Banggar DPR Cecar Terawan Soal Serapan Anggaran yang Rendah

Banggar DPR menyoroti rendahnya serapan anggaran kesehatan pada penanganan Covid-19.

Rabu , 15 Jul 2020, 15:06 WIB
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto (kiri) mengikuti rapat kerja bersama Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (23/6/2020). ilustrasi
Foto: ANTARA/PUSPA PERWITASARI
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto (kiri) mengikuti rapat kerja bersama Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (23/6/2020). ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR) menggelar rapat kerja dengan pemerintah untuk membahas laporan APBN semester satu 2020 termasuk dengan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Pada rapat ini Banggar meminta Terawan dapat menjelaskan rendahnya serapan anggaran kesehatan pada program penanganan Covid-19.

Ketua Banggar DPR Said Abdullah mengatakan realisasi serapan anggaran kesehatan tidak sesuai ekspektasi. "Pertama penanganan Covid-19 dan ramainya serapan anggaran yang rendah. Pada saat yang sama muncul dari Komisi IX karena lemahnya koordinasi antara gugus tugas dan Kemenkes," ujarnya saat Ruang Rapat Banggar DPR, Rabu (15/7).

Baca Juga

Pemerintah menganggarkan sektor kesehatan dalam pemulihan ekonomi nasional sebesar Rp 87,55 triliun. Namun hingga 8 Juli 2020, penyerapannya baru 5,12 persen atau sekitar Rp 4,48 triliun

Serapan anggaran yang sekarang pun naik dari yang sebelumnya tercatat 4,68 persen atau setara Rp 4,09 triliun.

Dalam rapat tersebut juga, Said mengadu kepada Terawan tentang adanya rumah sakit 'nakal' di sejumlah daerah. Menurutnya, rumah sakit tersebut sengaja membuat pasien dinyatakan positif Covid-19 demi mendapatkan anggaran corona.

"Ada kenakalan juga di rumah sakit, tidak Covid tapi dinyatakan covid. Keluarga tidak terima, dua minggu mau masuk pengadilan, akhirnya rumah sakit nyerah, oh iya bukan covid," ucapnya.

Setelah diselidiki, lanjut Said, ternyata rumah sakit tersebut sengaja menyatakan pasien itu positif corona demi mendapatkan insentif rumah sakit. "Telisik punya telisik, kalau dinyatakan mati Covid-19 lebih besar. Ada yang sebut kalau orang kena Covid-19 masuk rumah sakit sampai meninggal anggaran Rp 90 juta atau Rp 45 juta. Memang ini ujian betul, di Pasuruan, Jambi, Ciamis ini kan viral di mana-mana," jelasnya.

Ke depan Said pun meminta agar Terawan turun ke lapangan untuk melihat langsung permasalahan yang terjadi.