangnya.
Alasan di balik pembunuhan itu sendiri masih menyimpan banyak misteri. Itulah Mesir, yang selalu menyajikan kisah teater politik yang penuh misteri sejak zaman Cleopatra hingga kini.