Soal Surat Jalan Djoko T, Komisi III Panggil Institusi Hukum

Surat jalan itu disinyalir dipakai oleh Djoko Tjandra untuk bergerak di Indonesia.

Selasa , 14 Jul 2020, 22:13 WIB
Ketua Komisi III DPR RI Herman Hery.
Foto: DPR
Ketua Komisi III DPR RI Herman Hery.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Komisi III DPR RI akan segera memanggil institusi hukum terkait dikeluarkannya sebuah surat jalan untuk buron korupsi Djoko Tjandra. Tiga institusi yang bakal dipanggil adalah Polri, Kejaksaan Agung (Kejagung), dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). 

"Hari ini juga, atau besok paling lambat kami sudah berkirim surat kepada pimpinan DPR. Untuk meminta izin memanggil pihak Kepolisian, Kejaksaan dan Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM," kata Ketua Komisi III DPR RI Herman Hery di Kompleks Parlemen RI, Selasa (14/7).

Surat yang diduga dikeluarkan oleh Institus penegak hukum  Mitra Komisi III DPR RI itu dilaporkan oleh Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI). Namun, MAKI menolak bicara terus terang soal institutsi hukum yang mengeluarkan surat jalan Djoko Tjandra.

Surat jalan itu disinyalir dipakai oleh Djoko Tjandra untuk bergerak di Indonesia. Surat jalan yang diberikan Boyamin atas nama Joko Soegiarto Tjandra bernomor SJ/82/VI/2020/Rokorwas.

Dalam surat jalan itu, tertulis tujuan Pontianak dari Jakarta berangkat tanggal 19 Juni 2020 dan kembali tanggal 22 Juni 2020. Dalam kopi surat jalan yang ditunjukkan MAKI, bagian KOP surat tersebut dirobek untuk menjaga kerahasiaan institusi hukum yang diduga mengeluarkan surat itu. 

Herman Hery menegaskan, Komisi III akan memanggil institusi hukum terkait sekalipun sedang dalam masa reses. Komisi III akan bersurat ke pimpinan DPR RI agar melakukan pemanggilan atas institusi terkait. 

"Sesuai UU MD3, bahwa DPR boleh mengadakan rapat dengar pendapat dimasa reses jika ada sesua hal yang urgent. Menurut kami kasus Djoko Tjandra ini merupakan kasus super urgent," kata Herman Hery. 

Politikus PDI Perjuangan ini menegaskan, meski telah memasuki masa reses, perlu diadakan rapat dengar pendapat (RDP) agar semua pihak bisa memberikan penjelasan kepada Komisi III soal kasus ini, sebagai bahan Dikeluarkanny rekomendasi dari Komisi III. 

"Soal siap-siapa yang dipanggil, nanti kami akan bicarakan. Tetapi ketiga institusi ini harus duduk bersama-sama dengan Komisi III agar semuanya menjadi terang-benderang. Nanti saat rapat bersama itu, semua dokumen yang diserahkan tadi secara tertutup akan kami buka," kata Herman Herry. 

Dengan demikian, Komisi III bisa mengetahui asal muasal dikeluarkannya surat jalan untuk Djoko Tjandra. 

"Sehingga menjadi tau dari isntitusi mana siapa yang menandatangani, atas dasar apa dan semua itu bisa kami tanyakan kepada pihak yang hadir dalam rapat gabungan tersebut," ujar Herman Hery menegaskan. 

Dalam perkembangan terakhir yang diketahui, Djoko Tjandra kembali bermanuver. Setelah sebelumnya mendaftar peninjauan kembali (PK) ke PN Jaksel dan membuat KTP di Keluarahan Grogol, kali ini Djoko Tjandra membuat paspor di Kemendagri.

Buron BLBI yang juga terpidana kasus 'cessie' Bank Bali sebesar Rp 546 miliar itu masuk dalam daftar buronan interpol sejak 2009. Kepala tim pemburu koruptor yang dijabat oleh Wakil Jaksa Agung, Darnomo, menyebutkan bahwa warga Indonesia itu resmi jadi warga Papua Nugini sejak Juni 2012.

Sejak 2009, dia meninggalkan Indonesia. Saat itu sehari sebelum Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan keputusan atas perkaranya, Djoko berhasil terbang ke PNG dengan pesawat carteran. Di sana Djoko mengubah indentitasnya dengan nama Joe Chan dan memilih berganti kewarganegaraan menjadi penduduk Papua Nugini. 

Dalam kasusnya, Djoko oleh MA diputus bersalah dan harus dipenjara 2 tahun. Tak hanya itu, ia juga diwajibkan membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar disita untuk negara.