DPR RI : Buat Zonasi Dahulu Sebelum Buka Rumah Ibadah

Kebijakan new normal di rumah ibadah harus pertimbangkan aspek persebaran Covid-19

Jumat , 29 May 2020, 04:27 WIB
Pengurus masjid membersihkan Masjid Agung Baitul Faidzin pada waktu jam ibadah shalat Jumat di Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Jumat (25/3/2020). Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin mengimbau umat Muslim untuk sementara mengganti shalat Jumat dengan shalat zhuhur di rumah dalam kondisi darurat seperti sekarang ini, hal itu lantaran masih merebaknya virus corona  (COVID-19) di Indonesia
Foto: ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Pengurus masjid membersihkan Masjid Agung Baitul Faidzin pada waktu jam ibadah shalat Jumat di Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Jumat (25/3/2020). Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin mengimbau umat Muslim untuk sementara mengganti shalat Jumat dengan shalat zhuhur di rumah dalam kondisi darurat seperti sekarang ini, hal itu lantaran masih merebaknya virus corona  (COVID-19) di Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pemerintah melalui Kementerian Agama mengumumkan akan kembali membuka rumah ibadah. Rencana ini akan dilaksanakan setelah tatanan normal baru diterapkan, meski pandemi Covid-19 belum berakhir. 

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ace Hasan Syadzily meminta pemerintah untuk terlebih dahulu melakukan identifikasi. Pemerintah harus tahu daerah mana saja yang tingkat pesebaran Covid-19 yang sangat tinggi, belum terkendali, atau masuk dalam kategori zona merah. 

"Identifikasi ini penting untuk menentukan kebijakan selanjutnya dalam menyusun protokol kesehatan di rumah ibadah dan kegiatan keagamaan. Dalam kegiatan-kegiatan keagamaan, secara fisik tidak bisa dihindarkan untuk adanya kerumunan," katanya, Kamis (28/5)

Dalam shalat berjamaah misalnya, ia menyebut ada interaksi secara fisik yang tidak bisa dihindarkan. Dalam ibadah ini lebih sempurna jika dilakukan dengan barisan yang rapat antar jamaah. Demikian juga dengan kegiatan Halal bi halal. Dalam kondisi normal, kontak fisik dalam bentuk bersalaman menjadi hal yang lumrah. Di agama lain, seperti pemberkatan, kontak fisik juga tidak terhindarkan.

Selanjutnya, jika pemerintah sudah mengidentifikasi zona pengendalian Covid-19, maka tiap zona harus diberlakukan kebijakan yang berbeda. Di daerah yang masih masuk zona merah, Ace menyebut pemberlakuan tatanan normal baru belum bisa dilakukan. "Tentu jangan dulu diberlakukan new normal bagi daerah zona merah. Terutama dalam kegiatan keagamaan seperti Shalat Jumat, kebaktian minggu dan kegiatan keagamaan lainnya," lanjutnya.

Bagi daerah yang tingkat persebarannya dalam kategori terkendali, new normal bisa diberlakukan dan rumah ibadah dapat kembali dibuka. Segala bentuk kegiatan keagamaan bisa diberlakukan, dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat. "Harus ada sabun cuci tangan atau wash sanitizer di rumah ibadah, memakai masker dan tetap menjaga jarak," kata Ace.

Selagi belum ditemukannya vaksin Covid-19, ia meminta masyarakat untuk tetap berhati-hati dalam melakukan interaksi. Sentuhan fisik dalam beragam kegiatan termasuk keagamaan sebaiknya dihindari. Langkah-langkah ini merupakan bagian dari kehati-hatian dalam mengendalikan persebaran pandemi virus Covid-19.

Rencana kebijakan new normal di rumah ibadah atau kegiatan keagamaan harus mempertimbangkan aspek persebaran Covid-19. Protokol kesehatan dan keselamatan serta kesehatan jiwa masyarakat tetap yang harus diutamakan dan diperhatikan.

Adapun rencana pembukaan kembali rumah ibadah disampaikan Menteri Agama Fachrul Razi, saat memberikan keterangan pers usai mengikuti rapat terbatas bersama Presiden, Rabu (27/5). Ia menyebut Diaktifkannya kembali rumah peribadatan tersebut dilakukan dengan menaati prosedur standar new normal dan protokol kesehatan."Kami membuat konsep umum adalah secara bertahap kegiatan ibadah di rumah ibadah dibuka kembali dengan tetap mentaati prosedur standar tatanan baru new normal yang telah dinyatakan oleh Presiden pada 15 Mei 2020 lalu,” kata Menteri Agama Fachrul Razi.

Rumah ibadah dapat kembali digunakan jika telah mendapatkan rekomendasi dari camat di masing-masing wilayah. Hanya rumah ibadah yang aman dari Covid-19 saja yang mendapatkan izin untuk kembali dibuka.

Nantinya, setiap kepala desa mengajukan rumah ibadah di wilayahnya yang aman dari virus ke camat setempat agar dapat digunakan kembali. Kemudian, forum komunikasi pimpinan di tingkat kecamatan akan mempelajari rumah ibadah yang diajukan tersebut. Jika memang memenuhi syarat tak menimbulkan ancaman penularan Covid-19, camat dapat mengeluarkan izin setelah berkonsultasi terlebih dahulu dengan bupati. Menag juga menegaskan, izin yang dikeluarkan akan ditinjau kembali setiap bullannya. Sehingga jika diketahui ada perkembangan jumlah kasus covid di lingkungan sekitar, izin tersebut akan dicabut.